Kunjungan Kerja Puslitbang Sumdahan Balitbang Kemhan Ke Korea Selatan
Wednesday, 14 August 2024Rangkaian kegiatan pengumpulan data yang dilakukan oleh Bidang SDM Puslitbang Sumdahan tentang litbang Studi Penyusunan Pola Pembentukan Komcad (Studi Komparasi Program Bela Negara di Korea Selatan) diantaranya adalah, kunjungan ke Korea Selatan pada tanggal 18 – 22 Juli 2022, meskipun suasana Covid-19 masih menyelimuti.
Kapuslitbang Sumdahan Kemhan Brigjen TNI. Dr. I.E. Djoko Purwanto, S.E.,M.M beserta 4 orang staf diterima oleh Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Gandi Sulistiyanto Soeherman, didampingi Atase Pertahanan Kolonel PNB Akal Juang.
Kunjungan pulta di awali ke Musium Perang Korea selatan dalam rangkaian mengenal dan memahami sejarah perang dan konsep pertahanan Korea Selatan, selanjutnya melaksanakan diskusi dengan Ministry National of Defense (MND), kunjungan ke Dislokasi tempat untuk warga negara Korea yang mengikuti wajib militer, dan diakhiri melaksanakan diskusi dengan Military Manpower Administration (MMA).
Resume dalam format info grafik hasil studi banding di Korea Selatan dikomparasikan dengan Komcad di Indonesia
PUSLITBANG SUMDAHAN KUNJUNGAN KE UNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTA
Kapuslitbang Sumdahan Brigjen TNI Afson Riswandi Sirait, S.E., M.Pd beserta staf melaksanakan kunjungan kerja ke Sekolah Pasca Sarjana UGM Yogyakarta pada tanggal 16 Mei 2024, dalam rangka pengumpulan data litbang Studi Pengelolaan Komponen Pendukung Sumber Daya Manusia Untuk Pertahanan Negara, tim di terima oleh Kaprodi Pascasarjana Ketahanan Nasional Prof Armaydi Armawi, M,Si.
Dalam kegiatan ini disampaikan oleh tim maksud dan tujuan penelitian serta beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan judul penelitian yang sedang dikerjakan.
Kaprodi menjelaskan yang menjadi permasalahan apabila komponen pendukung akan dilaksanakan di lingkungan UGM maupun lingkungan kampus yang lain adalah belum dipahami konstitusinya yaitu UU PSDN No.23 tahun 2019.
Disampaikan juga, seperti diketahui konstitusi itu sifatnya istimewa karena ada hak dan kewajiban yang berarti negara harus mensejahterakan dan mencerdaskan rakyatnya (Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4). Secara geopolitik, Indonesia merupakan soft state yang bisa bekerja sama dengan negara mana saja yang menjadikannya tidak mudah berkonflik ataupun berperang dengan negara lain.
Namun demikian Kemhan melalui kebijakan startegi pertahanan negara tetap perlu mengantisipasi setiap perkembangan Lingstra dan ancaman global, sehingga perlu untuk mempersiapkan diri sebagai langkah antisipasi.
Untuk memperkuat pertahanan negara, TNI harus bersinergi dan berkolaborasi dengan rakyat dalam menjaga kedaulatan negara untuk menghadapi ancaman militer dan hibrida baik dari dalam maupun dari luar negeri. Menurut Kaprodi kesejahteraan sangat penting, pada saat masyarakat sejahtera mereka akan bergerak dengan sendirinya membela negara dengan pikiran, harta dan jiwanya. Masyarakat terbiasa dengan kebebasan berpendapat dan berkumpul serta peluangnya yang luas untuk bekerja mengembangkan kesejahterannya sendiri tanpa paksaan dan intervensi, sehingga militerisasi publik menjadi tidak populer di tengah masyarakat Indonesia. Rekrutmen Menwa yang semakin menurun adalah salah satu indikator penting melunturnya popularitas militerisasi di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, trauma reformasi tahun 1998 pada setiap bentuk kebijakan tentang pertahanan yang selalu diartikan sebagai militerisasi.
Kondisi ini terjadi karena kurangnya sosialisasi kebijakan pertahanan yang ada sehingga terbentuk pemahaman yang kurang komprehensif terhadap kebijakan pertahanan yang mendorong/menimbulkan kesan adanya pelaksanaan regulasi yang cenderung dipaksakan. Pelibatan masyarakat (lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, lingkungan pemukiman) dalam hal tersebut di atas dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah mengacu pada satu kebijakan, meskipun sebenarnya daerah sudah melaksanakan dengan cara yang berbeda-beda. Untuk itu perlu terobosan dan inovasi guna memperkuat sumber daya pertahanan negara melalui kesejahteraan, yang pada akhirnya bila komponen pendukung ditawarkan dapat diterima oleh masyarakat karena pemahaman bahwa kebijakan pertahanan itu tidak selalu berarti berupa militerisme.