Kemhan Susun Roadmap Pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence)
Kamis, 16 Maret 2017Jakarta- Kementerian Pertahanan melalui Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan Roadmap Pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence). Penyusunanan Roadmap Pertahanan Sumber Daya Hayati merupakan langkah penting dan strategis, karena Sumber Daya Hayati selain memberi keuntungan, disisi lain dapat mengancam kehidupan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Kegiatan FGD yang mengangkat tema “Melalui Pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence), Kita Bangun Sistem Pertahanan Semesta” tersebut dibuka oleh Sekretaris Ditjen Pothan Kemhan Brigjen TNI Sunaryo yang dalam kesempatan tersebut mewakili Dirjen Pothan Kemhan Dr. Sutrimo, Kamis (16/3) di kantor Kemhan, Jakarta.
FGD dihadiri oleh pejabat terkait dari Kemhan dan TNI, serta beberapa pejabat perwakilan dari instansi dan lembaga terkait lainnya yakni Kemenko Polhukam, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, BPOM, BNPT, BNPB, LIPI, BPPT, Unhan, UI dan IDI.
“Intensitas ancaman dari sumber daya hayati menjadi semakin meningkat dengan kemajuan dibidang rekayasa genetika, teknologi nuklir, biologi-khusus bioteknologi, dan kimia. Demikian juga dampak yang ditimbulkannya, dapat mengenai berbagai aspek kehidupan suatu bangsa, baik itu aspek ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan negara”, ungkap Dirjen Pothan Kemhan dalam sambutannya tertulisnya yang dibacakan oleh Ses Ditjen Strahan Kemhan.
Kemhan memandang perlu menyusun Roadmap Pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence), sebagai suatu langkah-langkah atau upaya biosecurity dan biosafety terhadap kelompok organisme yang dapat menimbulkan ancaman biologis atau penyakit menular.
Dijelaskan Dirjen Pothan Kemhan, Roadmap ini disusun sebagai acuan bagi Kementerian Pertahanan dan Kementerian/Lembaga terkait dalam penanganan penyalahgunaan Sumber Daya Hayati untuk kepentingan tertentu yang dapat digunakan untuk menyerang suatu negara sebagai senjata biologi dan lain-lain.
Hal ini dilakukan karena pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence) harus dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh (integratif dan komprehensif) yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah daerah, Perguruan Tinggi serta masyarakat guna mencegah dan mengeliminasi bahaya yang ditumbulkannya.
“Karena tujuan dari Biodefence adalah untuk mengintegrasikan upaya berkelanjutan dari sistem keamanan nasional umumnya dan sistem pertahanan negara pada khususnya, perlindungan wilayah, perlindungan medis, peningkatan kesehatan masyarakat, bagian dari upaya diplomatik, dan penegakan hukum”, tambahnya.
Melalui penyelengaraan FGD ini, Kemhan berharap dapat memperoleh gambaran bagaimana upaya peningkatan koordinasi dan kerjasama yang lebih intens, antara K/L, Pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat secara luas dalam membangun pertahanan Sumber Daya Hayati yang terintegrasi.
Selanjutnya Kemhan juga dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana memanfaatkan kapasitas sumber daya manusia, serta sarana dan prasarananya serta bagaimana membangun sistem informasi terpadu sehingga mampu mendeteksi sedini mungkin ancaman yang menggunakan sumber daya hayati sebagai media dan jalan masuk yang dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara.
FGD berlangsung selama satu hari dan dibagi dalam dua sesi, pada sesi pertama menghadirkan nara sumber yakni Direktur Keamanan Nasional dan Pelucutan Senjata Ditjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri dengan materi “Kebijakan Luar Negeri Indonesia terkait dengan Konvensi Senjata Biologi 1972, Resolusi PBB 1540 dan Pengamanan Sumber Daya Hayati”, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dengan materi “Kebijakan dan Peran Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terkait dengan Pertanahanan Sumber Daya Hayati”, dan Kepala Pusat Kajian Intelijen Strategis STIN dengan materi “Strategi dan Peran BIN dalam rangka Pertahanan Sumber Daya Hayati”.
Sedangkan pada sesi kedua hadir menjadi nara sumber Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian dengan materi “Peran Kementan dalam Menangani Perlindungan Varietas Tanaman guna Pertahanan Sumber Daya Hayati”, Dirkes Ditjen Kuathan Kemhan dengan materi “Kebijakan Kesehatan Pertahanan terkait Biodefence dan Program serta kegiatan yang telah dilakukan terkait pertahanan Sumber Daya Hayati”, dan Direktur Lembaga Eijkmen dengan materi “Kapasitas yang dimiliki Eijkmen dalam rangka mendukung Pertahanan Sumber Daya Hayati”.(BDI/RAF)