TRANSLATE

Menhan: Negara Kawasan Puji Peran Indonesia Atasi Terorisme dan Radikalisme

Selasa, 17 April 2018

Menteri Pertahananan Ryamizard Ryacudu, Selasa (3/4/18), di Jakarta, memberikan pengarahan kepada seluruh Komandan Satuan di wilayah Kodam Jaya. Dalam pengarahannya, Menhan Ryamizard, mengungkapkan, dinamika perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional dewasa ini, telah mengisyaratkan tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan negara khususnya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah.

Tantangan tersebut, kata Menhan, kemudian berevolusi menjadi ancaman strategis terhadap kedaulatan Negara, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan bangsa dan akan semakin berkembang menjadi bersifat multidimensional, fisik dan nonfisik, serta berasal dari luar dan dari dalam negeri.

“Sebagaimana sering saya sampaikan dalam berbagai forum bahwa fenomena potensi ancaman terhadap NKRI terbagi menjadi dimensi ancaman utama, yang pertama adalah ancaman belum nyata, yaitu ancaman perang terbuka antar Negara,” ucapnya.

Dimensi kedua ancaman yang menjadi prioritas untuk ditangkal yaitu ancaman yang sangat nyata yang sedang dan kemungkinan dapat dialami oleh negara-negara kawasan baik secara sendiri-sendiri atau yang bersifat lintas negara.

Saat ini, lanjut Menhan, kita semua di kawasan dan di berbagai belahan di dunia (across the globe) sedang menghadapi potensi ancaman yang sangat-sangat nyata yaitu bahaya ancaman terorisme dan radikalisme generasi ketiga pasca Al-Qaeda dan pasca DAESH yang telah dihancurkan di Timur Tengah (Irak dan Syria).

“Penanganan ancaman ini memerlukan komitmen dan tindakan bersama yang konkret dan serius,” ujar Menhan Ryamizard.

Menurutnya, secara umum dikawasan ASEAN ini kita menyaksikan dan berhadapan langsung dengan tiga generasi pergerakan jihad teroris global yang muncul yaitu Al-Qaeda sebagai generasi pertama yang menyerang Gedung WTC di Amerika Serikat pada 2001 yang kemudian menjadi ancaman diberbagai belahan dunia di Asia, Afrika, Timur Tengah dan Eropa. Kemudian ancaman teroris generasi kedua adalah Jihad Global ISIS Syria dan Irak setelah Abu Bakar Al-Bagdadi mengumumkan pembentukan khilafah dan Negara ISIS pada Juni 2014.

“Berdasarkan data intelijen yang telah kita peroleh, ada sekitar 31.500 pejuang ISIS asing yang bergabung di Syria dan Irak, dari jumlah tersebut seribu orang berasal dari Asia Tenggara, dimana 400 orang diantaranya dari Indonesia. Jumlah tersebut memenuhi 40 persen dari keseluruhan pejuang ISIS di kedua wilayah tersebut,” ungkap Menhan Ryamizard.

Menurutnya, ancaman radikal dan terorisme generasi ketiga ini memiliki sifat-sifat alamiah yaitu berbentuk desentralisasi kedalam wilayah provinsi-provinsi, berbentuk sel-sel tidur serta Operasi Berdiri Sendiri (Lone Wolf) dan radikalisasi dengan online, media sosial dan penggunaan tehnologi canggih lainnya.

Menhan kemudian melanjutkan, dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi ini, disamping ancaman-ancaman berbentuk fisik yang nyata tersebut, kita juga menghadapi potensi ancaman non-fisik yang relatif lebih besar dari ancaman fisik khususnya ancaman terhadap ideologi negara Pancasila, yang pada gilirannya dapat mengancam keutuhan dan ketahanan nasional Bangsa.

Didalam menghadapi potensi ancaman-ancaman tersebut, diperlukan konsep pembangunan mindset seluruh rakyat Indonesia, melalui penanaman wawasan kebangsaan, agar tidak mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh upaya pencucian otak dari kelompok tertentu yang ingin memecah belah bangsa.

Karena itu, paparnya, desain strategi pertahanan Negara juga diarahkan dengan konsep Perang Rakyat Semesta atau Total Warfare yang melibatkan pembangunan seluruh komponen Bangsa yang dilandasi oleh Penanaman Nilai-Nilai Kesadaran Bela Negara yang lahir dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia disertai pembangunan kekuatan TNI beserta alutsistanya sebagai Komponen Utama Pertahanan Negara.

“Hanya satu kata kunci kekuatan kita dalam menghadapi keniscayaan masuknya berbagai potensi ancaman fisik dan non fisik sebagaimana yang saya sebutkan tadi, yaitu dengan cara memperkuat identitas dan jati diri bangsa serta membangun persatuan dan kesatuan yang kokoh dari seluruh komponen bangsa melalui Penanaman Nilai-Nilai Pancasila dan penguatan kesadaran Bela Negara,” ujar Menhan.

Menhan menambahkan, saat ini ada empat isu faktual yang berpengaruh terhadap stabilitas di kawasan saat ini yakni isu Korea Utara, Trilateral Pengamanan Udara Sulu dari potensi Ancaman ISIS Asia Timur; perkembangan udara China Selatan serta perkembangan krisis Rohingya.

Beberapa capaian diplomasi pertahanan yang berhasil diraih dalam upaya mewujudkan stabilitas kawasan, diantaranya adalah situasi kawasan udara China Selatan yang saat ini eskalasinya cenderung mereda atas upaya pendekatan diplomasi yang dimulai saat Menhan Ryamizard Ryacudu menjadi salah satu pembicara pada forum Shangri-La Dialogue pada tahun 2015 di Singapura.

“Saat itu, saya mengajak China untuk lebih terbuka dan mengajak China untuk Patroli Bersama (coordinated patrol), dan China setuju. Pada saat kunjungan Bilateral ke China, saya mengadakan pembicaraan dengan Jenderal Fan Chang-long (orang kedua dalam pemerintahan China). Beliau sependapat bahwa Udara China Selatan merupakan Pekarangan Rumah kita bersama, sehingga menjadi tugas kita bersama untuk menjaga dan mengamankan serta memanfaatkan bersama wilayah Udara China Selatan,” ungkap mantan Kasad ini.

Khusus untuk menghadapi potensi ancaman radikalisme dan pembajakan di udara yang terus berulang, di Kawasan ASEAN kini telah dibangun tiga area kerjasama maritim yang menjadi sorotan dunia, yakni Patroli Terkoordinasi Selat Malaka, kerja sama maritim negara-negara di kawasan Teluk Thailand dan kerja sama Trilateral di Udara Sulu antara Indonesia, Malaysia dan Filipina (yang merupakan inisatif Indonesia), kedepan kerjasama trilateral ini akan melibatkan Singapura, Thailand, Vietnam dan negara ASEAN lainnya.

“Perluasan kerja sama ini sangat diperlukan untuk menciptakan konektivitas kerja sama sub-regional.Sementara itu, guna mengantisipasi perkembangan situasi keamanan kawasan dalam kaitan terorisme dan radikalisme, saya menyampaikan inisiatif platform kerja sama baru yaitu konsep kerja sama pertukaran intelijen kawasan dengan nama “Our Eyes” seperti konsep Five Eyes milik Amerika dan sekutunya yang melibatkan unsur kerja sama pertahanan atau militer dan jaringan intelijen bersama,” papar Menhan.

Gagasan Menhan Ryamizard mengajak patroli terpadu di laut Sulu, dengan melibatkan Indonesia, Malayasia dan Philipina untuk mengatasi perompak dan terorisme, amat berhasil dan dipuji negara-negara di kawasan, seperti Australia, Amerika Serikat dan Jepang.

“Saya juga usulkan patroli bersama Asean di Laut China Selatan untuk menghindari ketegangan dan menjaga stabilitas kawasan. Pandangan saya sebagai Menhan RI di forum ADMM dan Shangrila Dialogue telah membantu mengurangi ketegangan dan menjaga stabilitas di luar Laut China Selatan. Saya bersyukut, negara di kawasan memuji peran konstruktif Indonesia,” tutup Menhan Ryamizard Ryacudu.

Sumber: https://tangerangonline.id




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia