TRANSLATE

Mission Impossible Soerjadi Soerjadarma Membidani Kelahiran TNI AU

Kamis, 9 April 2015

Mission Impossible Soerjadi Soerjadarma Membidani Kelahiran TNI AU

OKEZONE – SWA Bhuwana Paksa, Sayap Tanah Airku. Hari ini, (9/4/2015) jadi peringatan ke-69 HUT TNI Angkatan Udara (TNI AU). Hari yang bersamaan dengan Hari Penerbangan Nasional, di mana TNI AU juga merupakan angkatan termuda dari dua angkatan lainnya, TNI AD dan TNI AL.

Jika menengok bagaimana TNI AU dibentuk, sungguh bisa dikatakan hampir mustahil ketika negara ini baru lahir untuk bisa punya armada tempur udara yang kuat. Tugas membidani kelahiran TNI AU pasca-Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, berada di pundak Soerjadi Soerjadarma (EYD: Suryadi Suryadarma).

Soerjadarma yang pernah mengenyam pendidikan navigasi dan penerbangan di Koninklijke Militaire Academie (Akademi Militer Belanda) di Breda, dianggap punya pengalaman yang mumpuni untuk ditugasi Presiden RI pertama, Soekarno, untuk membentuk armada udara.

Sebelum TNI AU lahir, lebih dulu Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945 dan namanya diubah dan dipisahkan secara tersendiri menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Jawatan Penerbangan, pada 5 Oktober 1945, di bawah komando Soerjadarma.

Soerjadarma ditetapkan Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta melalui Letjen Oerip Soemohardjo, sebagai kepala staf, ditemani wakil kepala,

Melalui penetapan pemerintah no.6/SD, tanggal 9 April 1946, nama TKR Jawatan Udara “dipensiunkan” dan diganti Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan kini TNI AU. Sementara Soerjadarma diangkat selaku Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) yang pertama dengan pangkat Komodor Udara.

Tak seperti membalikkan telapak tangan buat Soerjadarma membentuk AURI yang kuat. Situasinya sangat tidak menguntungkan dan tugas Soerjadarma bak disebut “Mission Impossible” untuk punya armada udara.

Betapa tidak, saat itu AURI hanya punya sejumlah pesawat peninggalan Jepang macam Cureng (Yokosuka K5Y), Guntai (ki-51), Cukiu (Ki-55), Nishikoren (N1k2-J) dan Hayabusha (Nakajima Ki-43). Belum lagi keterbatasan sumber daya manusia.

Sembari memanggil Agustinus Adisutjipto untuk memperkuat armada udara, Soerjadarma menggariskan tiga kebijakan pertamanya, yakni konsolidasi organisasi pusat, persiapan untuk segera menjalankan operasi udara, serta menjalankan pendidikan para calon penerbang.

Satu langkah lainnya setelah melakukan sejumlah perbaikan pada pesawat-pesawat peninggalan Jepang, untuk mendapatkan pengakuan bahwa Indonesia punya satuan udara yang kuat, Marsekal Soerjadarma ikut terbang ke berbagai daerah Indonesia dengan Pesawat Cureng dari Yogyakarta ke Gorda (Serang, Banten).

Soerjadarma yang membangun TNI AU dari titik nol, sempat sangat bangga dengan armada udara Indonesia yang pernah mencapai puncaknya medio 1950an hingga awal 1960an, di mana TNI AU punya sejumlah perangkat tempur yang ditakuti di Asia.

Sekarang TNI AU sudah punya dua cabang komando operasi, di mana keduanya total punya 42 pangkalan udara dari batas barat hingga timur nusantara.

Kini, TNI AU masih dalam tahap membangun kekuatannya lagi. Dihimpun dari berbagai sumber, TNI AU sudah mulai memperkaya kekuatannya dengan membeli sejumlah alutsista mulai dari belasan Pesawat Super Tucano sampai simulator pesawat Sukhoi.

sumber : http://news.okezone.com/read

.
Seberapa kuat TNI AU dibanding Angkatan Udara Malaysia & Australia?

Merdeka.com – Memasuki era reformasi, TNI AU terus berbenah diri. Salah satu fokus angkatan ini adalah memperkuat kualitas tempur mereka dengan membeli alutsista baru dari sejumlah negara.

Saat ini, TNI AU telah memiliki 7 skadron tempur, 4 skadron pesawat angkut dan 3 skadron helikopter. Untuk radar, TNI AU telah memiliki 22 radar di seluruh Indonesia. Namun, jumlah ini belum memenuhi minimum essential force yang dibutuhkan.

“Idealnya kita memiliki restra untuk sampai 2024, berbasis minimum essential force. Untuk skadron tempur misalnya, kita butuh 11, sehingga masih perlu 4 skadron lagi. Angkut butuh enam, masih kurang dua dan heli butuh empat tapi baru punya dua. Sementara radar kita butuh 32, sekarang baru 22, itu baru kekuatan minimum, bukan kekuatan ideal,” papar Kadispenau Marsma Hadi Tjahjanto saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (8/4) kemarin.

Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, yakni Malaysia dan Australia, kekuatan yang dimiliki Indonesia sudah cukup memadai. TNI AU sudah memiliki sumber daya manusia yang siap melaksanakan misi, termasuk alutsista berkualitas seperti pesawat Sukhoi dan F-16.

“Kalau melihat dari latihan-latihan dengan Australia, kita mampu untuk bisa menandingi dia. Itu kualitas kita,” ungkapnya,

Kini, TNI AU tengah berencana untuk mengganti pesawat F-5 Tiger dengan pesawat jenis baru generasi 4,5. Generasi terbaru ini dipercaya dapat membuat Indonesia mampu menghadapi segala ancaman dari negara asing.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia