Perlombaan Senjata Berbasis Kecerdasan Buatan : Ancaman atau Peluang Bagi Stabilitas Global?

Tuesday, 22 April 2025

Pendahuluan. Kecerdasan buatan (AI) kini memainkan peran krusial dalam transformasi sektor militer global. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia berlomba mengembangkan sistem senjata otonom yang mampu mengambil keputusan tanpa intervensi manusia. Fenomena ini menghadirkan dilema: apakah kemajuan ini akan memperkuat stabilitas dunia atau justru memicu ketegangan dan konflik baru?

Manfaat Strategis AI di Sektor Pertahanan. AI memberikan berbagai keuntungan strategis dalam militer, terutama dalam meningkatkan efisiensi dan kecepatan respons melalui analisis data real-time. Penggunaan drone dan sistem tempur tanpa awak juga mengurangi risiko bagi prajurit dalam misi berbahaya. Proyek seperti X-47B (AS), Uran-9 (Rusia), dan Sky Hawk (Tiongkok) menjadi contoh nyata dari penerapan AI dalam pertahanan.

Risiko dan Tantangan yang Mengiringi. Namun demikian ketergantungan pada AI menghadirkan ancaman besar. Serangan siber terhadap sistem AI dapat memicu malfungsi strategis, bahkan membalikkan fungsi senjata terhadap pihak yang mengoperasikannya. Selain itu, kegagalan identifikasi target dan error algoritmik bisa menyebabkan korban sipil atau friendly fire, sehingga memperbesar dampak destruktif dalam konflik.

Dilema Etika dan Regulasi Hukum. Keberadaan senjata otonom menimbulkan pertanyaan etis mendalam: apakah keputusan membunuh dapat diserahkan kepada mesin? Ini menyalahi prinsip-prinsip hukum humaniter internasional yang menuntut proporsionalitas dan diskriminasi dalam penggunaan kekuatan. Sayangnya, hingga kini belum ada regulasi

internasional yang mengikat dalam mengatur penggunaan senjata berbasis AI, meskipun diskusi di forum seperti Convention on Certain Conventional Weapons (CCW) terus berlangsung.

Dampak Geopolitik dan Ketimpangan Global. Perlombaan senjata AI menciptakan kesenjangan teknologi antara negara maju dan berkembang. Ketimpangan ini dapat memicu instabilitas regional dan memperburuk ketidakseimbangan kekuatan global. Tanpa transparansi dan kerja sama internasional, perlombaan ini berisiko melahirkan “Perang Dingin Digital” dengan potensi konflik yang tidak disengaja akibat keputusan sistem otomatis.

Peran Strategis Indonesia dan Rekomendasi Kebijakan. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki peluang untuk berkontribusi dalam merumuskan norma global. Untuk itu langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:

1. Partisipasi aktif di forum internasional seperti CCW untuk mendorong regulasi yang adil dan inklusif.

2. Usulan perjanjian multilateral yang memastikan adanya kendali manusia atas senjata otonom.

3. Kolaborasi riset internasional guna menjamin standar etika dan keamanan dalam pengembangan teknologi militer.

4. Penguatan keamanan siber dan audit algoritmik untuk mencegah penyalahgunaan dan malfungsi sistem AI.

5. Moratorium sementara terhadap (Lethal Autonomous Weapon Systems/LAWS), sambil menunggu kerangka hukum global yang komprehensif.

Kesimpulan. Kecerdasan buatan di sektor militer merupakan pedang bermata dua. Ia menawarkan efisiensi dan perlindungan, namun juga menghadirkan potensi kehancuran bila tidak diatur dengan bijak. Perlombaan senjata berbasis AI memerlukan regulasi internasional yang jelas, berbasis prinsip tanggung jawab dan transparansi. Indonesia dan negara berkembang lainnya harus turut serta dalam membentuk masa depan AI militer yang lebih aman, adil, dan manusiawi. (Bas 22-4-25).




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia