Turki Berharap dapat Proyek Infrastruktur Jokowi
Senin, 9 Februari 2015Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menargetkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hinga delapan persen selama lima tahun ke depan, salah satunya melalui pembangunan infrastruktur di daerah-daerah.
Melihat peluang ini, banyak dari negara-negara asing yang turut tertarik untuk bergabung dengan proyek ini dari sebagai investor hingga menjadi arsitek infrastruktur, salah satunya ialah Turki. Keinginan Turki ini disampaikan melalui Duta Besar Turki Untuk Indonesia Zekeriya Akcam.
“Kami (Turki) memiliki arsitek konstruksi yang baik, tidak kalah dengan negara Eropa, ditambah lagi negara kami sangat menyukai kewirausahaan, bisnis sehingga kami tidak takut mengambil risiko,” ucap Zekeriya usai bertemu Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla di kantornya, Jakarta, Kamis (05/02).
Turki meyakini bisa menjadi salah satu negara yang dilibatkan proses pembangunan ini dibekali dengan latar belakang negara mereka yang dinilai telah sukses mendorong perkembangan infastruktur diberbagai negara salah satunya Rusia, Timur Tengah, Jepang, Amerika Serikat, dan Afrika.
Zekeriya menuturkan bahwa kedatangannya bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla juga sebagai salah satu apresiasi terhadap Indonesia yang menerima kehadiran Turki dan dirinya dengan hangat di Jakarta, selain itu juga menyampaikan posisi hubungan bilateral antara Turki dan Indonesia.
Indonesia dinilai menjadi salah satu negara penting bagi Turki karena merupakan dua negara islam yang sukses menjalankan demokrasi, selain itu geografis Indonesia yang strategis dengan sumberdaya alamnya dinilai sangat cocok memperkuat dan mempererat hubungan perdagangan dua negara.
“Terletak diantara dua benua dan dua samudera, jadi posisi dan kehadiran Indonesia sangat penting,” ucapnya.
Kendati demikian, Zekeriya tidak mau menceritakan lebh dalam dan sejauh dalam apa keterlibatan Turki dalam setiap pembangunan infrastruktur garapan Jokowi-JK.
“Di negara kami pun saat ini sedang membangun sebuah jembatan ketiga setelah sebelumnya bangun dua jembatan, tujuannya untuk memudahkan transportasi dan distribusi,” ujarnya.
Zekeriya menyampaikan keyakinannya ini berasaskan berhasilnya penandatanganan MoU antara Turki dan Indonesia terkait dengan alutsista negara yang mampu membantu pertahanan dan keamanan negara.
Turki yakin dengan pengembangan dan kerjasama ini akan membawa suatu inovasi dalam bidang teknologi yang manfaatnya bisa dirasakan kedua negara. Pada November lalu, dibentuk kerjasama secara resmi antara Indonesia dengan Turki dalam bidang pertahanan.
“Penandatanganan MoU dengan Turki ini dalam konteks pembuatan dan pengembangan medium tank. Kemudian tadi juga sudah melaporkan dari masing-masing negara,” ujar Dirjen Pothan Kemhan Timbul Siahaan di JIExpo, Jakarta, Jumat (7/11).
.
Pemerintah Bentuk Pokja Ambil Alih Kontrol Udara dari Singapura
Jakarta – Pemerintah membentuk kelompok kerja (pokja) guna berdiplomasi dengan sejumlah pihak dalam rangka mengambil alih kendali navigasi atau flight information region (FIR) di sekitar Kepulauan Natuna. Saat ini, kontrol navigasi di wilayah tersebut berada di tangan Singapura sejak 1946 silam.
Asisten Deputi Bidang Strategi Politik Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemkopolhukam) Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto mengungkapkan, pokja dibentuk di bawah koordinasi pihaknya serta beranggotakan sejumlah kementerian dan lembaga terkait di bidang diplomasi dan kenavigasian.
“Pokja menyatukan dan mengarahkan seluruh unsur yang dimiliki Indonesia guna mencapai tujuan mempercepat pengambilalihan kontrol ruang udara di wilayah Indonesia yang dikendalikan oleh Singapura,” terangnya, di Jakarta, Rabu (4/1).
Beberapa elemen yang terlibat, dia melanjutkan, antara lain Kementerian Luar Negeri (Kemlu) selaku diplomat, Kementerian Perhubungan selaku leading actor untuk urusan teknis kenavigasian, ada pula Kementerian Pertahanan (Kemhan), Mabes TNI, serta Mabes TNI AU.
Dwi menuturkan, dalam waktu dekat ini pokja berkonsentrasi pada pemantapan aspek sumber daya manusia (SDM) dan peralatan pendukung. Dua organ tersebut merupakan entitas dasar agar pokja dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat dan tuntas.
“SDM sudah siap. Pihak ATC dari sipil dan TNI pun sudah siap melaksanakan,” jelas Dwi.
Setelah pemantapan aspek intenal, kata dia, pokja akan gencar melaksanakan proses diplomasi dengan negara-negara tetangga, yakni Singapura dan Malaysia, juga International Civil Aviation Organization (ICAO). Dengan usaha percepatan ini, diharapkan pada 2024 mendatang Indonesia sudah mengambil alih kendali atas ruang udara di sektor A, B, dan C tersebut.
Penulis: Thresa Sandra Desfika/EPR
Sumber : Investor Daily
.
Serdadu Media Sosial
VIVA.co.id – Hari masih pagi. Arloji di tangan masih menunjuk angka delapan. Namun, puluhan orang berseragam sudah tampak sibuk dalam sebuah ruangan. Mereka duduk berderet, membentuk huruf “U”.
Masing-masing menghadap komputer jinjing (laptop) yang terletak di atas meja kayu memanjang. Di depan mereka, seorang perempuan paruh baya terlihat sedang menjelaskan sesuatu. Sesekali, ia mengarahkan telunjuknya pada sejumlah slide yang ditayangkan.
Puluhan orang ini merupakan personel TNI dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pusat Penerangan dan ketiga Angkatan TNI. Pagi itu, mereka mengikuti pelatihan bertajuk “Pemanfaatan Media Sosial”.
Pelatihan digelar di Balai Wartawan Puspen TNI, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Berbagai materi diberikan dalam pelatihan yang dilakukan pada 28 dan 29 Januari 2015 itu.
“Belajar memanfaatkan media sosial semaksimal mungkin,” ujar Mayor Infanteri Bambang SN, salah satu peserta pelatihan saat ditemui VIVA.co.id di Mabes TNI, Rabu, 4 Februari 2015.
Ia menuturkan, pelatihan ini merupakan langkah awal terkait pemanfaatan media sosial (medsos) oleh TNI. Menurut dia, kemampuan TNI terkait medsos perlu ditingkatkan. Sebab, ke depan keberadaan dunia cyber sangat penting.
“Sekarang ada keterbatasan. Harus didalami,” dia menambahkan.
Salah satu personel TNI yang menggawangi Dispenum Puspen TNI ini menambahkan, dunia cyber terus berkembang. Untuk itu, TNI tak boleh ketinggalan. Sebab, sejumlah negara sudah lebih maju dan berkembang dalam pemanfaatan teknologi internet dan medsos.
“Orang sudah lari, jangan sampai kita jalan di tempat,” ujarnya. TNI harus siap menghadapi era cyber, di mana medsos mengambil peran. “Untuk menjaga bangsa dan negara, mau tidak mau kita harus masuk. Sekarang media sosial jadi garis depan. Ini sangat penting dalam jangka panjang.”
Pendapat senada disampaikan Letda Arh Amir Mahari, peserta pelatihan yang lain. Ia mengakui, sebelumnya awam terkait medsos. Namun, setelah ikut pelatihan, ia semakin memahami peran penting wahana dunia maya tersebut. Selain diajari teknis teknologi informasi, ia juga belajar bagaimana membangun opini melalui medsos.
“Ke depan ini bisa dilakukan di batalion-batalion, sehingga mereka tahu dan mengerti, ke depan perang itu akan seperti ini. Kebutuhan akan pemahaman cyber semakin tinggi karena ancaman juga semakin tinggi,” tuturnya.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen M. Fuad Basya, mengatakan, Puspen TNI sebagai corong dari TNI Angkatan Darat, Laut, dan Udara memantau berbagai hal yang terjadi melalui informasi yang berkembang dari berbagai media seperti koran, televisi, dan pemberitaan lain termasuk medsos.
“Jadi, mau tidak mau kita harus menguasai medsos untuk kebutuhan informasi ini,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Jumat, 6 Februari 2015.
Fuad menambahkan, pelatihan medsos itu dimaksudkan guna meningkatkan kemampuan personel TNI. Saat ini, kemampuan anggota terkait medsos sangat minim. “Kami sangat terbatas dari kemampuan peranti hingga SDM,” ujarnya.
Materi yang diberikan dalam pelatihan beragam, mulai dari soal domain, optimalisasi Facebook, Twitter, dan akun jejaring sosial lain. “Intinya mengoptimalkan yang ada mengenai medsos,” ujarnya.
Menurut dia, untuk sementara, pelatihan masih terbatas bagi anggota di lingkungan Puspen. Rencananya, pelatihan serupa akan terus dikembangkan.
Serdadu Media Sosial
Upaya melek media sosial di kalangan TNI itu sebenarnya juga diterapkan militer negara lain. Bahkan, mereka telah lebih dulu bergerak. [Baca: Tentara Bersenjata Twitter]
Militer Inggris misalnya. Baru saja mereka membentuk pasukan khusus bernama Brigade 77. Brigade ini terdiri atas para tentara yang akrab dengan medsos. Mereka disiapkan untuk terlibat dalam perang nonkonvensional di era informasi.
Dilansir dari Guardian, Brigade 77 akan memiliki pangkalan di Hermitage. Mereka terdiri atas sekitar 1.500 tentara yang memiliki kemampuan khusus operasi-operasi psikologi.
“Pasukan” ini akan dipilih dari berbagai unit militer. Tugas mereka meliputi pemantauan berita, ponsel pintar serta medsos seperti Facebook dan Twitter.
Peneliti Pusat Penelitian Informatika LIPI Aswin Sasongko mengatakan, sudah jamak bagi sebuah negara memanfaatkan medsos untuk kepentingan negaranya, termasuk pertahanan dan militer. Medsos bisa digunakan untuk mengelabui lawan.
Selain itu, sistem teknologi dan informasinya bisa digunakan untuk menyerang sistem serupa milik lawan. Membuat sistem lawan tak bekerja. Sementara itu, dari sisi pendanaan “senjata medsos” ini juga tak semahal peralatan tempur konvensional.
“Strategis sekali,” ujar Aswin saat dihubungi VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Kamis, 5 Februari 2015.
Pengamat militer Muradi menambahkan, dalam sepuluh tahun terakhir, medsos telah membuat perubahan besar di dunia. Wahana komunikasi melalui dunia maya ini mampu menumbangkan rezim atau membangun rezim baru.
Menurut dia, Jokowi bisa menjadi presiden salah satunya karena peran medsos. Selain itu, medsos mampu mempengaruhi opini masyarakat dan mendorong terwujudnya kebijakan publik.
“Sejumlah negara yang rezimnya terjungkal karena medsos misalnya Mesir dan Tunisia,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Jumat, 6 Februari 2015.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat ini menambahkan, sejumlah negara sudah memiliki cyber defense command. Mereka membentuk lembaga tersebut sebagai alat pertahanan dan proteksi rahasia negara.
Untuk itu, dia mengusulkan agar Indonesia, khususnya TNI juga memiliki pasukan khusus terkait medsos. Saat ini, ancaman cyber sudah terasa, nyata, dan lebih dahsyat.
Menurut dia, medsos bisa menjadi senjata tersendiri bagi TNI. Selain itu, bisa menjadi alat pertahanan negara. Untuk itu, militer harus menguasai medsos dan cyber guna kepentingan militer dan pertahanan.
“TNI bisa membentuk semacam pasukan khusus medsos seperti Brigade 77 milik Inggris,” katanya.
Selain itu, Kemhan bisa membentuk semacam cyber defense command. Militer harus segera memanfaatkan keberadaan medsos, karena dunia maya sudah menjadi ancaman yang serius. TNI pun memahami kondisi tersebut.
Fuad mengatakan, tantangan TNI ke depan bukanlah perang tradisional dan konvensional, tapi perang nonkonvensional. Meski, ia mengakui, TNI masih tertinggal dalam strategi perang ini. Untuk itu, TNI akan memperdalam dan mengembangkan kemampuan cyber dan medsos.
“Arahnya kita harus siap menghadapi perang cyber,” ujarnya.
Fuad mengatakan, meski masih terbatas, TNI sudah memiliki unit yang khusus menangani medsos. Menurut dia, unit ini mengolah berbagai masukan dari luar dan menyebar informasi tersebut secara terbatas di internal TNI.
Selain itu, unit ini melakukan counter berbagai pemberitaan negatif terkait TNI dan menyampaikan berita positif ke luar. Menurut dia, setelah semua berkembang, mungkin saja TNI membentuk pasukan medsos, tergantung regulasi dan kebijakan di lingkungan pimpinan TNI.
“Persiapan harus tetap ada ke arah itu. Akan ada revisi kebijakan ke arah itu untuk membentuk sebuah unit khusus,” ujarnya.
Untuk menjadi bagian dari pasukan medsos, personel TNI harus menguasai software dan hardware. Selain itu, mereka harus profesional, memiliki kredibilitas dan kepribadian baik serta cerdas dan tak temperamental.
“Kalau emosional bahaya. Jangan-jangan ngamuk nanti saat di-bully. Nanti malah kebongkar semua,” tuturnya.
Kekuatan Serdadu Cyber
Sejumlah negara maju sadar, ancaman terhadap keamanan dalam negerinya kini cukup besar. Inggris dan Amerika sudah merasakannya. Meskipun, mayoritas pelayanan di negara maju dan sistem di perusahaan hingga pribadi sudah mengandalkan teknologi komputerisasi.
Pengamat Security IT, Ruby Alamsyah, mengatakan, Inggris sengaja membentuk Brigade 77 guna mengantisipasi ancaman cyber itu. “Mereka sangat tergantung terhadap sistem komputerisasi. Bila diserang mereka akan mengalami kerusakan dan kerugian besar,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Jumat, 6 Februari 2015.
Ruby menuturkan, pemerintah dan TNI harus siap menghadapi serangan itu. Terutama untuk data rahasia dan objek vital. “Kita harus siap. Minimal mengimbangi,” ujar anggota High Technology Crime Investigation Association (HTCIA) ini.
Menurut dia, medsos sangat strategis karena mempunyai jangkauan luas. Selain itu, hampir semua orang menggunakan media ini. “Medsos untuk komersial saja terbukti efektif. Apalagi, untuk kepentingan pertahanan dan militer,” kata dia. [Lihat Infografik: Keriuhan Jadi Gerakan]
TNI bisa menggunakan medsos untuk propaganda dan counter informasi. Selain itu, wahana ini bisa untuk melacak berbagai kegiatan yang dianggap mengancam keamanan seperti terorisme. Sebab, selama masuk internet, semua bisa dilacak.
Ruby mencontohkan, penangkapan teroris di Indonesia selama ini juga mengandalkan teknologi ini. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga menggunakan teknologi ini untuk memantau keberadaan teroris, sehingga mereka bisa dilacak dan ditangkap. Medsos dengan segala kemampuannya bisa menjadi senjata tersendiri bagi TNI.
Senada dengan Muradi, Ruby juga mengusulkan agar pemerintah membentuk satu badan khusus yang isinya gabungan antara sipil dan militer. Kemudian, sistem informasinya bisa dibagikan dan saling mengisi, sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Silvy W. Sumarlin, salah satu pemateri pelatihan mengatakan, seharusnya Indonesia memang memanfaatkan medsos untuk memperkuat kekuatan militer dan pertahanan. Sayangnya, Indonesia tak memiliki satelit mobile yang bisa digunakan untuk menunjang program itu.
Menurut dia, satelit yang dimiliki Indonesia jenisnya adalah broadcast, bukan mobile. “Indonesia sebenarnya mengerti akan bahaya media sosial dan hacker. Tapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena tak ada dukungan baik biaya maupun regulasi,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 5 Februari 2015.
Chairlady Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) ini menambahkan, medsos lebih berbahaya daripada hacker karena ada ikatan yang kuat antarpara penggunanya. Selain itu, medsos sangat strategis. Melalui medsos, upaya deterrent (mencegah/menangkis) jika dikelola dengan baik akan membuat orang akan waspada. Negara lain akan berpikir dua kali untuk menyerang Indonesia.
Namun, sayangnya pelatihan yang digelar dua hari tersebut tak melatih personel TNI sampai ke sana. Pelatihan hanya terbatas pada diseminasi berita, yakni bagaimana TNI bisa memanfaatkan media sosial untuk “mempromosikan” keberhasilan TNI. Pelatihan tersebut tidak dimaksudkan memanfatkan medsos guna menghadapi perang nonkonvensional. “Hanya murni untuk diseminasi pemberitaan.”