INSTRUMEN KEKUATAN NEGARA KONSEP DAN IMPLEMENTASI

Tuesday, 25 March 2025

Dalam mempertahankan eksistensinya negara-negara di dunia bersandar pada kekuatan masing-masing untuk mengelola internal negara dan secara bersamaan untuk dasar melakukan hubungan dengan negara lain secara eksternal. Instrumen kekuatan yang diandalkan oleh tiap-tiap negara berbeda satu dengan lainnya dan hal ini telah dipelajari oleh para ahli sejak lama. Beberapa pemikir/ahli yang kontribusinya menjadi dasar dalam pemahaman terhadap instrumen kekuatan negara antara lain:

1. Carl von Clausewitz – Pemikir militer klasik yang menguraikan konsep perang dan kekuatan dalam konteks konflik, yang menjadi landasan bagi aspek kekuatan militer.

2. Hans Morgenthau – Salah satu pionir realisme dalam hubungan internasional yang menekankan pentingnya kekuatan sebagai elemen dasar dalam hubungan antarnegara.

3. Joseph Nye S. Jr. – Mengemukakan konsep soft power, yaitu kemampuan menarik dan mempengaruhi melalui nilai, budaya, dan diplomasi, yang kini menjadi salah satu instrumen kekuatan negara selain kekuatan milite

Hasil sintesa dari para ahli menjelaskan bahwa kekuatan suatu negara tidak semata-mata berasal dari satu aspek, melainkan merupakan kombinasi dari berbagai instrumen seperti militer, ekonomi, diplomasi, informasi, dan lainnya. Instrumen-instrumen tersebut saling melengkapi untuk menjaga kedaulatan, stabilitas, dan pengaruhnya secara global. Setiap negara mengembangkan instrumen kekuatannya sesuai dengan konteks sejarah, politik, dan kebijakan domestik yang dijalankan.

Contoh implementasi instrument kekuatan di beberapa negara.

1. Amerika Serikat. Instrumen kekuatannya dikenal dengan DIME (Diplomasi, Informasi/intelijen, militer, dan ekonomi). Hal ini terlihat dari: kekuatan militer canggih; sistem intelijen yang terintegrasi; ekonomi yang besar; serta diplomasi dan soft power melalui media dan kebudayaan.

Kelebihan DIME. Dengan kekuatan militer dan kemajuan teknologi yang dimiliki, memungkinkan AS mampu intervensi cepat dalam krisis global. AS mampu membentuk jaringan aliansi global melalui NATO dan dalam kerjasama internasional pengaruh AS sudah dikenal luas.

Kekurangan DIME. Biaya tinggi, pemeliharaan kekuatan militer dan kebijakan luar negeri yang aktif memerlukan anggaran yang sangat besar. Intervensi yang dilakukan seringkali kontroversial karena keterlibatan dalam konflik di negara lain sering menimbulkan kritik terkait pelanggaran kedaulatan.

2. Tiongkok. Tiga instrumen kekuatan yang menjadi sandaran dan telah dikenal yakni: ekonomi (melalui BRI (Belt and Road Initiative) atau Jalur Sutera); militer yang terus diperkuat; serta pengawasan dan kontrol internal yang super ketat.

Kelebihan. Pengaruh ekonomi global: Proyek infrastruktur dan investasi luar negeri meningkatkan pengaruh Tiongkok di berbagai kawasan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat: Ekonomi yang besar mendukung pembangunan militer dan teknologi.

Kekurangan. Pendekatan otoriter: Pengendalian informasi dan kebebasan sipil yang terbatas kadang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat internasional. Kritik terhadap HAM: akibat kebijakan domestik yang ketat kadang juga mendapat sorotan internasional.

3. Indonesia. Selama ini Indonesia terlihat menerapkan pendekatan hibrida dalam instrumen kekuatan negaranya, dengan mengintegrasikan aspek kekuatan: militer/pertahanan; ekonomi; serta diplomasi, berdasar ideologi Pancasila. Pendekatan ini mencerminkan upaya menjaga kedaulatan, memperkuat stabilitas internal, serta meningkatkan posisi tawar di kancah global.

Kelebihan. Kekuatan militer senantiasa diperlukan untuk memastikan stabilitas nasional dan kemampuan merespons ancaman eksternal maupun konflik domestik. Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat terus dilakukan seiring peningkatan peran Indonesia dalam ekonomi internasional. Citra Indonesia dikenal sebagai negara moderat, toleran, dan kooperatif, diimbangi dengan penguatan persatuan dan kesatuan bangsa.

Kekurangan. Dalam babak sejarah, Indonesia pernah mengalami intervensi militer dalam politik yang menimbulkan hambatan proses demokratisasi. Birokrasi dan korupsi menghambat efektivitas implementasi kebijakan, serta ketergantungan pada komoditas tertentu dapat menimbulkan kerentanan. Serta kebijakan luar negeri yang cenderung berhati-hati kadang mengurangi peluang untuk berperan lebih agresif dalam penyelesaian konflik global.

Kesimpulan. Pendekatan hibrida memberikan dampak yang beragam terhadap kemajuan bangsa. Di satu sisi, kestabilan politik, pertumbuhan ekonomi, dan peran aktif global telah mendorong Indonesia menuju kemajuan. Namun disisi lain, tantangan internal (birokrasi, korupsi, dan dinamika politik) kadang menghambat reformasi dan inovasi dalam sektor pemerintahan serta ekonomi, sehingga diperlukan upaya perbaikan konsisten dalam mengoptimalkan ketiga aspek (militer/pertahanan, ekonomi, serta diplomasi) yang berdasar ideologi Pancasila guna mendukung pembangunan nasional berkelanjutan.

Tulisan di atas disusun oleh Mistiani, S.Sos, M.MHan, Analis Pertahanan Negara Madya Puslitbang Strahan, Balitbang Kemhan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia