Menhan RI : Perbesar Persamaan Perkecil Perbedaan Demi Stabilitas Keamanan Kawasan Asia Pasifik
Minggu, 4 Juni 2017Singapura – Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu, Minggu(4/6), menjadi pembicara pada IISS Shangri-La Dialogue 2017 pada hari ketiga sesi ke empat plenary yang mengangkat tema “Finding Common Ground on Regional Security” di IISS, Singapura. Pada kesempatan itu Menhan Ryamizard Ryacudu menyampaikan pandangan mengenai “Mencari Persamaan Guna Mewujudkan Keamanan Kawasan”. Menhan Ryamizard Ryacudu menyampaikan bahwa Indonesia merasa pentingnya negara-negara ASEAN pada umumnya dan mitra ASEAN pada khususnya untuk bersama-sama membesarkan persamaan yang ada di antara negara-negara dan bersama-sama mengecilkan perbedaan yang ada selama ini yang dapat mengancam hubungan persaudaraan antar negara-negara.
Dengan memperbesar persamaan dan memperkecil perbedaan akan dapat lebih memperkuat persaudaraan dan kerjasama yang ada, sejalan dengan the spirit of ASEAN dan the spirit of ASEAN plus. Sehingga pada akhirnya semua pihak dapat menyelesaikan setiap persoalan yang ada di dunia ini dengan semangat yang dimiliki oleh ASEAN sejak terbentuknya 50 tahun lalu.
Forum Shangri-La Dialogue ini sangat penting untuk memperkuat komunikasi dan dialog interaktif yang produktif untuk secara bersama-sama mencari kesamaan pandangan di dalam menghadapi persoalan dan tantangan kita bersama yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dam keamanan kawasan. Hal ini merupakan tujuan dari setiap pemerintah negara untuk mewujudkan rasa aman bagi rakyatnya, senantiasa berupaya merubah ketidakpastian menjadi kepastian.
Beberapa kesempatan yang merefleksikan citra dari kerjasama negara-negara mitra ASEAN adalah kesamaan kompleksitas ancaman dan tantangan nyata non tradisional. Ancaman nyata tersebut adalah terorisme dan radikalisme, bencana alam, wabah penyakit, kejahatan maritim, pelanggaran wilayah, dan pencurian Sumber Daya Alam dan mineral, pemberontakan dan separatisme, peperangan siber dan informasi serta penyalahgunaan narkoba.
Isu terorisme saat ini telah semakin berkembang dan telah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Persoalan ISIS telah berkembang menjadi persoalan dunia dengan telah membuktikan pada dunia mampu menerobos keamanan Eropa dan Asia yang sangat ketat, terbukti dengan rentetan aksi bom-bom bunuh diri mereka baru-baru ini. Berdasarkan data CIA pada akhir tahun 2016 kekuatan ISIS di dunia berjumlah lebih dari 31 ribu orang pejuang. Sedangkan di Asia Tenggara diperkirakan terdapat lebih dari 1000 orang simpatisan. Dengan jumlah tersebut saja mereka telah mampu menimbulkan rasa takut dan teror di seluruh penjuru dunia. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan tegas menolak ISIS dan tidak akan memberikan tempat bagi kelompok ini hidup di Indonesia.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Indoensia siap mendukung kerjasama intelijen maupun pertukaran informasi dalam mengatasi ancaman terorisme ini baik dengan negara-negara ASEAN maupun dengan negara-negara sahabat lainnya. Indonesia dengan pendudek muslim berjumlah lebih dari 200 juta orang sangat berpotensi menjadi sasaran pengaruh radikalisme dari kelompok ISIS. Berdasarkan hasil survey baru-baru ini diketahui bahwa 96% masyarakat Indonesia dengan tegas menolak ideologi ISIS. Namun demikian masih ada 4% masyarakat yang belum memberikan jawaban mengenai hal ini.
Dalam menghadapi radikalisme ISIS ini Indonesia menggunakan strategi pemantapan mindset untuk seluruh masyarakat Indonesia dengan kembali kepada jati diri bangsa yaitu dengan nilai-nilai budaya bangsa yang telah tertanam sejak dulu. Penolakan terhadap ideologi ISIS oleh sebagian besar masyarakat Indonesia ini juga tercermin dari banyaknya organisasi massa baik yang bersifat umum maupun keagamaan yang menandatangani MoU dengan Kementerian Pertahanan untuk siap melawan ideologi radikalisme ISIS. Untuk 4% lainnya ini juga harus dijaga agar mereka tidak memihak dan bersimpati kepada ISIS.
Menhan RI meyakini bahwa aspek penanganan fisik bersenjata terhadap aksi terorisme hanya berkontribusi sebesar 1% dalam penanganan terorisme. Sementara 99% penyelesaian radikalisme ini sangat ditentukan oleh upaya seluruh rakyat melalui penanaman nilai-nilai kesadaran bela negara masing-masing. Hal ini sejalan dengan apa yang telah dilaksanakan Kemhan RI dalam menghadapi radikal ISIS.
Menhan Ryamizard Ryacudu telah mendesain strategi pertahanan negara khas Indonesia yang dibangun berlandaskan kekuatan hati nurani yang kemudian menjadi strategi pertahanan smart power yaitu strategi pertahanan negara yang bersifat defensif aktif yang merupakan penggabungan antara kekuatan soft power dan kekuatan hard power dengan sistem perang rakyat semesta yang bersifat pembangunan kekuatan ke dalam dengan menguatkan jiwa, semangat, dan pikiran rakyat dengan konsep kesadaran bela negara. (DAS/JLY)