Hukum wanita bepergian/Mabit
Jumat, 16 Januari 2015
Hukum Wanita Bepergian
/ Mabit
Hukum Wanita
Bepergian / Mabit
Wanita yang
sudah akil baligh memang tidak diperkenankan untuk keluar rumah lebih dari tiga
hari kecuali ditemani oleh mahram atau suaminya. Larangan ini bersifat umum dan
jelas berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
`Tidak halal bagi wanita muslim bepergian lebih dari tiga hari kecuali bersama
mahramnya`.
Para ulama berbeda pendapat bila tujuannya adalah untuk pergi haji. Dalam
masalah mahram bagi wanita dalam pergi haji, ada dua pendapat yang berkembang.
1. Pendapat Pertama : Mengharuskan ada mahram secara mutlak.
Seorang wanita yang sudah akil baligh tidak diperbolehkan bepergian lebih dari
tiga hari kecuali ada suami atau mahram bersamanya. Hal itu sudah ditekankan
oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lalu dalam sabda beliau.
Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda,`Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali bila ada
mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.
Ada seorang yang berdiri dan bertanya,`Ya Rasulullah SAW, istriku bermaksud
pergi haji padahal aku tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu.
Rasulullah SAW bersabda,`Pergilah bersama istrimu untuk haji bersama istrimu`.
(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad.)
Hal itu juga diungkapkan oleh Ibrahim An-Nakha`i ketika seorang wanita bertanya
via surat bahwa dia belum pernah menjalankan ibadah haji karena tidak punya
mahram yang menemani. Maka Ibrahim An-Nakha`i menjawab bahwa anda termasuk
orang yang tidak wajib untuk berhaji. Kewajiban harus adanya mahram di atas
adalah sebuah pendapat yang dipegang dalam mazhab Hanafi dan para pendukungnya.
Juga pendapat An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri, Ahmad dan Ishaq.
2. Pendapat Kedua : Tidak mengharuskan secara mutlak
Seorang wanita boloeh bepergian untuk haji asal ada mahram atau suami atau ada
sejumlah wanita lain yang tsiqah (dipercaya). Ini adalah pendapat yang didukung
oleh Imam Asy-Syafi`i ra. Bahkan dalam satu pendapat beliau tidak mengharuskan
jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu saja wanita yang tsiqah. Bahkan dalam
riwayat yang lain seorangwnaita boleh pergi haji sendirian tanpa mahram asal
kondisinya aman.
Namun semua itu hanya berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib.
Sedangkan yang sunnah tidak berlaku hal tersebut. Pendapat ini didasarkan pada
sabda Nabi yang menyebutkan bahwa suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji
dari kota Hirah ke Mekkah dalam keadaan aman. Rasulullah SAW bersabda,
`Wahai Adi, bila umurmu panjang wanita di dalam haudaj (tenda di atas punuk
unta) bepergian dari kota Hirah hingga tawaf di Ka`bah tidak merasa takut
kecuali hanya kepada Allah saja`. (HR. Bukhari)
Selain itu pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung
dengan dalil bahwa para istri nabi pun pergi haji di masa Umar setelah
diizinkan oleh beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan dan
Abdurrahman bin Auf.
(HR. Bukhari).
Ibnu Taymiyah sebagaimana yang tertulis dalam kitab Subulus Salam mengatakan
bahwa wnaita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah. Begitu juga dengan orang
yang belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah.
Karean itu bila memang tidak terlalu penting dan lengkap persyaratannya,
sebaiknya para akhwat tidak diprogram dengan acara yang menginap, apalagi di
luar kota. Kecuali dengan pertimbangan yang betul-betul matang sekali dan
dengan alasan yang sangat kuat pada kasus tertentu.