Genjot Penerimaan Negara, Sri Mulyani Kumpulan Panglima TNI, Kapolri, hingga KPK
Kamis, 13 Juli 2017
JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyanimengumpulkan pimpinan lembaga mulai dari TNI, Polri, Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kejaksaan, PPATK, hingga KPK di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Kepada awak media, Sri Mulyani mengatakan tujuan pertemuan itu yakni untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan, khusus nya dari sisi penerimaan bea dan cukai.
“Untuk dapat hasil yang optimal kita perlu kerja sama dengan semua,” ujarnya saat menggelar konferensi pers usai pertemuan itu.
Sri Mulyani mengatakan, pihaknya tidak bisa jalan sendiri untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Sebab banyak kendala yang terjadi dilapangan termasuk keluhan adanya oknum aparat keamanan yang membekingi praktik curang ekspor impor.
Oleh karena itu, ia mengumpulkan Panglima TNI, Kapolri, hingga Pimpinan KPK untuk berkoordinasi sekaligus meminta dukungan untuk menertibkan impor berisiko tinggi.
Selama ini, impor berisiko tinggi memiliki peluang penyelewengan yang besar. Praktik ini selalu merugikan negara lantaran penerimaan bea cukai jadi tidak optimal.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menilai rapat koordinasi lintas lembaga dan kementerian ini sangat strategis untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
Ia memastikan, pihaknya akan mendukung upaya yang dilakukan oleh jajaran Kementerian Keuangan.
Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, ada dua masalah di dalam tata kelola ekspor impor yakni masalah sistem dan masalah oknum.
Ia memastikan, Polri akan mendukung penuh upaya Menteri Keuangan. Namun di sisi lain, ia juga berharap agar Kemenkeu bisa memperbaiki sistem ekspor impor sehingga tidak menimbulkan persaingan tidak sehat untuk importir.
.
Sri Mulyani Gandeng Polri sampai TNI Berantas Praktik Importir Nakal
Pemerintah bersama dengan Kepolisian RI, TNI, Jaksa Agung, KPK, dan PPATK mengadakan rapat koordinasi penanganan impor berisiko tinggi. Rapat dilaksanakan di Auditorium Sabang, Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Rabu (12/7).
Turut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kapolri Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Jaksa Agung HM Prasetyo, Wakil Ketua KPK Saud Situmorang, dan Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga tersebut untuk menertibkan importir berisiko tinggi. Ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah.
Nantinya, pemerintah bersama dengan lembaga tersebut akan membentuk satuan tugas (Satgas) guna menertibkan importir berisiko tinggi. Seperti diketahui para importir berisiko tinggi yakni para pelaku impor yang kode barang atau harga impornya tak sesuai dengan yang dilaporkan.
Sri Mulyani mengatakan, dengan koordinasi ini nantinya tak ada lagi oknum pejabat kementerian dan lembaga yang bekerja sama dengan para importir nakal untuk mencari keuantungan.
“Ini sinyal anak buah kami tidak lagi cari alasan, selama ini bilangnya ‘tidak bisa karena Polri backing, paling kalau ketangkep dilepas Jaksa’, ini jadi alasan anak buah jadi excuse. Tidak ada lagi sekarang karena kami berkoordinasi,” ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Rabu (12/7).
Bahkan dengan adanya koordinasi ini, Sri Mulyani tak segan-segan untuk mencopot jabatan pegawainya jika masih bermain dalam penertiban importir berisiko tinggi tersebut.
“Kalau jawabannya masih a-u-a-u, saya akan copot, saya taruh di lapangan kita sorakin rame-rame baru masukin penjara. Kami akan terus perbaiki diri, kalau policy belum baik kami perbaiki policy. Kami memahami oknum yang jelek sangat sedikit 1-2, tapi dia merusak institusi kami, value kami, dan negara kita dan bangsa kita,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan untuk jangka panjang pihaknya akan membangun sistem kepatuhan pengguna jasa melalui revitalisasi manajemen risiko operasional. Dengan demikian, volume peredaran barang ilegal dapat turun sehingga terjadi supply gap yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri dan penerimaan negara dapat optimal.
“Ini untuk menyasar perbaikan terkait kepatuhan pengguna jasa, pemberantasan penyelundupan, pelanggaran kepabeanan dan praktik perdagangan ilegal,” kata Heru.
Meski demikian, Bea Cukai belum menghitung potensi penerimaan dari penertiban importir berisiko tinggi. Pihaknya bersama PPATK masih melakukan kajian dan analisis.
“Setiap laporan ini analisa dan pemeriksaan akan kami kumpulkan kembali dan kami lihat potensinya akan kami serahkan ke Menkeu,” ucap Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin.
Sumber: https://kumparan.com