TRANSLATE

Kuliah Umum Menhan: Kalibrasi Ulang Strategi Pertahanan, Arahkan Kompas Ke Titik Nol

Senin, 15 Oktober 2018

Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Ryamizard Ryacudu, memberikan Kuliah Umum di Universitas Pertahanan (Unhan) di Kawasan International Peace and Security Center (IPSC), Sentul, Bogor, Jawa-Barat, Rabu (19/9/18). Dihadapan mahasiswa Unhan, Menhan dalam kuliah umumnya mengangkat tema “Kalibrasi Ulang Konsep Strategi Pertahanan RI Menghadapi Disrupsi Dinamika Perkembangan Lingkungan Strategis”.

“Para mahasiswa sekalian adalah kader-kader pimpinan Indonesia pada level strategis di masa mendatang, sehingga apa yang saya sampaikan ini perlu dipahami secara seksama sebagai bekal dalam menjalankan amanah mulia sebagai pemimpin bangsa di masa depan,” ucap Menhan Ryamizard mengawali Kuliah Umumnya di Ruang Auditorium Unhan.

“Dua variable yang menjadi penekanan yakni kalibrasi ulang konsep strategi pertahanan RI yang bermakna mengembalikan arah kompas ke titik nol, hakekat tujuan pembangunan pertahanan negara dan yang kedua variabel disrupsi dinamika perkembangan lingkungan strategis,” ungkapnya.

Kedua variable ini saling terkait, karena terjadinya disrupsi atau riak terhadap stabilitas dan keamanan kawasan akan berdampak terhadap penyesuaian konsep strategi pertahanan negara.Kalibrasi antar waktu disini perlu dilakukan karena strategi pertahanan dengan jangka waktu 30 sampai 40 tahun yang lalu, tentunya sudah tidak relevan lagi dihadapkan dengan situasi dan kondisi ancaman aktual masa kini.

Pada hakekatnya, kata Menhan, pembangunan kekuatan pertahananan negara setiap bangsa didunia diarahkan guna mewujudkan kawasan dan dunia yang aman, damai dan sejahtera.

“Inilah yang merupakan esensi dan titik nol arah kompas yang senantiasa perlu di kalibrasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi aktual lingkungan strategis kawasan,” terangnya.

Dikatakan, konsep ini telah disepakati dan dimplementasikan di kawasan Asean, dimana kita yang telah melewati 51 tahun kebersamaan dalam Asean yang selalu rukun, aman dan damai. Kita selalu dapat menyelesaikan setiap persoalan dan perbedaan pandangan dengan semangat kebersamaan dan persatuan.
Menurutnya, hal ini menjadi modal utama kekuatan kawasan dalam menavigasi berbagai potensi ancaman dan tantangan yang selalu silih berganti menghantui kawasan. Komitmen dan budaya Asean yang juga dikenal dengan “ASEAN Way” ini juga menjadi fondasi utama didalam membangun kerjasama pertahanan sekaligus sebagai arah utama didalam mengkalibrasi ulang arsitektur keamanan demi terwujudnya kawasan yang stabil, aman dan damai.

Disamping itu, lanjutnya, sejak terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 73 Tahun yang lalu, seluruh bangsa-bangsa didunia telah sepakat untuk menyelesaikan setiap perbedaan dan persoalan antar bangsa dengan semangat perdamaian dan tidak saling intervensi urusan dalam negeri masing.Nilai-nilai universal tersebut telah kita sepakati bersama yang tertuang didalam Piagam PBB yang telah diratifikasi oleh semua negara didunia.

Seperti ada pepatah yang mengatakan bahwa “Arsitektur dimulai ketika ada dua batu bata yang mulai disatukan dengan mempertimbangkan tujuan dan keunikan tertentu”. Oleh karena itu, kata Menhan, dalam merumuskan kalibrasi ulang arsitektur keamanan kawasan kita perlu selalu mengacu pada kondisi aktual potensi ancaman kawasan masa kini dan masa yang akan datang.

Menhan mengatakan, hakekat tantangan dan ancaman Asean pada masa kini berbeda dengan ancaman yang kita hadapi 51 tahun silam dan ancaman tersebut selalu berevolusi secara terus-menerus sejalan dengan perkembangan geopolitik lingkungan strategis yang dinamis dan selalu berubah sejalan dengan tren kompetisi global antar kepentingan aktor negara (state actor) dan aktor bukan negara (non state actor).

Salah satu titik berat kepentingan Indonesia di dalam membangun arsitektur pertahanan negara adalah bagaimana mewujudkan stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan yang kondusif, sebagai bagian integral dari kepentingan nasional Indonesia dengan senantiasa mengantispasi berbagai potensi ancaman bersama dikawasan, yang mungkin timbul serta upaya untuk mengatasinya.
Dengan kondisi keamanan yang meningkat, Maka, akan dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia makmur dan sejahtera. Mengacu dari konsideran tersebut, kata Menhan, maka direktif design strategi pertahanan negara Indonesia telah di arahkan, guna mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global.

Melalui pendekatan strategi pertahanan smart power yang merupakan kombinasi yang sinergis antara pembangunan kekuatan hard power (rakyat plus TNI/Alutsista tri-matra) dan kekuatan soft power (mindset dan diplomasi pertahanan kawasan) yang berlandaskan kekuatan nilai-nilai idealisme hati nurani dan jati diri bangsa.

*Kemhan Adopsi Diplomasi Pertahanan Empat Poros*

Dihadapan segenap civitas akademika Unhan, mantan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) ini menjelaskan tentang konteks strategi diplomasi pertahanan, dimana Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengadopsi pendekatan diplomasi pertahanan empat Poros, yaitu dengan menjaga kesimbangan hubungan dengan Amerika Serikat, Rusia, China dan ASEAN.

Hubungan tersebut, bagi Menhan, sangat strategis mengingat semakin tingginya kesamaan cara pandang, didalam upaya untuk mewujudkan kepentingan national masing-masing negara (mutual national interest) ditengah kompleksitas dinamika lingkungan strategis kawasan yang semakin berkembang.

Menhan menambahkan, Indonesia juga memandang perlunya negara-negara dari seluruh kawasan di belahan dunia manapun untuk bersama-sama membesarkan persamaan yang ada diantara kita dan juga bersama-sama mengecilkan perbedaan yang selama ini dapat mengganggu hubungan persaudaraan sesama umat manusia.

“Sehingga hal ini akan lebih memperkuat persatuan dan kerja sama antar negara dan antar kawasan demi mewujudkan cita-cita mulia bersama untuk membangun dunia yang lebih aman, damai dan sejahtera,” harapnya.

Kecenderungan perkembangan lingkungan strategis saat ini, lanjutnya lagi, yang semakin sulit diprediksi menempatkan perkembangan masa depan dunia menjadi penuh dengan ketidakpastian (yang menjadi kepastian saat ini adalah ketidakpastian itu sendiri). Jarak antar Negara sekarang bukan merupakan penghalang lagi, sementara sifat ketergantungan antar negara dan bangsa semakin besar, hal inilah yang menjadi dasar alamiah terbentuknya keinginan masyarakat dikawasan untuk membangun persatuan dan kerjasama.

Sehingga, ia mengatakan, kedepan ancaman tidak akan lagi bersifat ancaman konvensional atau perang terbuka antar negara, tapi lebih bersifat ancaman realistik didepan mata yakni benturan kepentingan antar kelompok Non-Negara dengan mengatasnamakan ideologi tertentu dari kelompok masyarakat atau golongan yang merasa termajinalisasi oleh keadaan.

Kondisi ini juga, menurut Menhan, menjadi faktor pemicu munculnya fenomena ancaman baru yang sering ia sampaikan dalam berbagai forum dengan sebutan “Ancaman Nyata”. Ancaman ini bersifat lebih dinamis dan multi dimensional, baik berbentuk fisik maupun non fisik yang dapat muncul dari dalam atau dari luar suatu negara seperti terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam dan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian Sumber Daya Alam (SDA) dan mineral serta penyelundupan bersenjata, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan Narkoba dan Perang Siber dan Intelijen.

“Sifat alamiah dari ancaman-ancaman tersebut diatas adalah tidak mengenal batas negara, tidak mengenal Agama, tidak mengenal waktu serta tidak memilih korbannya,” beber Menhan.

Selanjutnya, tambahnya lagi, dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi ini, disamping ancaman-ancaman berbentuk fisik seperti sebagaimana yang saya sebutkan diatas, kita juga menghadapi ancaman Non-Fisik yang relatif lebih besar khususnya ancaman yang pada gilirannya dapat mengancam keutuhan dan persatuan kawasan.
8
Ancaman dan tantangan tersebut berupa kekuatan “soft power” yang berupaya untuk merusak “mindset” masyarakat di kawasan kita yang saat ini populer dengan istilah proxy war yaitu suatu bentuk perang jenis baru yang mempengaruhi hati dan pikiran rakyat dengan tujuan untuk membelokkan pemahaman dan perilaku masyarakat agar mengikuti kehendak dari aktor yang berada dibalik layar tersebut.

“Jangankan negara di kawasan yang sarat dengan perbedaan, beberapa entitas negara yang memiliki ideologi yang kuat-pun sudah berhasil dipecah-belah oleh kekuatan ini,” ucapnya.

Menurut Menhan, dinamika lingkungan strategis kawasan juga masih diwarnai potensi benturan ego geopolitik antar negara besar yang cenderung dapat memperluas perbedaan dan yang pada gilirannya dapat menjadi salah satu faktor penghalang terwujudnya stabilitas dan keamanan kawasan yang kita cita-citakan bersama.

Perebutan pengaruh yang didasarkan pada persepsi hegemony sektoral tersebut, kata Menhan, hanya akan memperkeruh situasi keamanan yang pada gilirannya dapat men-disrupsi arah kompas tujuan mulia kita yaitu terwujudnya masyarakat kawasan makmur dan sejahtera. Kondisi ini juga menempatkan situasi keamanan kawasan semakin sulit diprediksi serta menempatkan perkembangan masa depan dunia menjadi semakin penuh dengan ketidakpastian.

“Sudah cukup kita melihat masyarakat menderita akibat aksi berbagai ancaman nyata yang sudah didepan mata khususnya serangan terorisme dan bencana Alam , seperti yang terjadi di Jepang baru-baru ini yang mengakibatkan 139 korban jiwa, bencana di Lombok serta Taifun di Filipina. Inilah saatnya kita mengkalibrasi ulang arsitektur dan tatanan kawasan yang baru yang lebih berorientasi pada aspek persatuan kemanusiaan dengan mengedepankan tranparansi dan keterbukaan,” papar Menhan.

*Butuh Persatuan di Kawasan Untuk Hadapi Empat Isu Aktual*

Menhan Ryamizard, mengatakan, saat ini dunia masih diwarnai dengan adanya empat isu aktual Keamanan serius yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama. Keempat isu tersebut adalah Isu Korea Utara, Perkembangan Laut China Selatan, Isu Trilateral Pengamaanan Laut Sulu dari potensi Ancaman ISIS Asia Timur, serta Perkembangan Krisis Rohingya”.

Kesamaan isu yang kita hadapi bersama tersebut merupakan titik tolak terbentuknya persatuan dan kesatuan antar negara dan antar kawasan untuk kita bersatu mencari solusi bersama didalam menyikapi disrupsi keamanan Kawasan.

Titik berat kepentingan bersama di dalam membangun arsitektur pertahanan kawasan adalah bagaimana mewujudkan semangat saling percaya dan saling menghormati antar negara-negara di kawasan serta senantiasa menjaga stabilitas dan keamanan kawasan yang kondusif sebagai bagian integral dari kepentingan strategis masing-masing Negara dengan senantiasa mengantisipasi berbagai potensi ancaman bersama dikawasan yang mungkin timbul serta upaya untuk mengatasinya.

Secara Fisik, lanjut Menhan Ryamizard, Asean memiliki modalitas kekuatan yang dapat menjadi efek getar pertahananan dikawasan yaitu saat ini ada sekitar 569 juta penduduk di Asean, dari jumlah tersebut terdapat sekitar 2.644.710 kekuatan militer aktif. Dengan jumlah efektif tersebut, Asean memiliki kekuatan yang maha dasyat yang mampu menangkal berbagai potensi ancaman dan gangguan bersama di kawasan ini.

Disamping itu, katanya, guna mengatasi potensi ancaman Non-Fisik yang bertujuan untuk merusak mindset masyarakat Asean, kita perlu terus berkomunikasi dan bertukar pikiran secara rutin dan terarah melalui mekanisme konsultasi strategis yang sudah ada seperti forum pertemuan para Menhan dalam Forum ADMM Retreat, ADMM Plus, Forum Shangrila Dialogue, serta bentuk konsultasi terkait lainnya seperti Forum Putrajaya yang sangat prestius ini.
Berbagai upaya pendekatan diplomasi telah dilakukan untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea teramasuk upaya Amerika Serikat yang patut diapresiasi yang menjadi mediator pertemuan dua pemimpin Korea di Singapura pada 27 April 2018 yang lalu. Indonesia juga mengajak PBB agar mengambil peran lebih besar yang mengedepankan langkah-langkah produktif dan konkrit dengan lebih menekan Korea Utara agar dapat lebih menghormati hukum dan norma serta tatanan Internasional.

Disisi lain, kepada mahasiswa Unhan, Menhan menerangkan, tentang situasi ketegangan Laut China Selatan yang cenderung mereda dan membaik perlu terus kita pelihara momentum-nya agar tetap kondusif di-dalam mengakomodasi kepentingan Strategis kita bersama di kawasan ini.

“Kita juga perlu mengapresiasi niat baik China yang sdh membuka diri dan berkeinginan untuk bekerjasama dalam memperkuat arsitektur keamanan kawasan,” pungkasnya.

*Ribuan Pejuang ISIS Kembali Ke Asia Our Eyes di Perkuat*

Dalam kuliah umum itu, Menhan mengatakan, ancaman yang sangat sangat nyata pada saat ini dan harus memerlukan perhatian dan tindakan bersama yang konkret dan serius adalah adalah ancaman bahaya Terorisme dan Radikalisme. Ancaman terorisme dan radikalisme ini merupakan ancaman yang bersifat lintas negara dan memiliki jaringan serta kegiatan yang tersebar dan tertutup sehingga dalam penanganannya sangat memerlukan penanganan kolektif dan tindakan bersama-sama melalui kolaborasi kapabilitas dan interaksi antar negara yang intensif, konstruktif dan konkrit.

“Saat ini kita semua di kawasan dan di berbagai belahan dunia sedang menghadapi potensi ancaman yang sangat-sangat Nyata yaitu bahaya ancaman Terorisme dan Radikalisme generasi ketiga paska Al-qaeda dan Paska ISIS yang telah dihancurkan di Timur Tengah (Irak dan Syria),” tandasnya

Sifat dasar ancaman terorisme geneasi ketiga ini adalah berevolusinya ancaman dari yang bersifat tersentralisasi menjadi terdesentralisasi yang menyebar keseluruh belahan dunia setelah kekalahan ISIS di Timur Tengah yang kemudian menyebar ke wilayah Afrika, Eropa dan ASIA Timur serta Asia Tenggara pada khususnya. Ciri khusus lainnya, ungkap Menhan, terlihat dari ancaman Terorisme generasi ketiga ini adalah kembalinya para pejuang ISIS (Foreign Terrorist Fighter) dari Timur tengah.

“Berdasarkan data Intelijen Kemhan ada sekitar 31.500 pejuang ISIS asing yang bergabung di Syria dan Irak. Dari jumlah tersebut 800 berasal dari ASIA Tenggara serta 400 dari Indonesia,” jelasnya.

Ancaman Radikal dan Terorisme generasi ketiga ini memiliki sifat-sifat alamiah yaitu berbentuk desentralisasi dalam wilayah propinsi-propinsi; berbentuk sel-sel tidur serta Operasi Berdiri Sendiri (Lone Wolf) dan Radikalisasi dengan Online, Media Sosial dan Penggunaan Teknologi Canggih.

Guna mengatasi potensi ancaman Terorisme dan Radikalisme ini, maka Indonesia bersama negara lainnya yaitu Filipina dan Malaysia sudah mengambil langkah-langkah kerja sama yang konkrit melalui pembentukan Platform kerja sama Trilateral di Laut Sulu yang diisi dengan kegiatan patroli bersama yang terkordinasi baik di laut maupun udara, serta ke depan akan ditingkatkan dengan kegiatan patroli bersama di darat.

“Tujuan utama dari Kerjasama Trilateral ini adalah untuk membendung dan mengelimir pengaruh dan infiltrasi ISIS yang akan masuk ke kawasan kita yang berbatasan dengan Laut Sulu,” ujar Menhan.

Kita juga, tambahnya, perlu menaruh perhatian khusus atas krisis Rohingnya di Rakhine State Myanmar. Maka, diperlukan langkah konkrit dan penangan bersama dikawasan yang tepat sasaran. Karena bila tidak ditangani dengan baik dan benar, para pengungsi yang rapuh ini, dapat direkrut oleh kelompok ISIS untuk memperkuat jaringannya.

Untuk lebih memperkuat system pengawasan dan deteksi dini terhadap potensi berkembangnya ancaman ISIS di kawasan, Menhan Ryamizard Ryacudu, telah mengeluarkan satu inisiatif platform kerja sama baru yaitu Konsep Kerjasama pertukaran Intelijen strategis dengan nama “Our Eyes”, dimana konsep ini mirip dengan konsep Five Eyes negara barat yang melibatkan unsur kerja sama Pertahanan/Militer dan Jaringan Intelijen secara terintegrasi.

“Konsep ini adalah murni kerjasama untuk mengatasi Ancaman Terorisme dan radikalisme di kawasan tanpa ada agenda politik didalamnya,” terangnya lagi.

Konsep ini telah didukung secara aklamasi oleh para Menhan Asean serta beberapa negara mitra seperti Amerika Serikat, Australia, Rusia dan Jepang menyatakan keinginannya untuk bergabung. Soft Launching kerjasama Intelijen “Our Eyes” ini telah dilaksananakan pada tanggal 25 Januari 2018 yang lalu di Bali-Indonesia dan saat ini kerjasama Intelijen ini sudah berjalan sangat efektif.
Bentuk kerjasama ini diarahkan guna memperkuat ketahanan dan mekanisme kerja sama regional dalam menghadapi ancaman bersama di kawasan khususnya ancaman terorisme. Saat ini di kawasan Asean setidaknya terdapat tiga area kerja sama maritim yang menjadi sorotan dunia, yakni Patroli Terkoordinasi Selat Malaka, kerja sama maritim negara-negara di kawasan Teluk Thailand dan kerja sama Trilateral di Laut Sulu.

Ketiga bentuk kerja sama tersebut rencananya akan diperluas dengan melibatkan negara-negara ASEAN lainnya khususnya Myanmar serta negara mitra ASEAN seperti Amerika Serkat, Australia, Jepang serta negara-negara lain. Perluasan kerja sama ini sangat diperlukan untuk menciptakan konektivitas kerja sama antar platform kerjasama sub-regional.

“Saya yakin bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat menghadapi dan menyelesaikan tantangan dan ancaman keamanannya sendiri.Dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki suatu negara, maka tidak dapat dihindari perlunya kerjasama antar negara-negara di kawasan dalam menghadapi ancaman-ancaman keamanan ini secar bersama –sama,” tegas Menhan.

Pada akhirnya, kebutuhan untuk mengkalibrasi ulang strategi pertahanan negara dalam Tatatan arsitektur keamanan Kawasan Indo Pasifik menjadi sebuah urgensi yang perlu segera direalisasikan agar kita dapat menavigasi setiap ancaman dan tantangan di kawasan dengan tepat dan benar serta proporsional.

“Hal ini dilakukan tidak lain adalah demi menunjukkan visi para pemimpin negara di belahan dunia manapun yaitu untuk menjamin keamanan bagi warganya yang pada giliranya dapat mewujudkan kesejahteraan bersama,” demikian dikatakan Menhan Ryamizard Ryacudu dalam kuliah umumnya.

Sumber: https://tangerangonline.id/




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia