KEPEMIMPINAN STRATEGIS DAN MANAJEMEN PERUBAHAN

Senin, 26 Agustus 2024

Oleh : Pembina TK.I IV.b. Nuryetri Biwilfa., S.H., M.Si. Analis Pertahanan Negara Madya Ditjen Pothan Kemhan

PENDAHULUAN

Memasuki milenium ketiga dan abad ke-21, dunia dihadapkan kepada fenomena revolusi industri yang telah memasuki seri ke-4, atau dikenal sebagai revolusi industri versi 4.0. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi ciri khas revolusi industri 4.0 ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perilaku generasi muda (usia produktif), perilaku organisasi, gaya kepemimpinan dan manajemen.

Di tengah tantangan kemajuan teknologi dan cepatnya arus informasi, seluruh organisasi baik yang berorientasi profit ataupun non-profit dituntut untuk memberikan performa atau kinerja dengan standar kualitas layanan terbaik. Kinerja organisasi tersebut menjadi tolok ukur bagi penilaian dan kepuasan masyarakat, sehingga menjadi salah satu faktor penentu kelansungan hidup (sustainability dan survivability) suatu organisasi. Dalam rangka memberikan kualitas layanan terbaik itu, para pemimpin organisasi juga dituntut memiliki kualitas tertentu yang dapat mendorong kemajuan organisasi.

Dalam suatu organisasi unggulan di sebuah kota besar yang memiliki tingkat kemajuan organisasi dan tingkat kepercayaan masyarakat yang sangat besar, pemimpin organisasi dituntut memiliki kualitas yang prima dan dapat mengatasi permasalahan- permasalahan yang sangat menentukan bagi organisasi. Dengan asumsi bahwa organisasi harus dipimpin oleh seorang yang bersemangat dan aktif dalam memajukan organisasinya, permasalahan yang dihadapi adalah adanya temuan bahwa para staf merasa beban kerjanya terlalu berat karena kebijakan yang dibuat oleh manajemen.

Permasalahan utama yang sekaligus menjadi tantangan organisasi, yaitu tumbuhnya perasaan (keluhan) di antara para staf atas beban kerja yang terlalu berat, sebuah organisasi unggulan yang memiliki tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi sangat membutuhkan konsistensi dari kinerjanya. Seiring dengan itu, kesehatan staf organisasi tersebut baik fisik maupun mental harus tetap dipelihara sebagai modal utama bagi kinerja organisasi. Dengan adanya permasalahan mengenai beban kerja yang dirasakan terlalu berat oleh para staf, dapat diambil hipotesis-hipotesis bahwa banyak staf yang memiliki kemampuan terbatas sehingga tidak dapat mengikuti irama kerja yang ditentukan pemimpin organisasi, kurangnya motivasi dan moril yang cukup di antara para staf sehingga beban kerja yang ada dipandang tidak sesuai, serta kurang jelinya manajemen dalam memilah dan memilih penugasan atau beban kerja dihadapkan kepada sumber daya manusia dan jangka waktu yang tersedia.

PEMBAHASAN

Dari permasalahan beban kerja yang menjadi inti dari studi kasus ini, dapat ditentukan batasan-batasan yang diharapkan, yaitu terjaganya konsistensi kinerja organisasi yang disertai dengan stabilnya kepercayaan masyarakat, terpeliharanya kepercayaan staf (anggota) terhadap organisasi dan pemimpinnya, serta kemampuan organisasi dalam menjawab tantangan di masa depan sehingga tetap survive and sustain. Ketiga batasan tersebut menunjukkan adanya faktor-faktor penting yang menjadi fokus utama observasi dan orientasi, yaitu kinerja, organisasi, pemimpin, anggota (staf), dan kepercayaan masyarakat (klien).

Untuk meninjau faktor-faktor tersebut, dapat digunakan beberapa teori sebagai berikut:

Menurut Robbin (1996) terdapat tiga pendekatan teori kepemimpinan, yaitu: pendekatan teori sifat, pendekatan teori perilaku, dan pendekatan teori kontinjensi. Menurut teori sifat, pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Para pemimpin memiliki pembawaan sejak lahir yang memungkinkan mereka memimpin orang lain. Teori perilaku menyatakan bahwa isu utama dalam kepemimpinan adalah menjadikan pemimpin efektif atau gaya kepemimpinan terbaik. Keefektifan pemimpin menggunakan gaya khusus untuk memimpin perorangan dan kelompok dalam mencapai tujuan tertentu akan menghasilkan moral dan produktivitas yang tinggi. Sedangkan teori kontinjensi menyatakan bahwa keefektifan personalitas, gaya, atau perilaku pemimpin tergantung pada sejauhmana pemimpin mampu menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Beberapa pendekatan yang lebih mutakhir antara lain teori kepemimpinan karismatik (Housse: 1977, Conger dan Kanungo:1988), kepemimpinan transaksional- transformasional (Burn: 1978, Bass: 1985, Seltzer dan Bass: 1990, Bass dan Avolio: 1993), dan kepemimpinan visioner (Nanus:1992).

Menurut paradigma kepemimpinan, setiap manusia memiliki potensi untuk mendaki empat tingkatan potensi manusia, yaitu:

Empirical existence (eksistensi empiris). Hidup dalam dunia sehari-hari, mencari kesenangan dan menghindari kesedihan. Pada tingkatan ini seseorang akan mampu menciptakan peta untuk mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari.

Consciousness at large (kesadaran yang luas). Memperoleh pengetahuan obyektif, pengetahuan yang valid dan universal. Pada tingkatan ini seseorang bisa menciptakan peta pengetahuan obyektif, valid, dan universal.

Spirit (semangat). Mengidentifikasi gagasan-gagasan yang menonjol dalam gerakan- gerakan, partai politik, lembaga-lembaga atau organisasi. Pada tingkatan ini seseorang akan mampu menciptakan peta untuk memandu mengidentifikasi gagasan dan keyakinan.

Existence (eksistensi). Menemukan jatidiri secara otentik. Pada tingkatan ini seseorang akan sadar bahwa dia memiliki kebebasan untuk menciptakan peta diri sendiri.

Untuk menjadi pemimpin atau disebut menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya, seorang pemimpin harus melewati 4 tingkatan seperti disinggung di atas (eksistensi empiris, kesadaran yang luas, semangat, dan eksistensi). Tingkatan tersebut bersifat hirarkis, setiap tingkatan yang lebih tinggi mencakup dan memberikan arahan tingkatan- tingkatan sebelumnya. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha mengembangkan diri dan bergerak mendaki tangga hirarki. Pemimpin tidak punya batas untuk mendaki puncak.

Untuk mendaki tingkatan-tingkatan dalam tangga potensi manusia, seorang pemimpin harus memiliki kompetensi. Kompetensi adalah karakter mendasar yang harus dimiliki seseorang yang menyebabkan dia sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan, atau karakter mendasar yang memberikan kontribusi terhadap kinerja menonjol dalam suatu pekerjaan (Spencer dan Spencer: 1993). Menurut Hitt (1993) terdapat 25 kompetensi penting yang harus dimiliki seorang pemimpin yang terangkum dalam 5 dimensi, yaitu: reason, sources of power, knowledge, core leadership functions, dan character.

Reason (Nalar). Setiap pemikiran manusia dipenuhi oleh konsep dan fakta. Nalar bisa mengkonsolidasikan fakta dan konsep yang berlainan menjadi satu kesatuan yang bermakna. Nalar selalu mempertanyakan, menguji, dan menjawab fakta. Nalar menghubungkan semua orang dan memung- kingkan berhubungan dengan orang lain dengan berbagai budaya, bahasa, yang mungkin bertentangan. Perwujudan nalar meliputi: 1) keterampilan konseptual, yaitu kemampuan untuk melakukan abstraksi dan generalisasi, 2) pemikiran logis, yaitu kemampuan menerapkan pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah, 3) pemikiran kreatif, yaitu kemampuan untuk membawa gagasan menjadi kenyataan, 4) pemikiran holistik, yaitu kemampuan mengangkat situasi total, dan 5) komunikasi, yaitu kemampuan berdialog dengan orang lain, beradu nalar dengan orang lain untuk mencari kebenaran yang bisa diterima dua pihak.

Sources of power (sumber kekuasaan). Saat ini kekuasaan dianggap sesuatu yang penting dalam kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif harus memiliki sumber-sumber kekuasaan yang utama, yaitu: 1) staf, yaitu tim yang terdiri orang-orang yang punya kesiapan, bersedia bekerja, dan memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan, 2) informasi, yaitu pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, dan 3) jaringan, yaitu kontak pribadi, dengan siapa gagasan, informasi maupun sumber daya bisa dibagi. Handy (1996) menyebutkan tiga atribut yang perlu dimiliki oleh pemimpin agar ia memperoleh kekuasaan dari pengikutnya, yaitu: memiliki keyakinan diri yang kuat yang diimbangi dengan mempertanyakan kembali keyakinan tersebut, memiliki kegairahan terhadap pekerjaan yang diimbangi dengan kesadaran terhadap dunia lain, dan mencintai orang yang diimbangi dengan keberanian untuk berjalan dalam kesendirian. Pemimpin juga harus mendapat kredibilitas dan kepercayaan dari para bawahan (Chandra: 1997; Pradiansyah: 1997). Agar memperoleh kredibilitas, seorang pemimpin harus jujur, melihat jauh ke depan, memberi inspirasi, dan cakap.

Knowledge (pengetahuan). Pemimpin yang efektif harus memiliki pengetahuan. Meskipun tidak semua informasi bisa dikuasai, mereka harus bisa menyaring informasi yang penting. Pemimpin yang efektif memiliki 5 karakteristik pengetahuan, meliputi: 1) mengetahui diri sendiri mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan secara aktif mencari umpan balik untuk pertumbuhan, 2) mengetahui pekerjaan –memahami persyaratan kerja dan bagaimana pekerjaan memberi kontribusi pada organisasi, 3) mengetahui organisasi –memahami budaya organisasi dan bagaimana melakukan segala sesuatu secara efektif dan efisien, 4) mengetahui bisnis yang dimasuki – memahami lingkungan eksternal dengan baik untuk mengetahui kebutuhan klien dan apa yang bernilai bagi klien, dan 5) mengetahui dunia –memahami komunitas dunia dan bagaimana komunitas yang kecil berhubungan dengan yang besar.

Core leadership function (fungsi kepemimpinan inti). Pemimpin yang efektif harus mampu mengangkat nilai-nilai pengikutnya dengan terus mendorong para pengikut untuk mendaki hirarki sehingga muncul “nilai baru”. Pemimpin yang efektif melaksanakan enam fungsi inti, yaitu: 1) menilai –mengetahui nilai-nilai organisasi dan mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut dalam praktik, 2) membuat- memiliki gambaran mental yang jelas tentang masa depan yang dikehendaki organisasi, 3) memandu –membantu orang lain mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut, 4) memberdayakan –membantu orang lain bergerak mencapai misi tersebut, 5) membangun tim –membangun koalisi dengan orang yang membangun komitmen pada diri mereka sendiri untuk mencapai visi tersebut, dan 6) mempromosikan kualitas –mencapai reputasi untuk selalu memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Character (karakter). Pemimpin yang baik harus memiliki 6 karakteristik berikut:  1) identitas – mengetahui dia siapa dan dia bukan siapa, memiliki keutuhan dan integrasi, 2) kemandirian –menjadi orang yang bisa mengarahkan dirinya sendiri, 3) keaslian – menunjukkan jati diri yang sesungguhnya pada orang lain, mempertahankan kesesuaian antara nilai diri sendiri dengan nilai yang ada di luarnya, 4) tanggung jawab terhadap tindakan dan keputusan yang dilakukan, 5) keberanian untuk terus melangkah meskipun ada hambatan, dan 6) integritas –dipandu oleh sejumlah prinsip-prinsip moral dan diakui oleh orang lain sebagai orang yang berintegritas. Di samping harus memiliki kompetensi tersebut, pemimpin yang efektif bagi organisasi masa depan juga harus memiliki sejumlah keterampilan khusus. White, et al. (1997) menyebutkan keterampilan khusus yang harus dimiliki meliputi: difficult learning, maximizing energy, resonant simplicity, multiple focus, dan mastering inner sense.

Difficult learning. Dalam organisasi belajar, pemimpin organisasi harus mampu mendorong seluruh anggota organisasi untuk mengidentifikasi apa yang belum mereka ketahui dan segala sesuatu permasalahan yang belum ditemukan cara pemecahannya.

Maximing energy. Pemimpin organisasi masa depan dengan memaksimalkan daya harus bisa membuat keputusan bisnis yang berkualitas, memiliki dorongan yang kuat untuk keluar dari status quo masa kini atau dari suatu pemecahan yang kompromistis.

Resonant simplicity. Pemimpin organisasi masa depan harus punya keterampilan berpikir dan berlogika secara sederhana untuk mendukung kelancaran proses komunikasi.

Multiple focuses. Pemimpin organisasi masa depan harus bisa menyatukan fokus cara berpikir dan bertindak anggota organisasi yang berbeda menyangkut rencana strategis dan kegiatan, melalui metode persuasif dan advocacy.

Mastering inner sense. Dalam kondisi yang diwarnai berbagai perubahan, keputusan yang harus dibuat cepat pemimpin organisasi masa depan di samping harus mampu berlogika dan menggunakan rasio, juga dituntut memiliki kemampuan inner sense (kemampuan ilmu dalam). Dalam kondisi yang serba gampang berubah dengan cepat, dengan kemampuan ilmu dalam diharapkan seorang pemimpin dapat membuat keputusan dengan cepat meskipun dengan resiko harus keluar dari “rel” aturan birokrasi.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, pemimpin organisasi harus mampu mendapatkan dan menjaga kepercayaan dari staf (bawahan) sehingga organisasi dapat terus berkinerja secara, dan kepercayaan masyarakat (klien) dapat tetap terjaga. Oleh karena itu, solusi yang harus diambil sebagai respons atas temuan (evaluasi) terkait beban kerja yang berat dapat berfokus kepada dua hal, yaitu perlunya perbaikan manajemen (termasuk prosedur operasional standar dalam bekerja atau SOP), dan pemberian insentif untuk staf berkinerja baik, yang disertai peningkatan kemampuan staf (SDM).

Perbaikan manajemen dalam organisasi dapat memberikan alternatif penentuan prioritas pekerjaan, pengaturan jam kerja, penentuan giliran (shifting), dan mekanisme reward and punishment. Perbaikan manajemen tersebut berorientasi kepada kinerja organisasi dan kemampuan SDM.

Sedangkan keputusan yang harus diambil dengan berorientasi kepada kondisi staf, adalah dengan memberikan insentif untuk para staf yang berkinerja baik, memberikan penyesuaian beban kerja dan prioritas tugas untuk staf dengan kualifikasi tertentu, serta memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang dibutuhkan bagi para staf, atau mengirimkan staf-staf yang memerlukan pengembangan keterampilan ke lembaga- lembaga pelatihan dengan standar mutu terbaik agar peningkatan kemampuannya dapat berdampak kepada kemampuan mengikuti irama kerja organisasi

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan beban kerja yang dirasakan terlalu berat oleh para staf memerlukan pendekatan yang obyektif, dengan melihat secara dekat kondisi para staf, mendengar keluhan-keluhan secara pribadi (konseling), memikirkan bersama solusi yang harus diambil, dengan menekankan kesamaan (kesatuan) tujuan antara organisasi, pemimpin dan staf, serta harapan masyarakat (klien). Hal ini bermuara kepada penyesuaian kemampuan staf melalui pelatihan-pelatihan agar dapat mengikuti irama kerja yang telah ditentukan, dengan berorientasi kepada efektivitas dan efisiensi organisasi, sehingga kinerja organisasi dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, dan kepercayaan masyarakat (kepuasan klien) tetap terjaga. Di samping itu, dampak lainnya bagi staf dan organisasi adalah terpeliharanya moril dan etos kerja yang juga berpengaruh kepada kinerja organisasi dan kepercayaan masyarakat (klien).

SARAN

  1. Melakukan pengembangan program pelatihan dan pengembangan SDM. Organisasi perlu memperkuat program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan pekerjaan yang dihadapi staf.

  2. Mendorong peningkatan komunikasi dan keterlibatan staf. Pemimpin organisasi harus meningkatkan komunikasi yang efektif dengan staf, seperti mendengarkan secara aktif keluhan dan masukan mereka, serta melibatkan staf dalam pengambilan keputusan.

  3. Melakukan perbaikan sistem manajemen beban kerja. Organisasi disarankan untuk mengadopsi manajemen beban kerja yang lebih fleksibel dan responsif, termasuk pengaturan jam kerja yang seimbang dan mekanisme shift yang adil.

  4. Menciptakan budaya kerja yang inklusif dan kolaboratif. Pemimpin perlu menginspirasi staf untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama dan memastikan nilai-nilai organisasi tercermin dalam setiap aspek operasional.

  5. Memberikan evaluasi berkala terhadap beban kerja dan kesehatan staf. Organisasi harus melakukan evaluasi berkala terhadap beban kerja dan kesehatan fisik serta mental staf untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah yang dapat mengganggu kinerja.

DAFTAR PUSTAKA

Bass, Bernard M. (1985),”Leadership: Good, better, best”. Organizational Dynamics, Vol.13, pp. 59-80.

Bass, Bernard M. (1990),”From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision”, Organizational Dynamics, Vol.18, pp. 19-31.

Bass, Bernard M. and Avolio, Bruce, J. (1993),” Transformational Leadership and Organizational Culture”. PAQ, Spring.

Brill, Peter L. and Worth, Richard. (1997),”The Four Levels of Corporate Change”, Amacom: New York.

Chandra, Aditiawan. (1996),”Visionary Leadership: Gaya Kepemimpinan untuk Organisasi Masa Depan”. Usahawan, September, hal. 10-14.

Collin, J.C. and Porras, J.I. (1996),”Buliding Your Company’s Vision”, Harvard Business Review, Sept-Oct.

Fiedler, Fred E., (1964),”The Contingency Model of Leadership Effectiveness”. Advance in Experimental Social Psychology, Vol.3, No.4.

Handy, Charles. (1996),”The New Languange of Organizing and Its Implications for Leaders”, Dalam Frances Haesselbein, Marshal Goldsmith, Richard Beckard (Eds). The Leader of The Future: New Vision, Strategies and Practices for The Next Era. San Fransisco: Jossey- Bass Publisher.

Heifetz, R.A. and Laurie, D.L. (1997),” The Work of Leadership”, Harvard Business Review, Jan-Feb.

Hitt, William D. (1993),”The Model Leader: A Fully Functioning Person”, Leadership & Development Journal, Vol.14, No.7, pp. 4-11.

House, Robert J. (1971),”A Path-Goal Theory of Leader Effectiveness”. Administrative Science Quarterly, September, p.321-338.

Kotter, John P. (1996),” Leading Change”, Harvard University Business School.

Mulyadi. (1998),”Total Quality Management”, Yogyakarta: Aditya Media (Edisi I).

Nadler, David A. and Tushman, Michael.,”A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior”, dalam Kolb, David A., et al. (1998) The Organizational Behavior Readers. Sixth Ed., Prentice Hall: International Edition.

Nanus, Burt. (1992), “Visionary Leadership”. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Pradiansyah, Arvan. (1996), “Visionary Leader”. Usahawan, September, hal. 18- 20.

Robbin, Stephen P. (1996),”Orgaizational Culture and Leadership”. New Jersey: Prentice-Hall.

Seltzer, Joseph. and Bass, Bernard M. (1990),”Transformational Leadership: Beyond Initiation and Consideration”, Journal of Management, Vol.16, No.4, pp. 693-703.

Sofiati, Evi. (1995),”Mencari Pola Kepemimpinan yang Efektif”, Usahawan, Januari, hal. 20-25.

Spencer, Lyle M. and Spencer, Signe M. (1993),”Competence at Work: Models for Superior Performance”, John Wiley & son, Inc.

Spencer, Lyle M., McClelland, David C., Spencer, Signe M. (1994),” Competency Assesment Methods”: History and State of the Art. Hay/McBer Research Press.

Tanri Abeng. (1997),”Dari Meja Tanri Abeng: Gagasan, Wawasan, Terapan, dan Renungan”, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

White, Randall P., Hodgson, Philip. and Crainer, Stuart. (1996),”The Future of Leadership: A White Water Revolution”, London: Pitman Publishing.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia