TRANSLATE

Kemenhan: Proyek Pesawat Tempur Bisa ”Kembalikan” Ahli Dirgantara RI yang Ada di Luar Negeri

Selasa, 1 Agustus 2017

TRIBUNJABAR.CO.ID, JAKARTA – Indonesia punya banyak ahli di bidang kedirgantaraan dan pertahanan, namun menurut Kepala Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Anne Kusmayati, mengatakan mereka sebagiannya ada di luar negeri untuk mencari penghidupan lebih baik.

Dalam pemaparannya soal pesawat tempur KF-X/IF-X, di kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, Jumat (28/7/2017), ia menyebut mereka yang mencari penghidupan lebih baik, diantaranya adalah mantan karyawan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), yang kini bernama PT. Dirgantara Indonesia (DI).

“Bukan hanya (karena) uang ketika ada kegiatan dan mainan, insyaallah mereka bisa dipanggil lagi ke sini,” katanya.

Fenomena perginya para ahli dari satu negara, seperti yang terjadi dengan Indonesia pascapenurunan industri dirgantara setelah tahun 1998, disebut dengan ‘brain drain.’

Hal itu antara lain disebabkan Indonesia yang saat itu terlilit masalah keuangan, terpaksa meminjam uang dari International Monetary Fund (IMF). Sang pemberi hutang, melarang uangnya dipakai untuk industri dirgantara.

Anak negeri yang banyak dimanfaatkan kemampuannya di perusahaan-perusahaan dirgantara asing seperti Boeing, Airbus dan Embraer, menurut Anne Kusmayati akan terpanggil, jika mengetahui Indonesia saat ini tengah membutuhkan tenaga mereka untuk pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X, yang merupakan kerjasama antara Indonesia – Korea Selatan.

Dengan proyek yang berlangsung hingga tahun 2026 mendatang itu, Indonesia membutuhkan banyak tenaga anak negeri, termasuk mereka-mereka yang saat ini bertebaran di berbagai perusahaan dirgantara asing. Ia yakin mereka pasti pulang, untuk ikut membantu proyek di mana PT.DI juga ikut terlibat.

“Ketika ada mainan (red: pekerjaan) mereka pasti kembali. Beda psikologisnya orang Indonesia. Orang Indonesia psati rindu kampung halaman, apalagi mainan itu ada, ‘brain drainner’ itu pasti kembali,” ujarnya.

.

Proyek Pembuatan Pesawat Tempur dengan Korea Selatan Habiskan Dana Rp 21,7 Triliun

WARTA KOTA, GAMBIR – Membuat pesawat tempur sendiri bukanlah hal yang murah.

Kabalitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Anne Kusmayati mengatakan, untuk merampungkan proyek pembuatan pesawat KF-X/IF-X yang merupakan kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan, membutuhkan dana sekitar Rp 21, 7 triliun.

Dalam pemaparannya di Kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, Jumat (28/7/2017), Anne Kusmayati menyebut pembayaran kewajiban sekitar Rp 21,7 triliun itu dilakukan bertahap selama 12 tahun, mulai 2016 hingga 2026, setelah proyek rampung. Indonesia saat ini sudah menyetor Rp 594.035.624.000.

“Pembayarannya setahun dua kali, bulan April dan bulan Oktober,” ungkapnya.

Jika Indonesia kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran, Anne Kusmayati menyebut tidak ada aturan yang menyebut soal pinalit terhadap Pemerintah Indonesia. Ia mengatakan, perjanjian yang ada sifatnya tidak kaku, sehingga memberikan banyak celah untuk kelonggaran.

Pembuatan pesawat tempur generasi 4.5 itu adalah investasi jangka panjang. Jika sampai 2026 mendatang pesawat sudah selesai diproduksi dan mengantongi izin dari berbagai otoritas yang berwenang, maka produksi massal bisa dilakukan, dan dilanjutkan dengan proses pemasaran.

Selain bisa mendongkrak industri kedirgantaraan dalam negeri, Indonesia juga bisa mendongkrak industri pertahanan lainnya yang terkait. Sedikit banyaknya, kemajuan teknologi yang didapat melalui proses pembuatan pesawat tempur sendiri, bisa dimanfaatkan di industri pertahanan lainnya.

“Kita tahu perkembangan teknologi ini akan men-drive teknologi komersial lainnya,” ujar Anne. Kusmayati.

Selain keuntungan finansial dari investasi pembuatan pesawat tempur itu, Indonesia juga bisa memiliki pertahanan udara yang lebih baik dengan pesawat hasil kerja sama Indonesia-Korea Selatan tersebut, karena pesawat bisa diproduksi khusus untuk kebutuhan TNI Angkatan Udara (AU).

Dengan memiliki pesawat buatan sendiri, wibawa Indonesia pun sedikit banyaknya juga terdongkrak.

.

AS Pelit Ilmu, Indonesia-Korsel Cari Teknologi Pesawat Eropa

VIVA.co.id – Pemerintah Indonesia dan Republik Korea Selatan menjajaki kerja sama dengan sejumlah negara di Eropa untuk memperoleh empat dari 25 pengetahuan teknologi yang diperlukan terkait pembangunan pesawat tempur Korea Fighter Xperiment-Indonesia Fighter Xperiment atau dikenal dengan KFX/IFX.

Hal itu dilakukan menyusul tak kunjung diberikannya empat lisensi pengetahuan teknologi itu oleh Amerika Serikat yang melarang Lockheed Martin, perusahaan dirgantara AS yang memiliki pengetahuan teknologi tersebut, menjualnya kepada Indonesia-Korsel.
 
“Empat teknologi inti tidak akan diberikan AS ke siapa pun termasuk Korea. Untuk teknologinya sendiri, dari 25 teknologi, masih minus sembilan. Lima di antaranya bisa disediakan Korea sementara empat tidak akan diberikan,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan, Anne Kusmayati di Kantor Kemenhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Juli 2017.

“Makanya sekarang sudah ada industri ditunjuk Korea. Mereka menjajaki kerja sama dengan Eropa. Tapi bukan kapasitas kami untuk menyampaikan dengan siapa mereka bekerja sama,” lanjutnya.  

Empat teknologi tersebut yakni Active Electronically Scanned Array atau sistem AESA, sistem perang elektronik, pencari dan pelacak infra merah IRST, electro-optical targeting pod serta pengacak radar.

Anne menyampaikan, langkah alternatif ini dilakukan untuk memperoleh pengetahuan teknologi yang dibutuhkan. Dengan demikian, Indonesia-Korsel tetap berupaya mencapai target penyelesaian program kerja sama pada tahun 2026.

Diketahui ada 175 pesawat tempur yang ditargetkan bisa diproduksi secara massal. Rinciannya, 150 pesawat untuk Angkatan Udara Korsel dan 25 pesawat untuk TNI AU.

“Mereka (rekanan di Eropa) akan memberi teknologi yang boleh digunakan di alat yang akan dipasang di pesawat,” ujar Anne.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia