Bertemu Menhan, Wiranto Bahas Finalisasi Surat Keputusan Senjata Api
Senin, 4 Desember 2017JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto bertemu dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2017).
Dalam pertemuan tersebut keduanya memfinalisasi surat keputusan bersama (SKB) antarmenteri terkait tentang pengaturan pengadaan, pembelian dan penggunaan senjata api.
SKB itu, kata Wiranto, menjadi instrumen yang mengatur soal senjata api sebelum adanya revisi UU secara menyeluruh.
“Perlu adanya suatu acuan, yang dapat mengamankan dan mengatur tentang senjata api itu, maka kami mengadakan kesepakatan bersama dari para menteri, dari Menhan, Panglima TNI dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tadi saya dengan Menhan memfinalisasi ini, sehingga dalam waktu dekat akan muncul suatu keputusan bersama atau kesepakatan bersama, untuk bagaimana mengelola ini,” ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Selasa (28/11/2017).
Menurut Wiranto, peraturan yang ada tentang senjata api sudah tak lagi relevan saat ini. Salah satu undang-undang yang mengatur mengenai senjata api diterbitkan pada tahun 1948, yakni UU Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Kemudian UU tersebut diubah melalui UU Nomor 12 tahun 1951.
Setidaknya ada empat undang-undang, satu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dan satu Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur soal pengadaan senjata. Selain itu, ada pula satu surat keputusan dan empat peraturan setingkat menteri.
“Kan dulu saya sampaikan bahwa banyak undang-undang yang sudah tidak lagi relevan dengan keadaan sekarang, terlalu banyak, bahkan undang-undang ini dari tahun 1948 masih digunakan,” tuturnya.
Maka dari itu, Wiranto menilai yang terbaik sebenarnya mengubah undang-undang yang ada. Namun, sebelum perubahan itu terjadi, maka pemerintah memutuskan perlu dibuat satu kesepakatan bersama antarmenteri.
Keputusan untuk membuat SKB bermula dari munculnya polemik soal pengadaan senjata dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Beredar rekaman suara Panglima TNI di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).
Dalam rekaman itu, Panglima TNI menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata. Panglima TNI juga bicara soal larangan bagi Kepolisian untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.
Setelah itu, beredar kabar sebanyak 280 pucuk senjata jenis Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter dan 5.932 butir peluru tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, Sabtu (30/9/2017).
Senjata milik Korps Brimob Polri tersebut tertahan di Gudang Kargo Unex. Sejumlah pasukan TNI pun mendatangi kargo tersebut dalam rangka pengamanan.
.
Bersama Menhan, Wiranto bahas finalisasi perbaikan UU soal senjata api
Merdeka.com – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan segera membuat kebijakan baru Undang-Undang soal senjata api. Ia pun membahas hal tersebut dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di kantornya.
“Dengan Menhan kita memfinalisasi melakukan perbaikan tentang Undang-Undang Senjata, pengadaan pembelian dan pengaturan tentang senjata api di Indonesia itu kan dulu sudah saya sampaikan banyak undang-undang yang sudah tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang,” kata Wiranto di kantor Kemenkopolhukam,Jakarta Pusat, Selasa (28/11).
Menurutnya, penerapan Undang-Undang Senjata Api saat ini sudah tak cocok digunakan. Sebab, pemerintah masih menggunakan undang-undang lama yang menyebabkan polemik instansi keamanan negara terkait. Dia berharap dengan adanya Undang-Undang Senjata Api yang baru dapat menghindari kesalahpahaman antarlembaga.
“Bahkan Undang-Undang ’48 ini masih digunakan. Tahun ’48, ’61 sampai tahun 2000-an, sehingga kita akan melakukan revisi dari undang-undang itu, sehingga undang-undang yang baru nanti lebih komprehensif lebih terpaku untuk memayungi berbagai kegiatan pengadaan pembelian maupun pengaturan senjata api di Indonesia,” papar
“Makanya semuanya ribut karena masing-masing mengacu pada undang-undang yang tidak jelas kedudukannya itu, kita kan Undang-Undang 48 digunakan, Undang-Undang tahun 61 digunakan, undang-undang itu apa sih satu ketentuan yang kita gunakan untuk menyikapi mengatur suatu kondisi objektif saat itu, jadi undang-undang bukan dogma, bukan tidak bisa berubah, harus berubah menyesuaikan kondisi kondisi terkini dan ke depan,” sambungnya.
Kemudian, lanjut Wiranto, sebelum undang-undang baru tersebut muncul perlu ada acuan yang dapat mengamankan dan mengatur senjata api. Maka pihaknya melakukan kesepakatan dari para Menteri. Terutama Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Nah tadi saya dengan Menhan memfinalisasi ini sehingga dengan kesempatan ini akan muncul satu keputusan bersama atau kesepakatan bersama bagaimana mengelola ini, sehingga kita memperbaiki undang-undang yang cukup lama, itu ya tadi dengan Menhan,” jelas Wiranto.
Sementara, kata dia, untuk mengesahkan keputusan tersebut tak perlu memakai keputusan Presiden. Sebab, kesepakatan bersama antarmenteri terkait sudahlah cukup. “Kok Kepres bagaimana, menteri. Namanya kesepakatan bersama antarmenteri cukup,” tutup Wiranto.
.
Menkopolhukam dan Menhan Bahas SKB Senjata Api
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam waktu dekat ini akan dikeluarkan surat kesepakatan bersama (SKB) antarmenteri yang mengatur tentang senjata api. SKB itu dikeluarkan sembari menunggu perbaikan Undang-undang (UU) Senjata Api.
“Sebelum UU itu muncul, kita kan perlu adanya satu acuan yang dapat mengamankan dan mengatur tentang senjata api. Maka kita melakukannya dengan kesepakatan bersama dari Menteri Pertahanan, Panglima TNI, kemudian juga Kapolri,” terang Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Kriminal Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (28/11).
Hari ini, Wiranto melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di kantornya. Dalam pertemuan itu, menurut Wiranto, keduanya membahas soal finalisasi kesepakatan bersama tersebut.
“Tadi saya dengan Menhan memfinalisasi ini. Sehingga dalam waktu dekat ini akan muncul satu keputusan bersama, kesepakatan bersama, untuk bagaimana mengelola ini (senjata api). Sementara kita memperbaiki UU yang cukup lama waktunya,” terang dia.
Ia kembali menjelaskan, saat ini, banyak UU soal pengadaan, pembelian, penggunaan, dan pengaturan senjata api di Indonesia. Banyak dari UU tersebut yang sudah tak relevan dengan kondisi saat ini. Karena itu, dilakukanlah revisi terhadap seluruh UU itu.
“Sehingga ada UU baru yang nanti lebih komprehensif, terpadu, dapat memayungi berbagai kegiatan pengadaan, pembelian, mau pun pengaturan dan penggunaan senjata api di Indonesia,” jelas Wiranto.
Ia menuturkan, ribut-ribut soal senjata api yang lalu itu terjadi karena masing-masing pihak terkait mengacu pada UU yang kedudukannya tidak jelas. Bahkan, UU yang mengatur soal senjata api tahun 1948 dan 1961 masih digunakan.
“UU itu apa sih? Suatu ketentuan-ketentuan yang kita gunakan untuk menyikapi, mengatur kondisi objektif saat itu. Jadi, UU bukan dogma, bukan tak bisa berubah. Harus berubah menyesuaikan dengan kondisi-kondisi terkini dan ke depan,” kata dia.