ETIKA DALAM ORGANISASI BIROKRASI
Tuesday, 14 January 2025Etika dalam organisasi birokrasi merupakan landasan fundamental yang memandu perilaku dan keputusan pegawai dalam menjalankan tugas. Dalam konteks birokrasi, etika berfungsi untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil oleh individu dan kelompok dalam organisasi tersebut tidak hanya sesuai dengan hukum, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral yang diharapkan oleh masyarakat. Menurut penelitian oleh Transparency International, 60% masyarakat merasa bahwa korupsi di lembaga publik dapat diminimalisir dengan adanya penerapan etika yang kuat menuju good governance.(Indah, 2020).Etika yang baik dalam birokrasi dapat meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan motivasi dan kepuasan kerja pegawai.(Asatryan et al., 2017) Sebuah studi yang dilakukan oleh Harvard Business Review menunjukkan bahwa organisasi yang menerapkan nilai-nilai etika yang kuat memiliki tingkat kepuasan pegawai yang lebih tinggi sebesar 30% dibandingkan dengan organisasi yang kurang memperhatikan aspek etika. (Kuswandi et al., 2023). Selain itu, kepercayaan publik terhadap birokrasi juga meningkat ketika masyarakat melihat bahwa pegawai birokrasi bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip etika.(Treves et al., 2017).
Teori Etika. Etika deontologis, yang dipelopori oleh Immanuel Kant, menekankan pentingnya kewajiban dan aturan dalam menentukan tindakan yang benar. Dalam konteks birokrasi, pegawai diharapkan untuk mematuhi peraturan dan prosedur yang ada, terlepas dari konsekuensi yang mungkin timbul. Misalnya, seorang pegawai yang menemukan penyimpangan dalam laporan keuangan harus melaporkannya meskipun hal tersebut dapat menimbulkan masalah bagi dirinya secara pribadi.(Wang & Gupta, 2020).
Pembahasan. Etika adalah cabang filsafat yang membahas tentang moral dan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku manusia.(Catlin, 1927). Dalam konteks
organisasi, etika merujuk pada norma-norma dan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi individu dan kelompok dalam mengambil keputusan. Menurut KBBI tahun 2020, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral.
Dampak penting etika dalam organisasi birokrasi:
1. Membangun Kepercayaan Publik. Ketika masyarakat merasa bahwa pegawai birokrasi bertindak secara etis dan transparan, mereka cenderung akan lebih mempercayai institusi pemerintah. Hasil survei World Values Survey, negara-negara dengan tingkat korupsi rendah cenderung memiliki tingkat kepercayaan publik lebih tinggi.
2. Meningkatkan Kinerja Organisasi. Organisasi yang menerapkan nilai-nilai etika yang kuat cenderung memiliki pegawai yang lebih termotivasi dan produktif. Sebuah studi oleh Gallup menunjukkan pegawai yang merasa bekerja di lingkungan yang etis memiliki tingkat keterlibatan yang lebih tinggi (kinerja organisasi menjadi lebih baik).
3. Mengurangi Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan. Ketika pegawai memiliki kode etik yang jelas dan merasa bahwa mereka diawasi, akan cenderung bertindak secara etis. Menurut laporan United Nations Office on Drugs and Crime, 2019, negara-negara yang memiliki sistem pengawasan dan akuntabilitas yang kuat memiliki tingkat korupsi lebih rendah.
4. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat. Ketika pegawai merasa bahwa mereka dihargai dan diperlakukan secara adil, akan cenderung berkontribusi secara positif terhadap organisasi, mengurangi stress, dan meningkatkan kesejahteraan pegawai. Menurut penelitian oleh American Psychological Association, 2020, organisasi yang menerapkan prinsip-prinsip etika memiliki tingkat kepuasan kerja lebih tinggi.
Langkah Penerapan Etika di Organisasi Birokrasi:
1. Penyusunan Kode Etik yang Jelas. Mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip guna menjadi pedoman pegawai. Untuk itu, kode etik harus disosialisasikan secara luas agar pegawai memahami dan mampu menerapkan dalam pekerjaan sehari-hari.
2. Pelatihan dan Pendidikan Etika untuk Pegawai. Mencakup studi kasus, simulasi, dan diskusi kelompok untuk membantu pegawai memahami bagaimana menerapkan prinsip-prinsip etika dalam situasi nyata. Penelitian Ethics & Compliance Initiative, menunjukkan organisasi yang menyediakan pelatihan etika maka tingkat pelanggaran etika akan menurun (ECI, 2021).
3. Membangun Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas. Mencakup mekanisme pelaporan dan penanganan pelanggaran etika. Ketika pegawai merasa bahwa ada pengawasan yang memadai, mereka akan lebih cenderung untuk bertindak secara etis.
4. Mendorong Partisipasi Pegawai dalam Proses Pengambilan Keputusan. Budaya etika yang lebih kuat dapat tercipta ketika pegawai merasa bahwa suara mereka didengar dan dihargai, hal ini memotivasi pegawai untuk berkontribusi secara positif terhadap organisasi.
Tulisan di atas disusun oleh Kolonel Inf Faonaso Harefa/Peneliti Madya Puslitbang Strahan, Balitbang Kemhan.