BALITBANG KEMHAN MENDORONG PENGEMBANGAN SMALL-MODULAR REACTOR BERBAHAN BAKU THORIUM UNTUK TUJUAN DAMAI DEMI KETAHANAN ENERGI NASIONAL
Friday, 23 August 2024Kapuslitbang Iptekhan Balitbang Kemhan, Marsma TNI S. Arief Hardoyo, ST, M.IT, M.Sc. menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada hari Kamis 8 Agustus 2024. Rakor dipimpin oleh Deputi Bidang Kerjasama Internasional Kemenko Perekonomian, dan diikuti oleh perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dewan Energi Nasional, BRIN, Bapeten dan Balitbang Kemhan. Rakor ini adalah untuk membahas potensi kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam bidang high and advanced technology yang bisa dikembangkan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah dalam bidang new energy (energi fisi nuklir) dalam bentuk pembuatan dan pemanfaatan Small Modular Reactors (SMRs)-Modular Reactor (SMR). Rakor juga membahas tentang kesiapan dan persiapan Indonesia untuk membangun sumber energi medium (<500MWatt) non-fosil berbasis uranium/thorium yang akan mulai digunakan tahun 2033. SMR dipandang mampu untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang ramah lingkungan selaras dengan rencana transisi energi menuju Net Zero Emisi (NZE) di tahun 2060 untuk mencapai target pertumbuhan nasional.
Kerjasama dalam teknologi SMR ini digagas oleh Amerika Serikat dan sudah disepakati oleh 14 negara yang tergabung dalam Indo-Pacific Framework. Sebagai prasyarat utama yang menjadi kesepakatan bersama adalah bahwa teknologi ini dimanfaatkan untuk tujuan damai yang memenuhi kriteria 3S, yaitu safety, security dan safeguard. Hal ini sejalan dengan rencana pemenuhan energi nasional sebagaimana yang disampaikan oleh Deputi Bidang Kerjasama Internasional. Dikemukakan bahwa hingga saat ini konsumsi energi listrik mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2017. Konsumsi ini masih
bisa diantisipasi dengan pasokan energi listrik nasional yang seimbang. Namun demikian, perubahan iklim global dan semakin menipisnya cadangan sumber energi fosil dihadapkan pada rencana transisi energi tahun 2035 dan rencana pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060 membuat Indonesia harus bergerak cepat agar pencapaian dan pemenuhan target bauran energi baru-terbarukan tahun 2060 dapat dipersiapkan secara optimal demi ketahanan energi nasional.
Selain untuk mengantisipasi kebutuhan energi nasional masa depan, selain untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk industri pengolahan hasil tambang (smelter), SMR juga dipersiapkan untuk menyambut rencana Amerika Serikat untuk memindahkan basis industri mikroprosesor yang semula di Taiwan ke negara-negara di Asia Tenggara. Kedua industri ini membutuhkan pasokan sumber energi listrik yang cukup besar dan stabil. Dihadapkan pada kemungkinan penempatan/lokasi kedua industri tersebut yang jauh dari pembangkit listrik konvensional, maka pembangkit listrik tenaga nuklir yang bersifat modular adalah pilihan yang feasible, efektif dan efisien.
Pengembangan SMR sebagai salah satu sumber energi alternatif tertuang dalam PP No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN). Kerjasama pengembangan SMR sudah dilakukan melalui kerjasama dengan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, yang diwujudkan dalam beberapa proyek, di antaranya adalah proyek study kelayakan pembangunan SMRs berkapasitas 462 MW dengan NuScale Power OVS, LLC di Pantai Gosong Kalimantan Barat. SMR berbahan baku Thorium adalah Green Nuclear yang memiliki energi tinggi, tidak terpengaruh oleh cuaca dan kondisi alam (faktor geografis), memiliki life time panjang tanpa recharger bahan baku, tahan tekanan, tahan goncangan, explosive-free, dan memiliki kemampuan shut down otomatis apabila ada accident. SMR bersifat ramah lingkungan karena tidak menghasilkan residu limbah; sisa limbah dapat dimanfaatkan untuk energi baterai, yang dapat diaplikasikan sebagai sumber tenaga cadangan
Kapuslitbang Iptekhan Balitbang Kemhan menyatakan bahwa program serupa pernah digagas oleh Balitbang Kemhan. Pada tahun 2020 Balitbang bersama dengan ThornCon Indonesia menandatangani memorandum of understanding pengembangan teknologi TMSR (Thorium Molten Salt Reactor). Selain untuk mendukung pertahanan negara, kerjasama litbang pengembangan PLTN skala kecil (<50MWatt) ini dimaksudkan untuk memenuhi energi listrik untuk daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Kerjasama ini tidak berlanjut karena adanya kebijakan Pimpinan Kemhan yang mengharuskan Balitbang untuk fokus pada litbang UAV, roket/rudal dan radar GCI. Namun demikian, Balitbang Kemhan memandang perlu untuk melanjutkan kerjasama ini, karena selain menjadi sumber energi listrik untuk daerah-daerah 3T, SMR juga dapat digunakan sebagai sumber tenaga bagi kapal-kapal TNI AL agar dapat berlayar dalam jangka waktu yang lama tanpa harus sandar untuk mengisi ulang bahan bakar. Mengingat sifatnya yang sangat strategis, Balitbang Kemhan sangat mendukung rencana dimasukkannya proyek pengembangan SMR berbahan baku Thorium dalam Proyek Strategis Nasional 2025.