Menhan: Ancaman terhadap Ideologi Indonesia Relatif Besar
Jumat, 3 November 2017DEPOK, KOMPAS.com – Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudumengatakan bahwa ancaman terhadap ideologi Indonesia relatif punya potensi yang besar di dalam negeri.
“Ancaman yang relatif lebih besar dari ancaman fisik, ancaman terhadap ideologi negara khususnya Pancasila,” kata Ryamizard di Pondok Pesantren Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/10/2017).
Menurut Ryamizard, ideologi menjadi salah kunci yang harus disasar jika ingin menghancurkan sebuah negara.
“Kalau hancurkan China, hancurkan dulu komunismenya, berantakan dia. Kalau Indonesia ya Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan lainnya,” ujar Ryamizard.
Cara untuk menghancurkan ideologi itu, kata Ryamizard, bisa dilakukan melalui proxy war atau perang di era modern.
“Proxy war, perang jenis baru. Sistemik, bisa menghancurkan ideologi suatu bangsa,” kata dia.
Untuk itu menurut Ryamizard, dibutuhkan konsep sistem pertahanan negara yang khas Indonesia yakni rakyat semesta untuk menangkal berbagai potensi ancaman yang ada.
“Perpaduan antara pengembangan kekuatan non-fisik atau jiwa bangsa Indonesia melalui kesadaran bela negara yang didukung oleh kekuatan TNI beserta alutsistanya,” kata dia.
Ryamizard: Separatisme di Indonesia Kecil, tapi Digoso-gosok Negara Lain
DEPOK, KOMPAS.com – Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudumenyebut bahwa potensi gerakan separatisme di Indonesia terbilang kecil. Meski demikian, kata dia, potensi itu tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, banyak negara yang mengintai untuk memanfaatkan itu.
“Separatisme ini kecil, tapi digosok-gosok oleh negara lain untuk merongrong jadinya besar. Jadi gosip, makin digosok makin sip. Ini kita harus pandai,” kata Ryamizard di Pondok Pesantren Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/10/2017).
Tak cuma itu, perkembangan dinamika global, regional, hingga nasional, kata dia juga telah mengisyaratkan tantangan yang lebih kompleks bagi pertahanan negara Indonesia.
“Ini khususnya dalam menjaga kedalautan dan keutuhan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI),” ujar dia.
Karenanya, menurut Ryamizard, penguatan TNI dan alutsistanya harus menyesuaikan perkembangan mutlak dilakukan.
“Yang tua kita ganti, yang baru kita beli, tapi tidak jor-joran, hanya untuk menunjukkan kita punya senjata,” kata Ryamizard.
Lainnya, kata dia, tantangan yang nyata, bahkan sudah di depan mata yang harus dihadapi Indonesia adalah terorisme dan radikalisme.
“Ancaman yang nyata, sangat nyata. Terjadi sewaktu-waktu. Ancaman terorisme dan radikalisme. Itu kita sudah tahu,” kata Ryamizard.
.
Menhan Jelaskan Hubungan Bela Negara Dengan Ajaran Islam kepada Ulama dan Santri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Islam adalah agama yang lengkap dan kompreshensif menurut Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu.
Segala aspek kehidupan acuannya ada di agama Islam, termasuk soal gagasan bela negara yang saat ini tengah digalakkan pemerintah melalui Kementerian Pertahanan.
Dalam sambutannya di acara penutupan “Halaqoh Nasional Ulama Pesantren dan Cendikiawan, Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara,” di Masjid Ponpes Al Hikam, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/10/2017), ia mengakui banyak yang berpikir bahwa gagasan bela negara bertentangan dengan ajaran Islam. Ia menyebut pemikiran itu tidaklah tepat.
“Bela Negara merupakan salah satu perwujudan berukhuwah dalam Islam, yakni ukhuwah wathoniyah yang berarti mencintai dan bersaudara dengan yang sebangsa dan setanah air,” ujarnya.
Gagasan tersebut sudah diterapkan para santri dan ulama, bahkan sejak era perang kemerdekaan.
Ryaizard Ryacudu yang juga merupakan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) itu menyebut peristiwa 10 November 1945, adalah salah satu contohnya.
Saat itu, santri-santri di Jawa Timur, bertempur bersama melawan penjajah di Surabaya.
“Bagi yang menolak Bela Negara berarti belum menjadi muslim yang baik. Karena Bela Negara itu amanat agama. Bela Negara adalah kewajiban bagi umat muslim. Oleh karena itu, umat muslim harus tampil di depan untuk berperan dalam membela negara,” katanya.
“Kesadaran Bela Negara sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, bahkan semua unsur yang melahirkan faham tersebut sudah tertuang didalam Al-Qur’an,” ujarnya.
Pemerintah saat ini menggalakkan program bela negara, antara lain untuk menjawab tantangan jaman.
Ancaman-ancaman terhadap bangsa saat ini, bukan lagi ancaman serangan terbuka, melainkan ancaman secara terselubung dari dalam. Oleh karena itu rakyat Indonesia perlu dikuatkan, melalui program bela negara.
Menhan Ingatkan Ulama dan Santri Hati-hati Pilih Pemimpin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengingatkan memilih pemimpin tidak boleh sembarangan.
Karena pemimpin yang tepat, adalah pemimpin yang bisa membuat rakyatnya lebih sejahtera.
Sayangnya, menurut Menhan banyak orang yang tidak menyadari itu.
“Memilih pemimpin pun harus hati-hati, kadang-kadang kita tidak hati-hati, asal ada ini ada itu, pilih, jadi tidak tahu apa akibatnya,” ujar Menhan dalam sambutannya di acara penutupan “Halaqoh Nasional Ulama Pesantren dan Cendikiawan, Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara,” di Masjid Ponpes Al Hikam, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/10/2017).
Ryamizard Ryacudu menyebut sebagian dari masyarakat Indonesia dalam menentukan seorang calon pemimpin, menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang sejatinya tidak bisa menjamin kebaikkan seorang pemimpin.
“Tidak sembarangan memilih karena ‘konco’ (red: teman) karena karena (warna) kulit segala macam, rusak negeri ini,” katanya.
Di hadapan santri dan ulama yang hadir dalam acara tersebut, ia mengingatkan agar umat Islam terus berdoa supaya diberikan pemimpin yang baik oleh Allah SWT.
Berdoa agar pemimpin tersebut bisa menjawab permaslaahan-permasalahan bangsa.
Dalam kesempatan itu, purnawirawan Jendral TNI itu mengatakan prinsip tersebut berlaku untuk semua jenis pemilihan, baik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang masih terus berlangsung sampai tahun 2018, hingga pemilihan umum yang akan digelar pada 2019 mendatang.
.
Di pesantren, Menhan tegaskan tak mau RI kalah di persaingan modernisasi
Merdeka.com – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mendatangi Pondok Pesantren Al Hikam di Beji Depok. Kehadiran Ryamizard dalam rangka acara Halaqah Nasional Ulama Pesantren dan Cendekiawan Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara.
Sebelum berbicara di depan peserta, Menhan menyempatkan ziarah ke makam pendiri Ponpes Al Hikam, KH Hasyim Muzadi. Di makam yang ada di area ponpes itu, Menhan sempat berdoa. Setelah itu Menhan bergabung dengan peserta dan pembicara lainnya.
Dalam sambutannya Menhan mengatakan, bangsa Indonesia memerlukan semangat dan kesadaran bela negara dalam menghadapi derasnya fenomena persaingan mempertahankan eksistensi suatu bangsa dalam era globalisasi baru. Era globalisasi baru yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari pola perubahan akibat proses modernisasi yang sarat dengan pola persaingan Ekonomi antar bangsa serta saling ketergantungan satu dengan yang lain.
“Di mana bentuk persaingan yang dinamis ini dapat berdampak terhadap perubahan sistem politik, hukum, mental dan budaya, serta penghayatan terhadap ideologi suatu bangsa,” katanya, Selasa (30/10).
Menhan melanjutkan, dirinya tidak ingin Indonesia kalah dan gagal dalam persaingan modernisasi. Karena hal itu dapat mengancam eksistensi dan keutuhan negara karena dalam persaingan globalisasi yang kuat keluar sebagai pemenang serta menjadi pemimpin serta pasti akan menjajah.
“Sementara yang lemah akan kalah dan menjadi pecundang dan akan terus terjajah. Sehingga dalam hal ini, saya memandang sangat perlu untuk selalu mengingatkan dan menyampaikan tentang pentingnya penanaman nilai-nilai kesadaran Bela Negara sebagai modalitas kekuatan dan pengikat jati diri bangsa agar kita bersatu dan berhasil dalam menghadapi setiap tantangan dalam dinamika globalisasi,” ujarnya.
Menhan berpandangan, saat ini kondisi global diwarnai pada fenomena kembalinya semangat nasionalisme akibat mulai timbulnya kesadaran kolektif akan pentingnya kemurnian jati diri sebagai fondasi ketahanan nasional suatu bangs. Tujuannya agar di dalam menghadapi berbagai potensi ancaman dan tantangan yang dapat merintangi pencapaian tujuan nasionalnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menuturkan, ancaman bagi bangsa saat ini tengah banyak terjadi di daerah-daerah terpencil. Alasannya masyarakat di daerah belum mendapatkan sosialisasi secara utuh tentang pemahaman cinta tanah air, Pancasila, dan pemahaman ideologi Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).
“Karena itu amat diperlukan orang-orang yang sudah mendalam ilmunya itu disebar ke tiga T, Terdepan, Terluar, dan Terdalam itu. Karena perbatasan-perbatasan itu yang rawan. Ini perlu kita sosialisasikan,” katanya.
Berbagai ancaman pemahaman keagamaan di daerah juga menjadi keresahan para ulama pesantren dan cendikiawan yang hadir dalam halaqah tersebut, seperti ulama dari Papua, NTT, Manado, Gorontalo, dan dari Palu.
“Jadi mereka merasakan di daerah-daerah itu tak terjangkau seperti di Palu, di Gorontalo. Misalnya dari satu kecamatan ada 13 desa, yang disiapkan dengan dai Aswaja hanya tiga desa dari 13 desa, jadi ada delapan yang belum terkena sentuhan Aswaja dan bela negara,” tutupnya.