TRANSLATE

Panja RUU Terorisme DPR Kunker ke Inggris, Ini Hasilnya

Selasa, 16 Mei 2017

Jakarta – Panitia Kerja (Panja) RUU Terorisme melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Inggris dalam masa reses ini. Panja menemukan beberapa hal terkait dengan penanganan teroris.

Anggota Panja RUU Terorisme, Arsul Sani, berkata mereka mempelajari koordinasi antarkelembagaan dalam menangani teroris di Inggris. Panja juga mempelajari peran tentara Inggris jika terjadi tindakan terorisme.

“Kalau yang di luar negeri itu yang punya rules adalah Kemendagri Inggris karena di sana kepolisian itu di bawah Kemendagri,” ujar Arsul di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Arsul menuturkan penanganan teroris di bawah Kemendagri di Inggris hanya untuk level biasa. Jika sudah meluas dan sangat membahayakan negara, akan dilakukan koordinasi tingkat perdana menteri untuk melibatkan tentara.

Saat ini, dalam RUU Terorisme, masih alot dibahas soal peran TNI dalam menanggulangi teroris. Panja pun kemudian mengambil contoh di Inggris terkait kapan tentara bisa turun tangan dalam kasus tersebut.

“Di Inggris, berbeda dengan yang diusulkan beberapa fraksi di DIM. Kalau di DIM, peristiwa terorisme tertentu TNI bisa langsung punya kewenangan, yang tujuh itu, lo. Yang mengancam keselamatan kepala negara, yang terjadi di kapal udara atau kapal laut Indonesia, yang terjadi di perwakilan Indonesia di luar negeri dan lain sebagainya, ada tujuh,” tuturnya.

“Kalau di Inggris, dilihat level terorismenya seperti apa. Yang ditandai dengan warna, hitam, merah, kuning, hijau, atau yang apa. Semakin warnanya gelap, itu semakin luas. Itu potensi dilibatkan tentara makin besar. Tidak peristiwa terhadap siapa itu enggak, assessment (dinilai) dulu. Diputuskan di join meeting yang dipimpin PM untuk kemudian melibatkan tentara,” sambungnya.

Menurut Arsul, di Indonesia belum ada sistem penentuan penanganan teroris seperti di Inggris. Saat ini, pelibatan TNI dalam masalah terorisme diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang TNI. Selain itu, pelibatan TNI dalam masalah teroris saat ini masih di tangan presiden.

“Bahwa presiden sebelum memutuskan itu manggil Panglima TNI, Kapolri, Menkum HAM, Mendagri, itu kemungkinan. Tapi akhirnya itu mekanisme keputusan politik presiden,” ungkapnya.

Selain itu, mereka mengamati soal kewenangan penegak hukum dalam penangkapan terduga teroris. Ini terkait soal waktu penahanan terduga teroris juga izin pengadilan yang diberlakukan di Inggris.

“Di Counter Terorisme and Security Act Inggris tahun 2015 yang 28 hari (penahanan) itu diperpendek jadi maksimal 14 hari. Itu pun tetap harus dengan izin pengadilan. Kenapa sih butuh 14 hari mau nangkep orang,” paparnya.

“Ini yang menjadi menarik karena dalam RUU Terorisme yang diajukan pemerintah, kita punya 7 hari tanpa izin pengadilan. Di RUU, pemerintah minta 30 hari. Mayoritas fraksi keberatan. Itu dalam RUU-nya,” imbuh anggota Komisi III DPR itu.

Berdasarkan temuan kunker tersebut, pansus akan mempelajari baik soal penahanan maupun pelibatan TNI dalam kejadian terorisme.

“Jadi soal perpanjangan masa penahanan ini dengan melihat ke Inggris ya keberatan. Tapi ini kan perlu dibahas lagi di pansus. Soal TNI dilibatkan itu kan pada umumnya fraksi-fraksi tidak ada yang menolak, hanya mekanisme,” pungkasnya.

Sumber: https://news.detik.com




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia