Pemerintah Diminta Fokus Amankan NKRI Ketimbang Ikut Perang ke Marawi
Kamis, 6 Juli 2017Metrotvnews.com, Jakarta: Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari tak mau berkomentar banyak menanggapi keputusan Presiden Filipina Rodrigo Duterte membuka jalan bagi Indonesia ikut memberantas ISIS di Marawi.
Hanya saja Abdul menyebutkan, permasalahan itu belum disampaikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) ke Komisi I.
“Kita belum ada surat ke DPR, sehingga kita belum bisa komentar,” kata Abdul, di Gedung Nusantara II Komplek Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.
Politikus PKS itu menyebutkan, permasalahan yang dibahas oleh Komisi I DPR RI dengan pihak pemerintah terkait perang di Marawi, hanya sebatas pengamanan wilayah NKRI. Jangan sampai konflik yang terjadi malah merembet ke Indonesia.
“Jadi dalam rapat yang lalu, kita sempat mendorong agar kita aktif dalam mengamankan negara kita. Sesungguhnya kita ingin mengamankan negara kita,” ujarnya.
Selain itu, pembahasan juga sudah masuk dalam topik bantuan. Namun, belum diputuskan bantuan seperti apa yang akan diberikan oleh Indonesia kepada Filipina, termasuk ikut berperang menumpas jaringan ISIS di Marawi.
Abdul Kharis menyebutkan, bantuan militer harus dipertimbangkan secara mendalam terlebih dahulu. Dia tak ingin, keikutsertaan TNI berperang di Marawi akan berdampak buruk terhadap keamanan NKRI.
“Oleh karena itu, fokusnya mengamankan negara kita. Bukan kemudian ikut campur urusan negara orang. Kekhawatiran mereka (ISIS) akan dendam ke kita, bisa kita hindari. Kita amankan negara kita tanpa kita harus memperpanas situasi,” ucap Abdul, tegas.
.
Pemerintah Harus Berhati-hati Ajakan Filipina Tumpas ISIS di Marawi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –– Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafidz meminta pemerintah berhati-hati terhadap ajakan Filipina menumpas ISIS di Marawi. Pasalnya, terdapat aturan Filipina yang melarang bantuan militer negara lain.
“Saya rasa harus hati-hati. Sebenarnya ini ajakan dari pemerintah Filipina, tetap kita harus berhati-hati melihatnya, karena ada intitusi di Filipina yang melarang itu, jadi walaupun pemerintah mengatakan iya, tapi ada istitusi yang mengatakan tidak,” kata Meutya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Meutya meminta TNI tidak perlu diberangkatkan ke Filipina untuk menumpas ISIS di Marawi. Menurut Politikus Golkar itu, pemerintah harus melihat aturan konstitusi Filipina. Apakah bantuan militer negara lain diperbolehlan atau tidak.
“Walaupun ada ajakan, kemudian ada anggapan itu tidak benar, karena itu melanggar UU,” kata Meutya.
Meutya mengatakan prinsip kehati-hatian diperlukan sebelum memutuskan pengiriman TNI ke Filipina. Ia khawatir bantuan tersebut berdampak pada keamanan Indonesia.
“Kalaupun masuk, kalau tidak berhasil dan menumpas, bisa saja terjadi ada efek buat Indonesia, memancing atau balas dendam di Indonesia,” kata Meutya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan Pemerintah Indonesia siap mengirim anggota TNI ke Filipina.
Pasukan TNI akan dikirim jika Pemerintah Filipina meminta bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk memerangi melitan yang terafiliasi ISIS di Marawi.
“Kami siap saja,” ujar Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/6/2017).
Meski Presiden Duterte telah memberi isyarat agar TNI bisa masuk. Namun, Ryamizard mengatakan harus ada keputusan dari Kongres Filipina.
“Kan nunggu persetujuan kongres. Nunggu kongres. kita enggak bisa masuk ke tempat orang kalau enggak diizinkan, walaupun Presiden bilangnya boleh,” ucap Ryamizard.
.