TRANSLATE

Minimalisir Korupsi, Pemerintah Desain UU Pengawasan Internal

Selasa, 22 Agustus 2017

Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Asman Abnur menyebut pihaknya tengah menggodok aturan guna mendongkrak posisi unsur pengawas.

Pernyataan tersebut merespons pandangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo terkait kinerja inspektorat di setiap lembaga negara tak banyak membawa dampak terhadap penanggulangan korupsi.

“Kita sekarang sedang mendesain Undang-Undang pengawasan internal pemerintah. Nanti mungkin organisasinya akan diatur sedemikian rupa sehingga dia tidak perlu lapor ke atasan,” kata Asman di Gedung LAN, Jakarta Pusat, Senin 21 Agustus 2017.

Asman pun menerima kritik dari Agus, bahwa posisi pengawas berada di bawah pejabat pembina pegawai (PPP). Untuk itu perlu formulasi khusus melalui regulasi, guna mendesain pelaporan inspektorat sehingga tak perlu lapor kepada obyek pengawasan.

Seperti diketahui, saat ini inspektorat tak bisa berbuat banyak dalam melaporkan penyimpangan yang terjadi di daerah. Sebab posisi mereka yang di bawah Kepala Daerah bisa terancam, jika nekat melapor.

“Inspektorat daerah akan lapor ke walikota atau bupati, padahal dia harus mengaasi bupatinya, gimana caranya. Hal-hal seperti ini akan diatur pengawasan UU ini,” imbuh Asman.

Dalam regulasi juga bakal didesain bagaimana mekanisme pelaporan inspektorat. Sehingga tak hanya wajib lapor atasan saja yang dihilangkan, mereka juga bisa langsung memberikan info pada badan pengawas di tingkat nasional.

Prinsipnya, kata Asman, adalah bagaimana Kemenpan RB memperkuat aparatur pengawas internal pemerintah (APIP). “Mungkin nanti laporan secara struktural ke BPKP, BPK, atau ke KPK,” jelas dia.

.

Tak Ada Laporan dari Inspektorat, Ketua KPK Sindir Menteri PAN dan RB

Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyindir Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men Pan dan RB) Asman Abnur. Sindiran dilontarkan Agus karena tidak ada satu laporan dugaan pelanggaran oleh pejabat di daerah yang masuk ke KPK dari inspektorat di daerah.

“Pak menteri, KPK sampai hari ini, tidak ada satu pun laporan dari inspektorat. Jadi, KPK mendorong lapor lah,” kata Agus saat membuka seminar internasional rekonstruksi reformasi administrasi negara di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Senin (21/8).

Padahal, Agus mengungkapkan selama ini pengawasan oleh inspektorat di daerah tidak efektif karena bertanggung jawab kepada pejabat daerah yang diawasi.

Untuk itu, Agus mendorong adanya pelaporan ke KPK. Walaupun, tanpa menggunakan identitas asli. Dengan catatan, melampirkan semua bukti sesuai syarat yang diatur oleh lembaga antikorupsi tersebut.

Bahkan, ia mengiming-imingi imbalan sebesar 2 permil (perseribu) dari jumlah aset atau harta yang berhasil diselamatkan atau dikembalikan dari kasus korupsi yang dilaporkan kepada pelapornya.

“Yang melaporkan dapat 2 permil,” ungkapnya.

Menanggapi sindiran tersebut, Menteri Asman mengungkapkan bahwa kementeriannya tengah menyusun rancangan Undang-Undang (UU) Pengawasan Internal Pemerintah yang di dalamnya mengatur perihal mekanisme pelaporan atau pertanggungjawaban lembaga pengawas.

“Nanti modelnya (pertanggungjawabannya) bagaimana, itu sedang kita draft supaya intinya penguatan APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah). Mungkin laporannya secara struktural apakah ke BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), BPK (Badan Pengawas Keuangan) atau langsung ke KPK,” ungkap Asman.

Sumber: http://www.beritasatu.com/

.

Asman Abnur: Kita Sedang Mendesain UU APIP Untuk Menguatkan Pengawasan Birokrasi

RMOL. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahadjo mengungkapkan, hingga kini KPK belum pernah mendapat­kan laporan pengawasan dari inspektorat pengawas pemerintahan, baik tingkat kabupaten/kota hingga kementerian/lembaga. Padahal, selama ini banyak terjadi kasus korupsi yang di­lakukan oleh pejabat di lingkunganpemerintah.

Agus menduga, tidak adanya laporan dari inspektorat penga­was karena struktur kelembagaan inspektorat berada di bawah pe­merintah daerah, kementerian, dan lembaga. Sehingga, kata Agus, inspektorat takut untuk melaporkan tindak pidana koru­psi yang dilakukan atasannya.

Untuk itu, Agus menilai perlu ada reposisi pada struktur in­spektorat. “Saya menyarank­an kalau tanggung jawabnya dia naik satu tingkat ke atas. Misalnya kalau bupati itu (posisi inspektorat setingkat) ke guber­nur, kalau gubernur ke menteri, kalau menteri itu ke presiden,” ucap Agus.

Agus pun meminta agar aparatur sipil negara tidak takut melaporkan korupsi yang ter­jadi di lingkungan instansinya. KPK, kata Agus, akan mera­hasiakan identitas pelapornya. Berikut ini pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Asman Abnur, menanggapi usulan bos KPK tersebut;

Bagaimana Anda menang­gapi usulan Ketua KPK?
Jadi begini, sekarang ini kan inspektorat itu secara organisasi masih di bawah pejabat pem­bina pegawai. Nah kita sekarang sedang mendesain Undang-Undang Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Jadi nanti orang akan diatur sedemikian rupa sehingga dia tidak perlu lapor ke walikota atau bu­pati. Padahal dia harus mengawasi bupatinya. Kan gimana caranya. Nah hal-hal seperti ini sedang kita atur di dalam Undang-Undang APIP itu.

Berarti ke depannya inspek­torat bisa langsung melapor­kan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK dong?
Nanti modelnya gimana, itukan sedang kita draft. Intinyapenguatan APIP. Ya nanti laporannya secara struktural, apakah ke BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau langsung ke KPK.

Soal sindiran KPK yang meminta reformasi birokrasi tidak hanya fokus kepada pen­ingkatan gaji PNS saja?
Kita sekarang ini sudah fokus menerapkan manajemen kinerja. Jadi manajemen kinerja itu harus ada target apa yang akan dihasilkan. Jadi setiap unit or­ganisasi punya target. Kemudian targetnya apa baru kita sesuaikan dengan anggaran yang dibu­tuhkan untuk mencapai target tersebut. Lalu berapa orang yang mendukung target itu, terutama pegawai yang ada di lingkungannya. Individu itu pun kita hi­tung kontribusinya, individunya seperti apa, sehingga nanti tidak ada lagi pegawai negeri yang datang ke kantor yang tidak jelas apa yang akan dihasilkan. Jadi ini sudah manajemen kinerja seperti korporasi, jadi tidak ada lagi pegawai negeri yang ngantuk-ngantuk ke kantor. Kita berharap dengan sistem manaje­men kinerja ini produktifitas bisa terukur baru nanti kita terapkan namanya tunjangan kinerja ber­basiskan output.

Apakah ini juga akan diter­apkan dalam proses rekrut­men?
Yang jelas kita sekarang ini menerapkan rekrutmen yang pensiun misalnya 100 ribu, kan yang kita terima di bawah itu. Lalu peran apa yang kita tingkat­kan, yaitu peran IT (Informasi Teknologi).

Untuk pengawasannya ba­gaimana?
Kan sekarang ini tidak ada­lagi sistem manual, jadi kalau sistemnya sudah terbuka seperti ini maka kontrolnya sudah secara otomatis, masyarakat bisa men­gontrol. Nanti penyesuaian,mas­ing-masing target itu didukung oleh teknologi yang bagus dan otomatis kan sumber daya ma­nusianya juga yang berkualitas di sana. Baru nanti kita bicarakan kesejahteraan seperti yang disam­paikan oleh ketua KPK. Kira-kira bagaimana sistem penggajiannya, sistem tunjangan kinerjanya, dan sistem tunjangannya.

Terkait dengan lembaga yang dirampingkan bagaimana?
Yang dirampingkan sudah ada 11 ya. Tapi saya nggak hafal satu persatunya. Sekarang sedang dievaluasi, kan nggak gam­pang. Karena sumber manusia di situ terkait mau dipindahkan ke mana, gitu lho. Kita sedang mengkaji beberapa yang nanti kita gabung, mungkin juga kita bubarkan. Sedang digodok ini.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia