Menhan Bantah Beri Pelatihan Senjata kepada Preman
Kamis, 11 Agustus 2016JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu membantah Kementerian Pertahanan akan memberi pelatihan senjata kepada preman.
Ia menanggapi informasi yang menyebutkan bahwa Kodam Udayana akan menggelar program bela negara dengan peserta bekas preman dan organisasi masyarakat (Ormas) setempat.
Ryamizard mengaku tak tahu informasi tersebut.
Ia menegaskan, kader bela negara tak menjalani pelatihan senjata.
“Preman-preman boleh saja, tapi pakai senjata enggak boleh,” kata Ryamizard, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Namun, ia tak menutup kemungkinan ada penggunaan senjata dalam pelatihan bela negara pada saat genting.
“Kami tanya nanti perwakilan Kemhan di Bali,” tutur dia.
Dikutip dari Reuters, Juru Bicara Komando Daerah Militer IX Udayana Hotman Hutahaean menyebutkan, TNI akan memberikan pelatihan sejata semi-militer kepada para pengangguran dan preman di Bali dalam program bela negara.
Pelatihan di Bali tersebut merupakan yang pertama kalinya melibatkan preman dan bertujuan mengubah mereka menjadi warga yang berkelakuan baik.
“Pengenalan kepada senjata adalah agar peserta bela negara tak bosan. Mereka juga bisa merasakan rasanya berada dalam lingkungan militer,” kata Juru Bicara Komando Daerah Militer IX Udayana, Letnan Kolonel Hotman Hutahaean.
Menhan Tak Izinkan Program Bela Negara Pakai Senjata
Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan pihaknya tidak memperkenankan penggunaan senjata atau latihan menembak dalam kegiatan program Bela Negara. Meski demikian siapa pun bisa mengikuti program bela negara, termasuk kelompok preman.
“Preman-preman boleh saja ikut bela negara, tapi kalau pakai senjata enggak boleh,” kata Ryamizard saat ditemui usai rapat di Komisi I DPR RI, Jakarta, Senin (13/6).
Saat ini penggunaan senjata dalam program Bela Negara belum dimungkinkan. Kurikulumnya, kata Ryamizard, belum mengatur demikian. Namun tidak menutup kemungkinan diterapkan pelatihan menembak dalam program Bela Negara di masa mendatang.
“Belum. Kalau negara sudah meningkat ancamannya, baru latihan itu,” kata Ryamizard. “Kalau negara sudah terancam semua jadi tentara.”
Dia mengaku tidak tahu dengan kabar penggunaan senjata saat program Bela Negara berlangsung di Bali. Dia membantah jika ada kader Bela Negara yang dibekali penggunaan senjata.
“Tidak. Kader-kader kami yang dilatih di sini enggak ada yang pakai senjata. Nanti kami tanya perwakilan Kemhan di Bali. Tidak ada perintah untuk latihan tentara,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Kemhan Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin mengatakan latihan bongkar pasang senjata diperbolehkan dalam program bela negara.
Menurutnya, aturan itu tidak tertulis dalam kurikulum, namun hanya sebagai program tambahan yang disebut Bimbingan dan Pengasuhan (Bimsuh).
“Keterampilan bongkar pasang senjata boleh dilakukan, tidak ada dalam kurikulum tertulis, tapi namanya Bimsuh saja, sebagai tambahan,” katanya usai mengikuti rapat bersama Menhan.
Bimsuh tersebut, kata Hartind, tidak hanya bongkar pasang senjata, tapi juga latihan lapangan yang disebut kompas malam. Tujuannya untuk meningkatkan militansi para kader bela negara.
Senada dengan Ryamizard, Hartind mengatakan, pelatihan menembak dalam program Bela Negara tidak diatur dalam kurikulum Bela Negara saat ini.