MUDIK SARANA PEREKAT KEBANGSAAN

Wednesday, 9 April 2025

Kata “mudik” sendiri diambil dari kata dalam bahasa Jawa, yaitu “udik” yang berarti kampung. Kemudian, mengacu pada tata bahasa Jawa, kata tersebut ditambah imbuhan “m” di depan kata untuk menjadi bentuk kata kerja. Oleh karena itu, kata “udik” yang merupakan kata benda, berubah menjadi “mudik” yang merupakan kata kerja dan memiliki makna “pulang kampung” (Kale dkk., 2023).

Esensi Idul Fitri bukanlah mudik fisik dari kota ke kampung halaman, tetapi mudik mental spiritual, mudik rohani dari perbudakan hawa nafsu menuju penyucian diri (tazkiyat an-nafsi) dan spiritualisasi hati. Mudik ke kampung halaman memang menjadi “tradisi nasional”, namun perayaan Idul Fitri dengan mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil, melaksanakan shalat berjamaah sejatinya merupakan ikhtiar memudikkan fitrah kemanusiaan menuju jalan kesucian, ketaatan, dan kedamaian (Dr Muhbib Abdul Wahab M.Ag, Dosen Pascasarjana Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Momen mudik menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa dengan melupakan perbedaan dan rasa cinta kasih antara sesama semakin kuat. Pada momen syawal para pemudik dapat memanfaatkannya untuk saling bersilaturahmi, mendoakan, dan mempererat persatuan antar kerabat. Momen ini juga ada beberapa keutamaan, salah satunya yaitu mendapatkan faedah apalagi jika dilakukan secara langsung atau bertatap muka dengan keluarga, teman, dan sebagainya. Tradisi ini merepresentasikan rasa cinta tanah air, kerinduan akan kampung halaman, dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Di tengah arus globalisasi dan modernitas, mudik menjadi perekat yang memperkuat identitas dan rasa kebangsaan. Meskipun tradisi mudik telah bertransformasi, makna dan nilai esensialnya tetap terjaga. Mudik bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual untuk kembali ke fitrah dan memperkuat hubungan antar manusia. Momen Lebaran menjadi waktu yang tepat untuk saling memaafkan, berbagi kebahagiaan dan membangun kembali hubungan yang renggang.

Mudik Lebaran juga menghadirkan berbagai tantangan, seperti kemacetan lalu lintas, lonjakan harga tiket, dan kepadatan di tempat wisata. Untuk mengatasinya, diperlukan solusi yang komprehensif dari pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah dapat berperan dalam meningkatkan infrastruktur transportasi, menyediakan layanan mudik yang terjangkau, dan mengatur arus lalu lintas. Swasta dapat berkontribusi dengan menyediakan layanan mudik yang inovatif dan membantu mengurai kemacetan. Masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran dan disiplin dalam mengikuti aturan mudik agar tradisi ini dapat berjalan dengan lancar dan aman, disinilah Masyarakat secara langsung dididik oleh keadaan untuk disiplin dan mempunyai rasa empati terhadap orang lain, mau saling membantu orang lain jika terlihat kesulitan, hal ini dapat mempererat bukan hanya rasa kemanusiaan tetapi juga rasa kebangsaan. Mudik tetap memiliki peran penting dalam memperkuat identitas dan rasa kebangsaan. Dengan semangat gotong royong dan solusi yang komprehensif, tradisi mudik dapat terus dilestarikan sebagai bagian dari budaya Indonesia yang kaya, sekaligus mempererat silaturahmi kebangsaan.

Oleh :

  1. Kolonel Pom Fery Hendrawan, S.H., M.H.

  2. Kolonel Inf Misyanto.

  3. ASN Gol IV/C Tati Herlia.

 




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia