PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA BAGI MAHASISWA  

Rabu, 12 Juni 2024

Oleh: Totok Yuswiyanto, SE, MM.

Pembina Tk.I IV/B NIP. 197306072002121001

 

Pendahuluan.

Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Secara operasional pada setiap tataran, upaya bela negara memiliki wujud yang berbeda-beda sesuai dengan profesi dan kedudukan warga negara. Oleh sebab itu mahasiswa yang menjadi domain pendidikan memiliki implementasi yang berbeda pula dan akan berbeda jauh wujudnya jika dibandingkan dengan TNI yang menjadi domain pertahanan negara. Sebagai akibatnya pembinaannya pun juga berbeda.

Bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku, serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yg berdasarkan Pancasila & UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dari ancaman. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Bela negara tidak semestinya dipahami sebagai “memanggul senjata” atau hal yang berbau “militer”, akan tetapi merupakan kekuatan dinamika kehidupan warga negara di semua aspek kehidupan sesuai dengan profesinya masing-masing. Spektrum bela negara sangat luas, dimulai dari hal yang paling lunak sampai dengan hal yang paling keras, mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha dan tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan dan/atau pelatihan kepada warga negara guna menumbuhkembangkan sikap perilaku serta menanamkan nilai dasar Bela Negara. Membangun kesadaran bela negara, berarti membangun watak bangsa, yakni  membangun perilaku manusia Indonesia yang memiliki jati diri sebagai bangsa. Terbangunnya jati diri bangsa melahirkan ikatan maya yang dapat tertembus, tetapi tidak akan terputus, sebab ia berupa cara dan pola pikir manusia Indonesia yang memiliki kebanggaan dan kebangsaan Indonesia yang dilandasi cinta tanah air dan siap bela negara. Kecintaan kepada tanah air merupakan unsur pembuka bela negara, yang berujung pada kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia.  Dalam ranah kejiwaan yang dilakukan adalah menggugah rasa kebangsaan dan cinta tanah air, yang kemudian terejewantahkan pada perilaku rela berkorban.  Dengan landasan sikap perilaku cinta tanah air dan rela berkorban ini lahirlah jiwa juang untuk berbuat dan berperilaku yang terbaik untuk negara dan bangsa, yang menunjukkan etos kebangsaan.

Etos kebangsaan ini pada dasarnya adalah kemampuan awal bela negara. Isi etos kebangsaan adalah tampilan profesionalisme warga negara dalam bidang tugasnya. Kemampuan awal bela negara ini dirangkum dalam sistem pertahanan negara sebagai kekuatan dan kemampuan nirmiliter yang berisi unsur-unsur penggerak kesadaran bela negara yang mencakup : Cinta tanah air, yakni mengenal dan mencintai wilayah nasional sehingga selalu waspada serta siap membela tanah air Indonesia terhadap segala bentuk ancaman baik militer maupun non militer;   Sadar berbangsa dan bernegara Indonesia, yakni selalu membina kerukunan persatuan dan kesatuan dan selalu mengutamakan kepentingan bangsa diatasakepentingan pribadi atau golongan serta memahami lambang dan lagu kebangsaan serta  mentaati seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku;    Yakin terhadap kebenaran Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, yakni keyakinan akan landasan kehidupan bangsa Pancasila yang dapat membawa kepada kehidupan sesuai dicita-citakan;   Rela berkorban bagi bangsa dan negara,  yakni setiap langkah dan tindakan tidak hanya mementingkan  diri sendiri, tetapi lebih dari itu bahwa kemaslahatan umumlah yang utama, dan mampu melihat kepentingan jauh ke depan untuk kepentingan negara dan bangsa;  Memiliki kemampuan awal bela negara, yang karena keempat kualitas yang dimiliki di atas mampu menampilkan sifat-sifat terampil, disiplin, ulet, tanggap, tanggon, trengginas serta percaya pada kemampuan diri.

 

Mahasiswa sebagai generasi muda

Mahasiswa secara psikologis tidak lain adalah generasi muda yang belum dewasa, masih dalam proses pencarian jati diri, namun sekaligus seperti magma, yang siap meledak dan keluar dari perut bumi idealismenya. Oleh karena itu pada masa-masa awal Republik ini berdiri watak generasi demikian disebut sebagai revolusioner yang mungkin sekarang disebut sebagai militan. Watak revolusioner itu, sebagai bagian dari kekuatan bangsa merupakan potensi hidup, investasi masa depan yang akan membawa, memelihara dan mengembangkan bangsa pada kejayaannya, yang masih dalam proses pematangan. Dengan demikian mahasiswa sebagai generasi muda berkaitan dengan sebuah masa pembelajaran yang bergejolak menuju dewasa yang disebut menuju kesatuan sosial produktif.

Mahasiswa dalam penggambaran itu diletakkan dalam rentang usia antara 19 sampai dengan 30 tahun, yakni setelah lulus SMA sampai dengan kesiapannya memasuki dunia kerja atau dunia sosial produktif, setelah selesai menempuh studi di perguruan tinggi. Pada rentang usia itu manusia mengalami pencerahan sosial politik dan sosial ekonomi, mulai merentangkan sayap baru mengenal dunia. Dari pemahaman barunya ini mahasiswa sesungguhnya baru mulai belajar tentang kehidupan. Tingkat pemahaman sosialnya baru mulai berkembang utuh, namun masih belum melihat segala sesuatu sebagai realitas penuh. Oleh sebab itu padanya ditemui sebuah proses pembelajaran dan penuh dengan keingintahuan tentang kehidupan.

Sukarno, Hatta, Sjahrir, Sutomo, Cipto Mangunkusumo, dan masih banyak lagi pada awalnya adalah para mahasiswa yang terinspirasi oleh lingkungan yang kemudian membimbingnya menuju karya besar perjuangan Indonesia merdeka. Masa-masa awal mereka mendapatkan bimbingan yang dijumpainya adalah masa mahasiswa. Namun dalam perkembangannya kiprah dan gerakan mereka keluar dari konsep pembelajaran dan justru mulai serius, revolusioner, karena berani menentang Pemerintah. Merendahkan gerakan itu Belanda mencap mereka sebagai ”pemuda” yang belum matang dan menyebutnya sebagai “kaum teroris”, “ekstrimis”. Dalam konteks gerakan untuk menuju kemerdekaan ini konsep pemuda dimaksud tidak terikat pada umur atau lepas dari konsep generasi muda, karena gerakan mereka adalah gerakan politik, gerakan untuk mengusir penjajah.   Pemuda dalam konsepsi ini adalah konsepsi politik yang sering gerakannya disebut sebagai “Revolusi Pemuda”. Disebut sebagai konsepsi politik karena kegairahan gerakan ini seperti layaknya semangat muda yang melanda semua generasi. Anak-anak, muda, tua semua yang merasa terjajah tersengat dan terdorong menggelora ingin merdeka. Peristiwa-peristiwa heroik merebut kemerdekaan Indonesia adalah gambaran semangat muda yang tidak hanya melanda orang berusia muda tetapi menyeluruh pada segala lapisan usia.  Dengan uraian tersebut disimpulkan pada dasarnya mahasiswa adalah generasi muda sebagai konsep sosial yang berbeda dengan pemuda yang merupakan konsep politik.  Namun meskipun demikian, secara substansi terdapat suatu kesamaan. Baik generasi muda maupun pemuda merangkum idea kegairahan, keingintahuan, semangat yang membara, yang siap menantang kehidupan.

 

Arah Pembinaan Kesadaran Bela Negara Mahasiswa

Mahasiswa sebagai generasi muda memiliki watak khas tahapan pembelajaran menuju perannya dalam masyarakat. Dalam kerangka itu pada dasarnya mahasiswa harus dapat menjadi manusia pembelajar, yang mampu menjalani perannya sebagai pembelajar tingkat dasar yang sedang melakukan transformasi untuk dapat menjadi pemimpin di tingkat menengah, sebelum menjadi guru di tingkat tinggi. Pada peralihan itu mahasiswa sedang berada dalam suasana peralihan, dari aktualisasi potensi ke dunia luar menjadi memusatkan aktualisasi pada potensi bersama, berkutat mencari jati diri menjadi menggumuli jati diri, perannya sebagai figuran menjadi perannya sebagai aktor pemeran utama, berusaha mengenali bakat, talenta, dan kelemahannya menjadi menggunakan bakat, talenta, dan kelemahannya untuk membantu orang lain dan kemanfaatannya untuk diri sendiri, dan seterusnya.

Dalam gejolak peralihan itu mahasiswa dipenuhi oleh rasa ingin tahu, tetapi arah mana yang dituju adalah sebuah tanda tanya besar. Banyak mahasiswa dan generasi muda pada umumnya terjebak dalam perilaku dan landasan nilai yang salah, sehingga masa pembelajarannya menjadi sia-sia. Dalam hal ini mahasiswa harus mampu membaca arah tujuan hidupnya. Kepekaan terhadap lingkungan dan kondisi sosial menjadi landasan bacaan itu. Ketika Sukarno, Syahrir, Hatta menjadi mahasiswa, mereka mengembangkan kepekaan sosial politiknya sehingga mampu membaca tanda-tanda jaman, kemudian bersikap dan berbuat pada eranya, serta mematangkan diri sebagai generasi muda dan kemudian memimpin bangsanya.

Jati diri bangsa terbentuk oleh proses sosial budaya dalam pengalaman sejarah bangsa. Dalam sejarahnya jiwa bangsa Indonesia bersatu dalam semangat patriotisme lahir dari rasa senasib sepenanggungan.  Kondisi senasib sepenanggungan ini dari kajian sosiologis kemudian menguatkan semangat “gotong royong”, “toleransi” dan “solidaritas”. Sedangkan dari kajian politik dikenal dengan patriotisme yang diciri oleh kharakter menonjol `yang terdiri dari “cinta tanah air”, “ rela berkorban”, dan “rasa kebangsaan”.

Dengan pemahaman kharakter tersebut, sudah seharusnya ia menjadi penciri dari segenap bangsa dan geraknya sehingga menjadi pendinamisir tata kehidupan bangsa dan sekaligus menjadi modal untuk berinteraksi dengan bangsa lain.

 

Strategi Pembinaan Kesadaran Bela Negara Mahasiswa

Dari uraian di atas, arah pembinaan kesadaran bela negara mahasiswa, sesuai dengan tingkatan psiko-sosialnya adalah pembentukan kharakter dan jati diri untuk dapat menjadi landasan kepekaannya. Nilai atau jati diri yang dikembangkan dalam ranah sosial sebagai gotong royong, toleran, solidaritas, dan dalam ranah politik sebagai cinta tanah air, rela berkorban dan rasa kebangsaan.  Berdasarkan lapis kapabilitas itu, strategi yang disusun juga berada pada arah membangun kepekaan sosial dan kepekaan politik. Kepekaan sosial dikembangkan dengan membentuk mahasiswa sebagai pribadi yang utuh, pribadi yang berani sekaligus bertanggung jawab, pribadi yang berani sekaligus penuh pertimbangan pada saat bersamaan. Upaya yang dilakukan pada umumnya sudah melekat pada sistem pembelajaran atau perkuliahan.

Dalam perkuliahan terdapat kontrak perkuliahan. Kontrak perkuliahan ini dijadikan ukuran untuk melihat sampai seberapa jauh dialog terjadi, sehingga diperoleh kesepakatan, dan sampai seberapa jauh kontrak itu ditepati. Di dalam kontrak dimuat hadiah dan hukuman jika terjadi over prestasi maupun mal prestasi. Ketepatan dalam memenuhi kontrak perkuliahan merupakan pembelajaran tanggung jawab terhadap kontrak yang disepakati. Di Sisi lain dalam pelaksanaan kontrak perkuliaahan jangan sepihak mahasiswa dijadikan obyek. Sebaiknya dalam kontrak tersebut juga terdapat kewajiban-kewajiban dosen untuk memenuhi dan mendukung keberhasilan kontrak. Di sinilah sebenarnya peran sentral seorang dosen. Pemenuhannya secara tertib dari dosen terhadap kewajibannya dalam kontrak sekaligus juga menjadi teladan sebagai pribadi yang utuh.   Selain keteladanan, masih banyak aspek-aspek lain dapat dikembangkan untuk mengembangkan kepekaan sosial ini. Yang sering tidak dilakukan adalah bagaimana materi kuliah dapat terhubung dan terkait dengan kehidupan nyata juga dapat dikembangkan untuk menggugah kepekaan. Demikian juga tugas-tugas mandiri tepat waktu, ketertiban saat kuliah, kedatangan tepat waktu, adalah sayap lain dari kompetensi proses belajar mengajar yang perlu dikembangkan untuk menjadikan mahasiswa sebagai pribadi yang utuh.

Sementara pada kepekaan aspek politik mengantar mahasiswa dalam penerangan peran politiknya harus dikembangkan dengan mendorong mahasiswa untuk : Memahami sejarah, dan landasan filosofis dari sistem sosial-negara bangsa Indonesia;  Memahami dan meyakini  bahwa Pancasila dan UUD 1945 merupakan pilihan terbaik bagi kelangsungan, keutuhan, kejayaan bangsa Indonesia;  Memahami dan meyakini bahwa keutuhan,  keamanan, dan kelestarian NKRI adalah tanggung jawab bersama seluruh rakyat Indonesia; Memahami dan meyakini bahwa NKRI sebagai negara kepulauan memerlukan strategi geopolitik yang ampuh dan  untuk itu memerlukan  dukungan sistem pertahanan yang tangguh; Memahami bahwa keampuhan sistem pertahanaan negara akan ditentukan oleh dukungan seluruh warga negara Indonesia.

Inti utama untuk dapat mendorong hal itu adalah menggugah mahasiswa untuk kembali untuk menengok ke belakang menggali cita-cita bersama tumbuh dan berkembang. Kita sering melupakan hal ini dan Bapak Bangsa pernah mengingatkan melalui jargon “Jas Merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah.  Memahami jati diri bangsa, berarti memahami semangat dan filosofi bangsa, yang pintu utamanya adalah sejarah bangsa. Pintu terdekat sejarah bangsa Indonesia menyangkut semangat dan filosofinya adalah Risalah Sidang BPUPKI. Kalau kemudian Kita melupakan Risalah Sidang tersebut, yang terjadi adalah meraba-raba dalam gelap. Dalam rabaan itu ternyata yang ditemui adalah liberalisme, individualisme, kapitalisme, atau bahkan komunisme.

 

Penutup

Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Nilai yang hendak dikembangkan dalam konteks bela negara ini adalah: cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban dan kemampuan awal bela negara. Spektrum bela negara sangat luas, dimulai dari hal yang paling lunak sampai dengan hal yang paling keras, mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.  Oleh sebab luas spektrum bela negara, sangat berbeda wujud dalam berbagai aspeknya sesuai dengan profesi dan kedudukan warga negara. Mahasiswa adalah kelas sosial yang memiliki ciri-ciri yang khas pula yang memiliki kualitas dan kapabilitas yang berbeda, yang memerlukan strategi yang berbeda pula.

Sesuai dengan tingkat perkembangan sosial dan politik yang diwarnai oleh keingintahuan dengan segala keterbatasannya, maka strategi yang dikembangan harus akrab dengan wilayah itu. Arah yang hendak dikembangkan adalah mengembangkan kharakter dan jati diri yang membentuk mahasiswa sebagai pribadi yang utuh, yakni pribadi yang berani tetapi bertanggung jawab. Sementara dari perkembangan sosial politiknya mahasiswa harus digugah rasa nasionalismenya. Strategi yan dikembangkan untuk ranah sosialnya berada dalam dinamika pembelajaran yang berlangsung, sedangkan ranah politiknya didorong melalui gugah sejarah perjuangan bangsa dalam rangka menggali dan memperkokoh semangat kebangsaan serta mendalami dan menghayati filosofi bangsa.

 

 




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia