PERAN PENTING PANGAN DIMASA DAMAI DAN DIMASA PERANG

Tuesday, 8 October 2024

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, diamanatkan “pembangunan pertahanan sebagai daya dan upaya untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”, hal ini sangat penting dan harus dibangun secara berkesinambungan dan berkelanjutan.

Dalam logika pertahanan negara “Perang”, diasumsikan selalu memiliki kemungkinan untuk hadir dan terjadi. Karena itu, pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan merupakan salah satu cara untuk memperkecil peluang terjadinya perang akibat ancaman militer maupun non militer.

Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan bukan hanya urusan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) semata. Banyak aspek lain yang harus disiapkan untuk menghadirkan kemampuan menangkal dan menanggulangi setiap ancaman serta mencapai tujuan pembangunan pertahanan negara. Salah satu aspek yang harus disiapkan adalah logistik terutama pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsinya (https://www.cnbcindonesia.com/opini/20211116144439-14-291956/melihat-cadangan-pangan-dari-sudut-pandang-pertahanan Khairul Fahmi, 16-11-2021).

Di beberapa negara seperti AS, RRC, India, dan Rusia (https://www.ssoif.co.uk/the-worlds-largest-food-exporters/ 4-3-2024), lahan pertanian dan pangan dianggap sebagai aset yang vital dan penting untuk dijaga kelangsunganya. Negara-negara tersebut menganggap bahwa salah satu cara menjaga kedaulatan negara adalah dengan memproduksi sendiri pangan masyarakat dan melepaskan diri dari ketergantungan pasokan pangan dari luar negeri.

Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia, dimana banyak pihak melihat lahan pertanian dan pangan kurang/tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga sangat mudah dialihfungsikan dengan pertimbangan profit dan ekonomis semata. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Wilayah, BPS dan Kementerian Pertanian menunjukkan lahan pertanian kian menyusut, dari 7,75 juta Ha luas baku sawah nasional pada 2013, menjadi 7,465 juta Ha pada 2019. Artinya, sekitar 285,000 Ha atau rata-rata 47.500 Ha lahan pertanian berukurang setiap tahunnya. (https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/mengawal-ketersediaan-pangan-nasional ).

Dalam rangka mengatasi masalah tersebut di atas pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan merumuskan konsep pengembangan food estate, di mana sektor pertanian, perkebunan, bahkan peternakan dibangun secara terintegrasi di dalam suatu kawasan. Namun demikian untuk keberhasilan konsep ini tidak dapat dilakukan secara sektoral, diperlukan kerjasama dan kordinasi intensif seluruh pihak terkait (stake holders), hal ini mengingat pertahanan Indonesia menganut pertahanan rakyat semesta yang terdiri dari dua lapis yakni pertahanan militer dan nirmiliter. Dalam pertahanan nirmiliter unsur utama bidang ketahanan pangan ini dipegang oleh Kementerian Pertanian (lampiran Jakumhanneg 2020-2024).

Kementerian Pertahanan melihat pentingnya peran ketahanan pangan di masa damai maupun perang. Terjadinya konflik atau kerawasan sosial didalam masyarakat pada umumnya dipicu dari kebutuhan pokok dasar salah satunya adalah pangan. Pada masa damai kedaulatan pangan dapat menjadi salah satu kunci dalam stabilitas politik dan keamanan nasional karena tingkat harga pangan relatif stabil dan terjangkau, serta meningkatkan perekonomian nasional jika dapat melakukan ekspor pangan. Bagi prajurit otomatis akan mampu memelihara dan menjaga kebugaran fisik dan psikisnya karena terpenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia.

Pada masa perang kedaulatan pangan dapat menjadi salah satu kunci kemenangan perang terutama dalam perang berlarut yang panjang karena setiap prajurit yang bertempur akan dapat bertahan lebih baik dan lebih lama jika kebutuhan dasar (makan dan minum) terpenuhi dengan baik, sehingga tetap memiliki kesadaran dan fokus yang tinggi dalam menggunakan alat perang atau alat tempur perseorangan maupun Alutsista yang menjadi tanggung jawabnya. Secara global peperangan yang panjang dapat memicu kelangkaan pangan, sehingga menimbulkan kenaikan harga pangan, sampai terjadinya krisis ekonomi dan dampaknya kadang jauh di luar wilayah area perang tersebut.

Artikel di atas disusun bersama oleh Sadono, S.H., M.M., dan Mistiani, S.Sos, M.Mhan., keduanya merupakan Analis Pertahanan Negara Ahli Madya Sekretariat Balitbang Kemhan yang bertugas di Puslitbang Strahan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia