FOCUS GROUP DISCUSSION LITBANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN DIHADAPKAN DENGAN PERATURAN ZONASI DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Tuesday, 6 August 2024

Kapuslitbang Strahan Balitbang Kemhan Brigjen TNI Budi Setiawan memimpin Focus Group Discussion (FGD) Litbang Penataan Wilayah Pertahanan dihadapkan dengan Peraturan Zonasi Di Kawasan Timur Indonesia. Tujuan diselenggarakannya FGD yaitu untuk menyatukan persepsi, serta memberikan saran dan masukan terkait dengan penataan wilayah pertahanan dihadapkan dengan peraturan zonasi yang berada di Kawasan Timur Indonesia. Dalam sambutannya Kapuslitbang Strahan Balitbang Kemhan menyatakan bahwa penataan wilayah pertahanan negara merupakan amanat undang-undang yang diperlukan untuk menata ruang wilayah agar kepentingan pertahanan negara selaras dengan fungsi-fungsi pembangunan nasional lainnya. Oleh karenanya peran para pemangku kepentingan (Stakeholder) menjadi penting dalam menemukan solusi yang tepat terhadap berbagai permasalahan penataan ruang wilayah negara.

Dalam penataan wilayah pertahanan dihadapkan dengan peraturan zonasi tentunya harus seiring dan sejalan. Penataan wilayah pertahanan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara, yang di dalamnya memuat arahan indikasi zonasi sebagai salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang, seperti ketentuan kegiatan mana yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan kegiatan yang tidak diperbolehkan. Hal ini untuk menghindari permasalahan yang muncul ketika terjadi perubahan dan perkembangan zaman yang secara langsung dapat merubah fisik lingkungan. Penyebabnya karena adanya populasi penduduk yang semakin bertambah, terjadinya konflik dan bencana alam.

Dampak yang ditimbulkan pada permasalahan tersebut adalah terjadinya penyempitan lahan di wilayah pertahanan. Permasalahan ini terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia termasuk diantaranya di Kota Ambon, Provinsi Maluku. Dari berbagai permasalahan yang ditemukan di lapangan terkait dengan penataan wilayah pertahanan dihadapkan dengan peraturan zonasi, sampai sekarang masih belum terselesaikan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tugas dan tanggung jawab TNI dalam melaksanakan operasi militer. Tugas dan tanggung jawab operasi militer kewilayahan di daerah dilaksanakan oleh Kodam selaku Kotama Ops dan Kotama Bin seperti kewilayahan/teritorial, sedangkan Kotama Ops lainnya yaitu Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai penindak awal bila terjadi konflik di wilayahnya baik untuk Operasi Militer untuk Perang (OMP)  maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Kogabwilhan berfungsi sebagai kekuatan penangkal bila terjadi ancaman dari luar serta sebagai pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan di wilayahnya. Dalam hal ini Kawasan Timur Indonesia termasuk dalam wilayah operasi Kogabwilhan III.

Kogabwilhan III berkedudukan di Timika, Papua, sedangkan wilayah tanggung jawabnya meliputi seluruh wilayah Indonesia Timur terdiri dari: wilayah darat (Kepulauan Maluku dan Pulau Papua); wilayah Laut (Perairan sekitar Kepulauan Maluku, Pulau Papua dan ALKI-3b beserta perairan disekitarnya); dan wilayah Udara (Wilayah di atas Kepulauan Maluku, Pulau Papua dan ALKI-3b beserta perairan sekitarnya).

Selanjutnya Kapuslitbang Strahan juga menyatakan, dalam rangka penataan wilayah pertahanan yang mampu mendukung pengembangan gelar kekuatan TNI, diperlukan adanya penegasan dalam tataran ranah kebijakan yang sinkron dan harmonis. Terutama dalam hal tataran kewenangan antar pemangku kebijakan penataan ruang wilayah nasional, provinsi dan Kota/Kabupaten serta wilayah pertahanan negara dalam mendukung tugas Operasi Kogabwilhan III.

Beberapa poin penting dari hasil FGD antara lain: Revisi periodik terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dilakukan untuk mengakomodasi perubahan strategis yang terjadi; Peningkatan sosialisasi kepada seluruh pemerintah daerah terkait pentingnya penataan ruang untuk kepentingan pertahanan terutama pada tingkat Kotama sampai ke tingkat Komando Pembinaan dan Operasional Kewilayahan TNI yang berkedudukan di Kabupaten/Kota; Penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam penataan ruang strategis; Memperkuat kolaborasi antara akademisi dan praktisi dalam penelitian terkait wilayah pertahanan; Perlunya integrasi data yang lebih baik antara berbagai lembaga terkait untuk mendukung penataan ruang; Penyusunan RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota harus memperhatikan Rencana Wilayah Pertahanan (RWP) dan Rencana Rinci Wilayah Pertahanan (RRWP); serta bila terjadi sengketa antara TNI-warga, TNI-instansi Pemerintah, TNI-Swasta, maka diselesaikan secara hukum atau apabila terjadi peta indikatif tumpang tindih pemanfaatan ruang maka perlu diselesaikan sesuai Keppres 127/2022 tentang Kelembagaan dan Tata Kelola Penyelesaian ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan.

FGD ini diselenggarakan pada hari Selasa, 30 Juli 2024 di Gedung Djuanda Lt. 1, Puslitbang Strahan Balitbang Kemhan dan dihadiri beberapa Narasumber dari Ditwilhan Ditjen Strahan Kemhan Kolonel Inf. Rekso Sukmono, M.Han; Kogabwilhan III Kolonel Inf. Iwan Purbianto; dari Kemenko Polhukam Kol. Inf Heri Budi Purnomo, Sip, MM., Kepala Bidang Tata Ruang Polhukam dan dari Kementerian ATR/BPN Ibu Artha Widya Rahmafuri, ST., serta Bapak Aditiana, S.T., M.Si., Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Esa Unggul Selain Narasumber, FGD juga dihadiri oleh Tim Litbang dan para Peneliti Madya serta Analis Pertahanan Negara Madya Puslitbang Strahan Balitbang Kemhan,




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia