Strategi Pertahanan Pulau-Pulau Besar Dalam Mendukung Kebijakan Indonesia Sebagai Poros Maritim

Tuesday, 23 July 2024

Jakarta – (15/02/2022) FGD Litbang tentang Strategi Pertahanan Pulau-Pulau Besar Dalam Mendukung Kebijakan Indonesia Sebagai Poros Maritim, merupakan salah satu program kerja Bidang Lingkungan Strategis, Puslitbang Strahan Balitbang Kemhan TA. 2022. Ketertarikan tim litbang di Bid Lingstra Puslitbang Strahan terhadap tema Poros Maritim bermula dari gagasan Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim, dengan cara menjadikan seluruh wilayah perairan di Indonesia sebagai wilayah aman di dunia terhadap semua aktivitas dan transportasi laut, bagi masyarakat maupun pelaku usaha. Namun demikian pembangunan maritim bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan, sangat diperlukan kerjasama semua stakeholders dalam mengoptimalkan pembangunan maritim pada tingkat nasional, regional dan global. Selain kerjasama sangat dibutuhkan pula adanya sasaran strategis yang komprehensif, serta antisipasi pembangunan yang efektif, konsisten dan berkelanjutan. Tujuan dari Pembangunan Kedaulatan Maritim melalui Konsep Poros Maritim, adalah untuk mengembalikan kejayaan bahari nusantara, menjaga stabilitas keamanan kawasan, serta membuka peluang kerja sama regional dan internasional bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan judul litbang tentang Strategi Pertahanan Pulau-Pulau Besar Dalam Mendukung Kebijakan Indonesia Sebagai Poros Maritim, meliputi lingkup yang sangat luas yakni seluruh wilayah perairan Indonesia. Untuk perlu adanya pembatasan ruang lingkup penelitian agar lebih fokus dan disesuaikan dengan keterbatasan sumber daya yang ada. Pembatasan ruang lingkup penelitian yang dimaksud adalah wilayah Pulau Sumatera di sekitar Selat Malaka.cDalam pelaksanaan kegiatan litbang selanjutnya dibagi dalam beberapa kegiatan salah satu diantaranya adalah FGD awal di Jakarta, guna menjaring masukan, saran, ilmu pengetahuan, dan pengalaman penting dari narasumber dan peserta FGD, sebagai bahan acuan dan referensi tim peneliti sebelum terjun ke lokasi penelitian. Saat pelaksanaan FGD dilakukan secara hibrid yaitu gabungan antara tatap muka dan online melalui zoom meeting. Gambaran hasil FGD secara garis besar diawali dengan narasumber yang terlibat yakni: Andrew Wiguna Mantong, Peneliti Department of International Relations, CSIS, Edy Prasetyono, S.Sos., MIS, Ph.D, Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UI, Dr. Dwi Hartono, S.Pd, M.AP, MtrOpsla, Kasubditjian Pimnas Debidjianstrat, Lemhannas RI, Basillo Dias Araujo, Asisten Deputi Delimitasi Maritim dan KawasanPerbatasan, Kemenko Marvest, Fauzan Muslim, Dirhankam Kementerian PPN/Bappenas, Kolonel Laut (S) Taufik Wijoyoko, Kabid Strahan Kemenko Polhukam, Kolonel Laut (P) Bambang Dharmawan, S.E, M.Sc, Paban V Straops dan Diplomasi Sopsal, dan Kolonel Arh Riksawan Ardhianto, S.Ip, Paban I/Jakrenstra Srenum TNI. Pokok-pokok pikiran hasil FGD yang didapat antara lain: Realisasi pengembangan pulau-pulau besar dengan pulau-pulau terdepan dalam konteks pertahanan Indonesia secara dokrin memiliki satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Asumsinya adalah pulau-pulau besar merupakan bentuk kekuatan mandiri yang akan mampu menyuplai logistik ke pulau terdepan. Pulau terdepan (terluar) adalah garis pertahanan terdepan yang mensyaratkan memiliki kemampuan untuk striking, defense dan patroli wilayah (surveilans) ke wilayah-wilayah dengan proyeksi (orientasi) ke luar, yang dijadikan fokus dan andalan utama adalah sistem udara dan laut yang menjadi mata dan telinga Indonesia. Dengan terwujudnya strategi pertahanan pulau-pulau besar ini masyarakat akan merasa terbantu dengan kehadiran para prajurit TNI di wilayahnya, karena secara ekonomi akan meningkatkan perputaran uang/roda ekonomi, atau terbangunnya fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, pasar dan fasilitas umum lainnya. Terlepas dari kebutuhan lahan yang akan digunakan untuk kepentingan pertahanan ini, hal utama yang harus menjadi pemikiran bersama adalah masih adanya beberapa kasus terkait sengketa lahan dengan masyarakat maupun sinergitas dengan pemerintah daerah terkait penyediaan lahan untuk pertahanan. Terkait sengketa batas maritim terdapat mekanisme yang dapat digunakan khususnya di Selat Malaka yakni melalui kerjasama bilateral dan multilateral yang sudah ada saat ini melalui wadah ASEAN maupun melalui kerjasama non ASEAN. Sedangkan untuk meminimalisir konflik terbuka di kawasan adalah dengan strategi preventif melalui diplomasi, patroli bersama, kerjasama di bidang intelijen, kunjungan kenegaraan dan latihan bersama. Indonesia memandang perlu untuk lebih mengintensifkan diplomasi dan perundingan dengan negara Malaysia, karena Malaysia dianggap akan menjadi mitra potensial ke depan dibidang kemaritiman. Beberapa saran masukan yang diterima pada FGD ini antara lain: perlu tambahan satuan TNI terintegrasi terutama di sisi barat khususnya di Pulau Nias, Sumatera Barat, karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki jarak yang sangat panjang; dalam penentuan air defence identification zone (adiz), dapat dipilih apakah based on trap, based on strategys atau based on capability atau kombinasi dari ketiganya, hal ini tergantung dari arah ancaman yang berpotensi akan datang: perlu dibangun infrastruktur dan alutsista yang lebih modern khususnya dalam menghadapi perkembangan situasi di LCS, karena adanya persaingan negara-negara besar yang secara teknologi memiliki keunggulan dibandingkan dengan Indonesia. Kendala pertahanan Indonesia saat ini adalah terkait Pandemi Covid-19 yang membuat Indonesia sedikit vakum dalam melihat potensi-potensi ancaman yang dihadapi akibat terjadinya pengalihan anggaran restrukturasi infrastruktur dan alutsista, serta pembangunan pertahanan di wilayah-wilayah strategis. (full version @Bidlingstra Puslitbang Strahan)Dokumentasi Kegiatan FGD Jakarta: Litbang “Strategi Pertahanan Pulau-Pulau Besar Dalam Mendukung Kebijakan Indonesia Sebagai Poros Maritim”

 




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia