Wakil Menhan AS: RI Mitra Sejajar yang Penting
Senin, 26 Januari 2015TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat bidang Asia Pasifik, David Shear menyatakan Indonesia adalah mitra sejajar yang penting dari negaranya. Karena itulah dia memutuskan untuk segera melawat Indonesia, sejak dilantik September tahun lalu.
“Saya ingin ke Indonesia secepatnya, sebagian karena saya belum pernah ke Indonesia, ini kunjungan pertama saya ke Jakarta, sebagian lagi karena Indonesia adalah negara yang penting dan mitra yang setara (equal) bagi Amerika Serikat,” kata Shear, yang juga mantan Duta Besar AS untuk Vietnam tersebut dalam diskusi terbatas dengan media di Keraton, The Plaza Hotel, Jakarta, Jumat, 23 Januari 2015.
Diplomat senior yang fasih berbahasa Cina dan Jepang tersebut menilai kedua negara punya nilai-nilai dan kepentingan bersama di kawasan yang sangat kuat. “Berdasarkan hal itulah kita menyepakati kemitraan komprehensif pada 2010,” katanya.
Diusulkan pertama kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada November 2008, Kemitraan Komprehensif ditandatangani pada kunjungan Presiden Barack Obama ke Jakarta, November 2010.
Menurut Shear, kerja sama pertahanan merupakan komponen yang sangat penting dalam kemitraan komprehensif tersebut. “Saya akan melakukan apapun yang bisa saya lakukan dalam memperkuat hubungan pertahanan,” kata dia.
Dia juga menyatakan dalam pertemuan Presiden Barack Obama dan Presiden Joko Widodo di Beijing beberapa waktu lalu, Amerika Serikat telah menyampaikan dukungan kepada Indonesia untuk menjadi kekuatan maritim. “Kami juga negara maritim yang kuat, bersama-sama Indonesia di kawasan,” kata dia.
Dalam kunjungan selama empat hari di Indonesia, Shear telah bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Luhut B. Pandjaitan dan Panglima TNI Jendral Moeldoko, serta Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Dia menjelaskan kedua negara memiliki banyak agenda dalam hubungan pertahanan antara lain, keamanan maritim, kewaspadaan maritim, bantuan kemanusiaan dan pemulihan bencana, operasi pasukan perdamaian PBB, modernisasi dan profesionalisasi pertahanan.
Dalam isu transnasional, Indonesia dan Amerika Serikat bekerja sama erat di bidang counter terorisme dan non-profilerasi. “Jadi ini kemitraan yang kuat dan penting bagi Amerika Serikat. Dan saya senang berada di sini,” kata diplomat yang juga menguasai olah raga beladiri Jepang, Kendo tersebut.
.
Wamenhan AS Jamin Tidak Ada Lagi Embargo atas RI
VIVA.co.id – Pejabat tinggi Departemen Pertahanan Amerika Serikat, David B. Shear, mengatakan tidak ada lagi embargo alutsista militer kepada Indonesia. Sebagai negara pemasok perlengkapan militer yang handal, kata Shear, mereka akan selalu menyediakan alutsista canggih dan dapat diandalkan oleh negara sekutu dan mitranya.
Demikian ungkap Shear, yang ditemui dalam pertemuan media terbatas, termasuk dengan VIVA.co.id di Hotel Keraton, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat pada Jumat, 23 Januari 2015.
“Sulit bagi kami membayangkan untuk menjatuhkan embargo kepada negara mitra sepenting Indonesia. Kami pasti akan melakukan apa pun yang kami mampu untuk memastikan dukungan peralatan dan perawatan yang dapat diandalkan dikirim ke Indonesia,” ujar Wakil Menteri Pertahanan AS bidang keamanan Asia dan Pasifik itu.
Terkait dengan pengiriman alutsista militer, mantan Menhan Chuck Hagel, dalam kunjungannya ke Indonesia tahun 2013 lalu, mengumumkan Pemerintah Negeri Paman Sam merestui penjualan 8 unit helikopter tempur Apache. Mantan Wamenhan RI, Sjafrie Sjamsoeddin kala itu, mengatakan pembelian 8 heli tersebut seharga US$500 juta atau sekitar Rp5,4 triliun.
“Oktober 2014 sudah mulai tiba di Indonesia. Pengiriman dilakukan secara bertahap, lengkap dengan persenjataan dan suku cadang,” kata Sjafrie saat itu.
Di tahun 2011, DPR RI juga sudah menyetujui pembelian 6 unit pesawat tempur baru berjenis F-16 Bloc 52 senilai US$430 juta atau Rp3,8 triliun. Semua pembelian ini, dilakukan untuk memodernisasi alutsista TNI yang sudah usang.
Negeri Paman Sam pernah menjatuhkan embargo senjata kepada Indonesia sejak tahun 1999 hingga 2005. Hal itu lantaran pelanggaran HAM yang dilakukan ABRI dalam kasus tindak kekerasan di Timor Timur.
Belajar dari pengalaman itu, Kementerian Pertahanan RI, tidak lagi mengandalkan pembelian senjata dari satu negara.