TRANSLATE

Panglima TNI: Waspadai kelompok yang merasa paling benar sendiri

Senin, 17 April 2017

Merdeka.com – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berbicara di hadapan 10.000 Santri Pondok Pesantren Buntet pada acara Haul Al-Marhumin Sesepuhan Warga Pondok Buntet, di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Panglima TNI menyampaikan sejarah Indonesia tidak bisa terpisahkan antara Ulama, para Santri dan TNI adalah peristiwa 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

“Bangsa Indonesia merdeka karena peran aktif para Kyai dan Ulama bersama-sama dengan umat agama lain, berbagai macam suku berjuang bersama-sama sehingga Indonesia menjadi bangsa yang hebat dalam meraih kemerdekaan,” kata Jenderal Gatot, Sabtu malam (15/4).

Menurut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bahwa perjuangan para ulama dan TNI pertama dipimpin Jenderal Sudirman, pada masa itu oleh anak buahnya dipanggil Kyai.

“TNI tidak bisa terlepas dari para Kyai dan para Ulama serta Santri,” ucapnya.

Panglima TNI juga menyatakan kerisauannya, sudah mulai terbentuk di Indonesia kelompok-kelompok yang merasa hebat sendiri. merasa paling mendirikan bangsa ini.

“Inilah yang harus kita waspadai, adanya kelompok yang paling merasa benar, paling hebat, tidak seperti ulama yang bersatu padu bersama agama lainnya dan bangkit pada saat bangsa membutuhkannya,” tegasnya.

Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyampaikan bahwa, dalam mengisi kemerdekaan dan mempertahankan NKRI agar tetap berdiri teguh dan tidak membedakan agama satu dengan yang lainnya.

“Negara Indonesia adalah mayoritas beragama Islam yang benar-benar demokrasi dalam mengajarkan kebaikan,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Panglima TNI berharap momentum Haul ini untuk membangkitkan kebersamaan sesama Ulama dan Santri yang turut berperan berjuang merebut kemerdekaan.

“Jangan sia-sia kan mereka, kita lanjutkan perjuangan dengan bergandengan tangan agar bangsa Indonesia tetap aman, tenteram dan hidup dalam sendi-sendi Pancasila,” ungkapnya.

Di akhir sambutannya Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan Santri dan Ulama mempunyai peran yang sangat penting dalam merebut kemerdekaan Indonesia, bersama komponen bangsa lainnya, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang hebat hingga saat ini.

Turut hadir pada acara tersebut antara lain Kasad Jenderal TNI Mulyono, Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto, Kapusbintal TNI, KH Anas Arsyad (pengasuh Ponpes Buntet) juga sebagai dewan pengawas Ponpes Buntet Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) dan para sesepuh dan warga Buntet Pesantren 2017.

.

Panglima: TNI tak Bisa Dipisahkan dari Kiai dan Santri

REPUBLIKA.CO.ID, BUNTET — Keberadaan kesatuan Tentara Nasional Indonesia atau TNI (dulu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI) tidak bisa dilepaskan dari para kiai dan santri. Sebab, para kiai dan santrilah yang secara faktual membentuk dan mendirikan TNI. 

Menurut Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, setidaknya ada empat peristiwa sejarah bangsa yang membuat TNI dan kiai serta santri tidak bisa dipisahkan. Peristiwa pertama adalah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

“Indonesia bisa merdeka karena perjuangan dipimpin para santri dan ulama-ulama,” kata Gatot saat memberikan sambutan pada acara Tahlil Umum di Makbaroh Gajah Ngambung Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (15/4).

Tahlil umum tersebut merupakan salah satu rangkaian Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren Cirebon 2017. Acara ini juga sempat dihadiri Presiden Jokowi Widodo pada Kamis (13/4).

Panglima melanjutkan, santri dan ulama/kiai berjuang bersama-sama dengan umat agama lain, yakni nasrani, hindu, dan budha serta berbagai macam suku bangsa, hingga Indonesia bisa meraih kemerdekaannya. Mereka semua bahu-membahu sampai akhirnya Indonesia bisa menjadi bangsa yang hebat sekarang ini. Karena itu, perjuangan para kiai dan santri yang merupakan perjuangan dengan mengorbankan keringat, harta benda, bahkan nyawa, haruslah terus diingat bangsa Indonesia. 

“Itu semua tidak bisa dipungkiri dan pada saat itu TNI belum ada,” kata Panglima. 

Peristiwa selanjutnya adalah peristiwa 5 Oktober 1945 atau hari kelahiran TNI. Saat itu, TNI lahir karena perjuangan para ulama. Bahkan, para pemimpin di tubuh TNI pun adalah para ulama. Banyak panglima kodam kala itu dipimpin oleh mantan pejuang-pejuang yang juga kiai. Setelah sukses memperjuangkan kemerdekaan, sebagian kiai pulang ke pesantren dan sebagian lainnya bersama para santri memilih menjadi tentara. 

“TNI pertama kali dipimpin Jenderal Sudirman dan oleh anak buahnya dia dipanggil kiai. Jadi TNI tidak bisa lepas dari para kiai, para ulama, dan para santri,” katanya.

Peristwa ketiga yang menegaskan keterikatan TNI dan para kiai serta santri adalah keluarnya resolusi jihad yang digaungkan KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Tepat satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mendapatkan kabar bahwa tentara penjajah akan membonceng pesawat sekutu untuk kembali ke Indonesia.

Penjajah belum rela Indonesia merdeka dan merencanakan serangan pada Oktober 1945. Dalam kondisi kebingungan dan TNI belum terbentuk, pada 17 September Presiden Sukarno meminta fatwa kepada KH Hasyim Asy’ari. Pada akhirnya keluarlah fatwa jihad pada 22 Oktober yang menyatakan bahwa perjuangan membela Tanah Air merupakan suatu jihad fi sabilillah. 

Selanjutnya, kata Panglima, dengan resolusi jihad itulah maka terjadi peristiwa keempat, yakni peperangan di Surabaya pada 10 November 1945 yang kini dikenal dengan Hari Pahlawan. 

“Pada hari pahlawan, para kiai ikut berjuang bersama santri. Dengan kehebatan para kiai semuanya bisa diatasi,” ujar Panglima.

.

Panglima TNI Ajak Santri dan Masyarakat Jaga NKRI

CIREBON – Sekitar 15 menit, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berbicara di depan peziarah dan warga, usai tahlil di acara Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren, Sabtu (15/4).

Tak henti-hentinya suara takbir dan tepuk tangan seluruh warga tatkala Gatot menceritakan kembali perjuangan ulama dan santri Buntet Pesantren dalam merebut kemerdekaan.

Sambil berdiri di samping makam sesepuh Buntet Pesantren, Gatot menyampaikan terima kasih dan kebanggaannya karena diundang dalam acara Haul Buntet Pesantren. “Saya bangga bisa berdiri di samping makam pahlawan, para syuhada, santri dan ulama Buntet Pesantren,” ujarnya.

Dikatakannya, sebelum TNI lahir, yang memimpin perjuangan untuk merebut kemerdekaan salah satunya adalah para santri dan ulama yang digelorakan di berbagai daerah.

Pada awal-awal Indonesia merdeka, lanjutnya, ada satu peristiwa yang membuat peran ulama dan santri begitu penting, yakni saat berkobarnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Saat itu, TNI baru saja lahir pada 5 Oktober. Ada sentimen dari NICA yang saat itu membonceng sekutu yang tidak menghendaki Indonesia merdeka.

“Presiden Soekarno kemudian meminta fatwa kepada KH Hasyim Asyari dan setelah itu dikeluarkanlah fatwa resolusi jihad, bahwa membela tanah air adalah jihad fisabilillah,” serunya yang kemudian disambut pekik takbir dan tepuk tangan para peziarah.

Sebelum penyerangan yang digelorakan di Surabaya pada 10 November tersebut, para ulama dan santri serta segenap masyarakat yang akan melakukan penyerangan menunggu komando dari KH Hasyim Asyari sehari sebelum KH Abbas datang.

Namun penyerangan urung dilakukan karena KH Hasyim mengisyaratkan untuk menunggu tokoh ulama dari Jawa Barat yang dijuluki Singa Jawa Barat, yakni KH Abbas bin Abdul Djamil.

“Buntet punya peran besar. Tidak bisa dipungkiri, pertempuran 10 November di Surabaya, KH Hasyim Asyari memberikan tongkat komando untuk memimpin pertempuran,” tutur Gatot.

Di akhir pembicaraan, Gatot meminta segenap masyarakat untuk bersama-sama mengingat kembali perjuangan pendahulu para santri dan ulama untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga sebagai generasi penerus berkewajiban untuk meneruskan perjuangan para pendahulu guna menjaga warisannya.

Dari pantauan Radar Cirebon (radarcirebon.com group), ribuan masyarakat tumpah ruah menghadiri acara puncak Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren.

Sejumlah pejabat negara menyempatkan diri hadiri dalam rangkaian kegiatan haul tahunan tersebut, mulai dari Presiden Joko Widodo, sejumlah menteri, Panglima TNI dan jajarannya.

Sumber: http://www.radarcirebon.com/




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia