TRANSLATE

Anggota DPR Dukung Penguatan BPK

Kamis, 22 September 2016

Anggota DPR Dukung Penguatan BPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mendukung penguatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penguatan dilakukan melalui kualitas anggota yang memiliki konsep audit keuangan negara yang baik.

Heri menilai calon anggota BPK yang saat ini tengah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR dapat memiliki integritas dan kemampuan audit. “Calon yang terpilih harus mampu memperkuat institusi BPK, sehingga bisa berkontribusi nyata terhadap tata kelola pemerintahan yang kuat dan bersih,” katanya, Rabu (21/9).

Ia menambahkan, BPK juga harus mandiri, bebas, dan mampu mewujudkan tindakan preventif untuk meminimalisir penyalahgunaan keuangan negara. Heri mengatakan kualitas audit kinerja akhir-akhir ini jadi sorotan, terutama menyangkut audit perencanaan dan belanja.

Ia mengatakan keuangan negara yang kini nilainya telah melebihi Rp 3.807 triliun dan memerlukan proses audit yang mumpuni. “Calon yang terpilih itu harus mampu mengemban tugas mewujudkan misi Nawacita yang tidak ringan. Lebih-lebih ketika struktur belanja kita makin mengalami perubahan yang signifikan seperti adanya Dana Desa yang menuntut sebuah mekanisme fiskal dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang lebih memadai melalui sosialisasi sistem pencatatan yang kredibel,” katanya.

Ia mengatakan BPK harus diperkuat sebagai sebuah entitas yang penting dalam ketatanegaraan kita. Pada konteks ini, tugas audit harus mampu diposisikan sebagai bagian dari penguatan pengawasan tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas good governance.

DPR dukung penguatan BPK

Jakarta (ANTARA News) – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mendukung upaya penguatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui kualitas anggota BPK yang memiliki konsep audit keuangan negara yang baik.

Dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu, Heri menilai calon anggota BPK yang saat ini tengah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR RI dapat memiliki integritas dan kemampuan audit.

“Calon yang terpilih harus mampu memperkuat institusi BPK, sehingga bisa berkontribusi nyata terhadap tata kelola pemerintahan yang kuat dan bersih,” katanya.

Ia menambahkan, BPK juga harus mandiri, bebas, dan mampu mewujudkan tindakan preventif untuk meminimalisir penyalahgunaan keuangan negara.

Heri mengatakan kualitas audit kinerja akhir-akhir ini jadi sorotan, terutama menyangkut audit perencanaan dan belanja.

Ia mengatakan keuangan negara yang kini nilainya telah melebihi Rp3.807 triliun dan memerlukan proses audit yang mumpuni.

“Calon yang terpilih itu harus mampu mengemban tugas mewujudkan misi Nawacita yang tidak ringan. Lebih-lebih ketika struktur belanja kita makin mengalami perubahan yang signifikan seperti adanya Dana Desa yang menuntut sebuah mekanisme fiskal dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang lebih memadai melalui sosialisasi sistem pencatatan yang kredibel,” katanya.

Ia mengatakan BPK harus diperkuat sebagai sebuah entitas yang penting dalam ketatanegaraan kita. Pada konteks ini, tugas audit harus mampu diposisikan sebagai bagian dari penguatan pengawasan tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas good governance.

Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra ini menyampaikan bahwa kandidat terpilih harus mampu menerjemahkan visi pengawasan dan memperkuat fungsi pemeriksa keuangan negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Kewenangan BPK juga, menurutnya, perlu ditambah, terutama menyangkut sosialisasi dan audit Dana Desa, post audit BUMD agar ada standardisasi untuk tumbuh dan berkembang, serta post audit terhadap sumber daya alam dan tata kelola keuangan masing-masing daerah sebagai bagian dari kekayaan nasional.

“Kami berharap ada terobosan atas temuan BPK yang saat ini masih dirasakan belum menyentuh masalah kesejahteraan rakyat. Kita pahami saat ini, rekomendasi pemeriksaan berupa WTP hanya mengukur kapatuhan, kebenaran pencatatan, dan kewajaran laporan keuangan. BPK harus menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas,” katanya.

Komisi XI DPR: Kandidat BPK Harus Visioner dan Punya Terobosan

Liputan6.com, Jakarta Kualitas audit kinerja akhir-akhir ini menjadi sorotan, terutama menyangkut audit perencanaan dan belanja, karena sering menjadi sumber pemborosan dan ketidakwajaran.

Keuangan negara saat ini nilainya telah melebihi Rp 3.807 triliun, terdiri dari pusat Rp2.034 triliun + daerah Rp 827 triliun + PAD Rp 180 triliun + capex opex BUMN Rp 1.587 triliun. Penyimpangan yang biasa terjadi disebabkan oleh gagalnya perencanaan, mark-up, dan indeks kemahalan hingga lebih dari 20%.

Melihat fakta tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mengatakan kandidat anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus punya terobosan untuk menghadirkan konsep audit keuangan negara yang berkualitas, disamping juga visioner untuk memperkuat institusi BPK.

“Calon yang terpilih harus mampu memperkuat institusi BPK, sehingga bisa berkontribusi nyata terhadap tata kelola pemerintahan yang kuat dan bersih,” kata Heri Gunawan dalam rilisnya.

Selain itu, menurut Heri, BPK juga harus mandiri, bebas, dan mampu mewujudkan tindakan preventif untuk meminimalisir penyalahgunaan keuangan negara.

“Calon yang terpilih itu harus mampu mengemban tugas mewujudkan misi Nawacita yang tidak ringan. Lebih-lebih ketika struktur belanja kita makin mengalami perubahan yang signifikan seperti adanya Dana Desa yang menuntut sebuah mekanisme fiskal dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang lebih memadai melalui sosialisasi sistem pencatatan yang kredibel. Saya menilai pada sisi ini, audit BPK masih lemah,” tegas Anggota F-Gerindra itu.

BPK, sambung Heri, memang harus diperkuat sebagai sebuah entitas yang penting dalam ketatanegaraan kita. Pada konteks ini, tugas audit harus mampu diposisikan sebagai bagian dari penguatan pengawasan tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas good governance. Dengan begitu, institusi BPK punya posisi yang kuat dalam konstelasi kekuasaan (legislatif-eksekutif-yudikatif-audit).

Politisi dari dapil Jabar IV ini menyampaikan bahwa kandidat terpilih harus mampu menerjemahkan visi pengawasan dan memperkuat fungsi pemeriksa keuangan negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Kewenangan BPK juga, tandas Heri, perlu ditambah, terutama menyangkut sosialisasi dan audit Dana Desa, post audit BUMD agar ada standardisasi untuk tumbuh dan berkembang, serta post audit terhadap sumber daya alam dan tata kelola keuangan masing-masing daerah sebagai bagian dari kekayaan nasional.

“Kami berharap ada terobosan atas temuan BPK yang saat ini masih dirasakan belum menyentuh masalah kesejahteraan rakyat. Kita pahami saat ini, rekomendasi pemeriksaan berupa WTP hanya mengukur kapatuhan, kebenaran pencatatan, dan kewajaran laporan keuangan. BPK harus menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas,” imbuh Heri.

Komisi XI sendiri melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 25 kandidat untuk dipilih satu orang saja yang akan dijadikan petinggi BPK. Dari 25 itu, terjaring 24 orang. Namun yang mengikuti proses seleksi 23 orang. Rabu malam calon terpilih diputuskan oleh Komisi XI.

Anggito Ingin BPK Jadi Pemeriksa Kinerja

JAKARTA – Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anggito Abimanyu menginginkan BPK menjadi badan pemeriksa kinerja, bukan lagi menjadi lembaga pemeriksa keuangan. “Saya punya mimpi, dalam sepuluh tahun, BPK jadi ‘supreme audit institution’ atau semacam mahkamah, sekarang kan masih badan. Mahkamah itu nantinya tidak lagi berkecimpung dalam pemeriksaan keuangan, tapi kinerja kementerian/lembaga,” ujar Anggito saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu.

Menurut Anggito, berdasarkan praktik di negara lain serta pengalamannya ketika melakukan transformasi di Kementerian Keuangan dulu, sepuluh tahun merupakan waktu yang cukup untuk merealisasikan hal tersebut. Nantinya, lanjut Anggito, BPK tidak lagi bertindak sebagai auditor melainkan sebagai penilai.
BPK tetap dapat melakukan asersi atau atestasi terhadap laporan keuangan kendati yang membuat laporan bukan BPK melainkan inspektorat jenderal atau kantor akuntan publik. “Jadi tidak ada lagi dualisme. Saya waktu di Kementerian Agama diperiksa oleh inspektorat jenderal, BPK, dan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), dengan subjek dan objek yang sama. Itu tidak BOLEH lagi seperti itu,” kata Anggito.

Terkait pemeriksaan kinerja, ia mencontohkan misalnya pembangunan terminal. Yang diukur tidak lagi berapa anggaran dan efisiensinya, melainkan efektivitas proyek tersebut dan manfaat ekonomi sosialnya. Oleh karena itu, Anggito menilai kewenangan BPK perlu diubah dari kewenangan pemeriksaan keuangan menjadi pemeriksaan kinerja. Karena pemeriksaan keuangan direncanakan akan diserahkan ke inspektorat jenderal, maka ia mengusulkan perlu ada perubahan Undang-Undang Kementerian Negara di mana inspektorat jenderal akan menjadi lembaga independen terhadap kementerian/lembaga. “Jadi nanti akuntan-akuntan (di BPK) itu akan dipindah ke inspektorat jenderal,” kata Anggito.

Selain itu, Anggito juga menilai ke depan perlu dilakukan pre-audit atau audit terhadap perencanaan pemerintah. Ia juga menilai dalam konstelasi tersebut, BPKP tidak lagi diperlukan. “Sekarang kan post audit, makanya meskipun ia diaudit banyak pejabat kena kasus korupsi. Dari 525 kepala daerah, 200-an kena kasus Raperda (rancangan peraturan daerah), dan 323 kena kasus keuangan,” kata Anggito.

Sumber : okezone




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia