Kemhan Berkomitmen untuk Berikan Perlindungan dan Bantuan Hukum kepada Pegawai Kemhan
Selasa, 23 Mei 2017Jakarta – Kementerian Pertahanan (Kemhan RI) memiliki komitmen terhadap penegakan hukum, pemberian rasa aman kepada saksi serta pemberian bantuan lembaga atau dinas kepada pegawai Kemhan yang memerlukan perlindungan dan bantuan hukum. Komitmen tersebut diwujudkan dalam Biro Hukum Setjen Kemhan dalam suatu kegiatan Penyuluhan Hukum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Selasa (23/5).
Saat membuka penyuluhuan hukum yang berlangsung di kantor Kemhan Jakarta, Kepala Biro Hukum Setjen Kemhan Marsma TNI Bambang S. Eko, M.Si (Han) yang membacakan sambutan Sekjen Kemhan mengungkapkan bahwa Kemhan RI berkewajiban memberi pemahaman kepada pegawai Kemhan agar menjadi warga negara yang patuh pada hukum. Tanpa ada rasa takut melaporkan jika melihat dan mendengar terjadi suatu tindak pidana di lingkungan kerja. Selain itu agar pegawai Kemhan mendapatkan rasa aman selama menjalankan proses peradilan.
Oleh karenanya, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) dituntut untuk memastikan saksi dan korban mendapatkan perlindungan dan rasa aman baik fisik maupun mental dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Seperti diungkapkan nara sumber dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu bahwa LPSK adalah lembaga mandiri yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban.
Untuk mempertegas tugas dan fungsinya, LPSK mengajukan perubahan terhadap UU 13 Tahun 2006 yang kemudian di ubah menjadi UU 31 Tahun 2014 dengan beberapa perubahan terkait kelembagaan dan kewenangan dalam pelaksanaan perlindungan dan bantuan bagi saksi, saksi korban, saksi ahli, saksi pelaku, pelapor dan juga bagi korban.
Undang-undang mengamanatkan LPSK untuk memberi perhatian pada tindak pidana pelanggaran HAM yang berat, korupsi dan tindak pidana pencucian uang, terorisme, tindak pidana perdagangan orang serta penyiksaan dan penganiayaan berat. Selain itu juga tindak pidana narkotika dan psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, penyiksaan atau penganiayaan berat serta tindak pidana lainnya yang mengakibatkan posisi saksi atau korban pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.
Dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 ada beberapa hak saksi dan korban seperti perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, pendampingan, merelokasi ke tempat yang aman hingga situasi aman serta merubah identitas. (ERA/SSI)