TRANSLATE

Menhan: WNI Mantan ISIS Perlu Ikut Bela Negara

Kamis, 20 Juli 2017

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana mengikutsertakan warga negara Indonesia (WNI) yang pernah mendukung kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dalam pelatihan Bela Negara. Pelatihan ini sebagai program deradikalisasi.

“Kami ingin WNI mantan ISIS yang kembali dari Suriah ikut Bela Negara. Itu termasuk deradikalisasi. Kami ‘cuci otak’-nya,” kata Ryamizard di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara Kemenhan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/7).

Kelak, kata dia, pelatihan Bela Negara yang diterapkan bagi WNI mantan ISIS akan menekankan pada pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. “Kami ganti pemikiran mereka dengan Pancasila. Kami kasih tahu kalau Indonesia bukan negara Islam, tetapi negara orang beragama. Mereka juga harus tahu aturan-aturan yang ada di Indonesia,” kata Menhan.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu juga menambahkan program Bela Negara bakal segera dimasukkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah serta perguruan tinggi sebagai langkah antisipasi menyebarnya ideologi radikal di kalangan pelajar hingga mahasiswa. “Bela Negara merupakan program prioritas Kemenhan ke depan. Kami juga dalam waktu dekat akan mengumpulkan 130 rektor untuk membahas kegiatan ini di kampus-kampus,” kata dia.

Kementerian Dalam Negeri Turki seperti dilansir News.com.au, pada Sabtu (15/7), menyatakan Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dalam daftar jumlah militan asing ISIS yang ditangkap di Turki, setelah Rusia. Dari total 4.957 militan asing ISIS yang ditangkap di Turki, sebanyak 804 orang merupakan warga Rusia dan 435 orang merupakan warga Indonesia.

.

Menhan Ingin Mantan Simpatisan ISIS Ikut Program Bela Negara

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana menyertakan warga negara Indonesia mantan pendukung ISIS dalam program Bela Negara. Menurut Ryamizard, program itu bisa menjadi bagian dari proses deradikalisasi.
“Kami ingin WNI mantan ISIS yang kembali dari Suriah ikut Bela Negara. Itu termasuk deradikalisasi. Kami ‘cuci otak’-nya,” kata Ryamizard di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara Kemenhan, Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/7) seperti Antara.
Dalam program Bela Negara untuk mantan simpatisan ISIS, jelas Ryamizard, akan ditekankan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Khususnya, penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Dengan masuknya pemahaman Pancasila, Ryamizard mengharapkan tidak ada lagi pikiran radikal di benak mantan simpatisan ISIS. “Kami ganti pemikiran mereka dengan Pancasila. Kami kasih tahu kalau Indonesia bukan negara Islam, tetapi negara orang beragama. Mereka juga harus tahu aturan-aturan yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu juga menambahkan, program Bela Negara bakal dimasukkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah hingga ke perguruan tinggi. Langkah itu dianggapnya sebagai antisipasi menyebarnya ideologi radikal di kalangan pelajar hingga mahasiswa.
“Bela Negara merupakan program prioritas Kemenhan ke depan. Kami juga dalam waktu dekat akan mengumpulkan 130 rektor untuk membahas kegiatan ini di kampus-kampus,” tutur dia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Turki beberapa kali memulangkan WNI karena tertangkap hendak menyeberang ke Suriah. Mereka diduga ingin bergabung dengan ISIS.
Saat ini, Pemerintah Turki menyebut milisi asing asal Indonesia terbesar kedua setelah Rusia. Dari total 4.957 militan asing ISIS yang ditangkap di Turki, sebanyak 804 orang merupakan warga Rusia dan 435 orang merupakan warga Indonesia.
Sumber: https://kumparan.com
.

Ryamizard Ryacudu: Kita Nggak Ngusir, Tapi Kalau di Sini ya Pancasila dong

TRIBUNJATENG.COM – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudumenyebut organisasi yang menolak Pancasila dan berniat mendirikan negara Islam sebaiknya mencari tempat di negara lain.

“Kita nggak usir, cari saja yang enak, biar nggak diusik, kan ada negara lain, pergi saja ke situ, kan sama-sama enak. Tapi kalau di sini, (dukung) Pancasila dong,” ujarnya di Pusat Diklat Bela Negara, di Rumpin, Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/6).

Ia menegaskan, pemerintah tidak akan mengambil sikap anti terhadap siapapun, kecuali mereka yang bertentangan denganPancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Misal Ryamizard, saya Indonesia, saya Pancasila, kan begitu. Artinya semua orang Indonesia itu Pancasila,” katanya.

Keputusan pemerintah membubarkan HTI mendapat dukungan dari Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy. Ia menyebut langkah pemerintah itu sama sekali tak melanggar undang-undang.

“Kalau menunda eksekusi (menunda pembubaran HTI), akan kehilangan momentum terkait keadaan darurat,” kata Lukman di Gedung DPR, Jakarta. Lukman sempat mengoreksi pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang menyebutkan Perppu menunggu proses DPR.

Wakil Ketua Komisi II DPR itu menuturkan Perppu langsung berlaku setelah dikeluarkan.”Apa gunanya Perppu itu dibuat kalau menunggu persetujuan DPR ketika ingin mengeksekusi maksud sebenarnya dari penerbitan Perppu tersebut,” kata Lukman.

Lukman juga mengatakan keputusan pembubaran HTI tetap berlaku meskipun Perppu tersebut nantinya ditolak DPR. “Bukan berarti kalau nanti Perppu ditolak DPR lalu HTI hidup lagi, tidak begitu. Saat HTI dibubarkan, Perppu sudah berlaku. Penolakan Perppu tidak berlaku surut,” kata Lukman.

Selain itu, Lukman juga menyebutkan pihaknya telah bertanya kepada pimpinan DPR mengenai Perppu tersebut. Ia mendapat kabar pimpinan DPR belum menerima Perppu tersebut dari pemerintah.

.

Ryamizard Dukung Pemblokiran Medsos untuk Tangkal Radikalisme

TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mendukung upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika mengurangi tensi radikalisme melalui pemblokiran media sosial. Aplikasi obrolan media sosial Telegram menjadi yang pertama diblokir pada 14 Juli lalu, lantaran terindikasi digunakan sebagai ranah komunikasi oleh kelompok radikal.

“Saya setuju, karena di medsos itu satu hari saja bisa menambah simpati (radikalisme) sampai 500 orang, kalau setahun, bagaimana?” ujarnya saat ditemui di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemhan, Bogor, Rabu, 19 Juli 2017.

Dia tak setuju jika pemerintah disebut membatasi hak masyarakat untuk bersosialisasi melalui medsos. “Bukan kami tak demokrasi, tapi jangan berkembang kejahatan di situ, kan menakutkan. Kalau ISIS merajalela (melalui konten radikal medsos), mau?” kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu.

Menkominfo Rudiantara sebelumnya mempertimbangkan pemblokiran berbagai situs medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram hingga Youtube, jika para penyedia platform-nya tidak menutup akun-akun yang berisi muatan radikalisme.

“Permintaan kami pada platform untuk menutup akun-akun yang memiliki muatan radikalisme, sepanjang 2016 hingga 2017 baru 50 persen dipenuhi. Ini sangat mengecewakan,” ujar Rudiantara di Universitas Padjadjaran, Bandung pada 14 Juli 2017.

.

Menhan Dukung Pemblokiran Medsos

Bogor – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan dukungannya atas tindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memutuskan untuk memblokir aplikasi media sosial Telegram.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu menerangkan bahwa jumlah simpatisan kelompok radikalisme yang terus bertambah saat ini, menjadi salah satu fenomena yang diakibatkan oleh adanya media sosial. Hal ini yang membuat dia mendukung keputusan pemerintah untuk mengevaluasi Telegram.

“Medsos itu sehari bisa nambah simpatisan sampai 500 orang, kalau sebulan, lalu setahun bagaimana?,” ujar Ryamizard di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara, Kemenhan, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Ia menilai pemblokiran Telegram oleh pemerintah tentu dilakukan dengan tujuan yang baik, khususnya bagi keamanan negara. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak berprasangka terkait hal ini.

“Bukannya kami tidak demokratis, tapi yang terpenting jangan berkembang kejahatan di situ. Kan menakutkan kalau ISIS merajalela, emang mau?,” kata Menhan seperti dilansir Antara.

Pemerintah Indonesia resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram pada Jumat (14/7). Pemerintah melalui Kemkominfo beralasan Telegram dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme.

“Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan,disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” katanya.

Sumber: http://www.jurnas.com




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia