TRANSLATE

Menko Polhukam Luhut Pandjaitan Setuju UU KPK Direvisi

Kamis, 8 Oktober 2015

Menko Polhukam Luhut Pandjaitan Setuju UU KPK Direvisi

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diperkuat. Namun, di sisi lain, Luhut ingin agar kerja KPK tetap menghormati hak asasi manusia (HAM). Maka dari itu, dia pun mendukung pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Dihentikannya Penyidikan (SPDP).

“Sangat tinggi untuk penguatan KPK. Tapi juga kita, misalnya kayak SP3 tadi itu kan masalah hak asasi manusia,” ujar Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (7/10/2015).

Selain itu, Luhut juga berpendapat agar KPK dalam bekerja harus tetap ada yang mengawasi. Hal ini dinilai Luhut diperlukan karena setiap lembaga negara selalu memiliki pengawas.

“Organisasi apa sih di dunia ini yang enggak diawasin, pemerintah saja diaudit,” ujar mantan Menteri Perindustrian era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Luhut mengaku masih harus melihat isi dari draf revisi yang diajukan fraksi-fraksi dari partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Hebat dan Partai Golkar itu. Dia menyatakan belum mengetahui adanya wacana menjadikan KPK berumur hanya 12 tahun.

Meski demikian, Luhut yakin revisi UU KPK diperlukan dan tidak ditujukan untuk membunuh KPK. “Enggak membunuh, tidak ada maksud membunuh, kita mau bikin KPK lebih efektif lagi saja,” katanya.

Adapun enam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB, dan Fraksi Golkar. Di dalam draf itu, terdapat sejumlah kewenangan KPK yang direvisi. Misalnya, KPK tidak lagi berwenang menyidik tindak pidana korupsi yang terkait aparat penegak hukum; KPK dibatasi hanya mengusut tindak korupsi dengan kerugian minimal Rp 50 miliar; KPK juga diberikan hak untuk mengeluarkan Surat Perintah Dihentikannya Penyidikan (SPDP); kewenangan penyadapan harus atas izin Ketua Pengadilan Negeri.

Selain itu, draf revisi menyebutkan masa kerja KPK 12 tahun sejak UU diterbitkan. Sejumlah aktivis menganggap draf itu justru melemahkan fungsi pemberantasan korupsi yang dimiliki KPK saat ini.

.
Menko Polhukam: peran KPK harus dipertajam

Jakarta (ANTARA News) – Menko Polhukam Luhut B Pandjaitan mengatakan, di Jakarta, Rabu, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dipertajam.

“Kita belum sampai pada mengatakan setuju atau nggak setuju. Tapi kita setuju kalau memang revisi-revisi itu dalam konteks untuk memperbaiki peranan KPK sehingga tidak terjadi tumpang tindih,” kata Luhut di Kompleks Istana Presiden.

Ia mengatakan, terkait RUU yang diajukan oleh DPR RI, pemerintah akan melihat terlebih dahulu isinya.

“Itu kan baru RUU, tentu itu kan nanti masih jalan, kita lihat lah,” kata Luhut.

Menko Polhukam mengatakan Presiden sendiri memiliki komitmen yang besar dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

“Sangat tinggi untuk penguatan KPK,” katanya.

Namun demikian ia menilai ada beberapa hal yang harus dilihat dalam penajaman peran KPK di masa mendatang.

Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan Presiden beberapa waktu yang lalu menegaskan bahwa revisi UU KPK tidak mendesak.

“Sekali lagi pemerintah, Presiden sudah sampaikan bahwa tidak menyetujui usulan revisi UU KPK. Dan sampai saat ini Presiden tidak pernah melakukan pembahasan lagi,” kata Teten di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Rabu petang.

.
Wacana Revisi UU KPK Mencuat, Ini Komentar Menko Polhukam

JAKARTA – Pemerintah belum menentukan sikap terkait usulan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari sejumlah fraksi di DPR.

“Kita belum sampai pada mengatakan setuju atau enggak setuju,” kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Luhut mengatakan, pemerintah akan setuju jika revisi Undang-undang KPK itu bertujuan untuk memperbaiki peranan lembaga antikorupsi itu.

“Sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Misalnya SP3 (penerbitan surat perintah penghentian penyidikan), kita pertanyakan apakah itu melanggar hak asasi manusia enggak sih, apakah manusia tidak bisa bikin salah, misal seperti itu,” ungkapnya.

Sebaliknya, kata Luhut, pemerintah tidak setuju jika revisi Undang-undang KPK itu justru melemahkan lembaga antikorupsi itu.

Dia menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat menginginkan agar lembaga KPK diperkuat.

“Tapi juga kita, misalnya kayak SP3 tadi itu kan masalah hak asasi manusia, terus kemudian misalnya kita lihat, masa iya enggak ada yang awasi, contoh seperti itu, mosok kamu enggak ada yang ngawasin, organisasi apa sih di dunia ini yang enggak diawasin, pemerintah aja diaudit, ya kayak-kayak gitu lah, kita pengen liat itu,” tuturnya.

Sebanyak enam fraksi di DPR telah mengusulkan agar revisi UU KPK masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2015.

Enam fraksi itu terdiri atas Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Hanura.

source: http://nasional.sindonews.com




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia