Menhan: Program Bela Negara Buat Negara Lain “Bergetar”
Jumat, 23 Oktober 2015JAKARTA, KOMPAS.com- Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mengatakan, program bela negara yang resmi diluncurkan pada Kamis ini akan memberikan ‘deterrent effect’ atau daya getar kepada negara lain.
“Bela negara merupakan ‘soft power’. Ini memberikan daya getar agar negara lain tidak bisa main-main untuk mengganggu keutuhan dan kedaulatan negara kita,” kata Menhan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kemhan, Salemba Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
“Kalau kita beli alutsista, negara lain akan mencari celah untuk mengkonternya. Namun, bila bela negara, intelijen mereka akan bingung untuk mencari celahnya. Bayangkan, mereka harus melawan 100 juta orang,” katanya.
Menurut Ryamizard, pendidikan bela negara penting untuk menyiapkan masyarakat yang siap membela dan mengutamakan negaranya di atas kepentingan asing. Pasalnya, sekarang ini bukan lagi era perang fisik dengan angkat senjata, melainkan perang terhadap pemikiran.
“Perang ke depan adalah mengubah pemikiran atau kita sebut cuci otak, kekuatan kita persatuan dan kesatuan. Bela negara itu adalah roh suatu bangsa. Hak kita boleh demo-demo, tapi kewajiban untuk negaranya apa? Negara menunggu,” kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat ini.
Menhan tidak menginginkan negara Indonesia lemah dan hancur, namun dirinya menginginkan agara negara Indonesia kuat, sehingga disegani oleh negara lain.
Ryamizard menegaskan, program Bela Negara bukanlah wajib militer. Membela negara, secara fisik dilakukan oleh TNI. Namun program Bela Negara ini lebih menyasar pada soft power, bukan hard power.
“Membela negara secara fisik jelas ada TNI. Tapi perang ke depan bukan tembak-menembak, tapi mengubah pemikiran atau yang kita sebut cuci otak. Oleh karena itu, otak kita harus kuat yang berisi tentang bela negara,” katanya.
Ryamizard juga tak menginginkan Indonesia di ambang kehancuran, seperti halnya negara-negara di Timur Tengah yang hancur akibat perang. Saya tak ingin melihat negara hancur, di mana warganya mengungsi ke negara lain, tegasnya.
Menhan mengatakan, masalah bela negara bukan hanya tanggung jawab Kemhan, melainkan seluruh aspek kehidupan berbagsa dan bernegara, mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, kementerian, dan pemerintah pusat.
Bela negara adalah sikap dan perilaku kecintaan terhadap NKRI. Itu sudah sesuai dengan Pancasila dan UUD 45. Sikap bela negara merupakan kehormatan setiap warga negara, yang dilaksanakan penuh tanggung jawan dan pengabdian bagi negara.
Bela negara, kata dia, juga bagian dari penguatan karakter jati diri bangsa. Program prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2014-2019. Selain itu, ini juga merupakan kebijakan umum pertahanan negara 2014-2019.
“Oleh karena itu, sebagai realisasinya, Kemhan dan Kemendagri membentuk kader bina negara tahun 2015,” tuturnya.
Menhan berharap, kader pembina bela negara mampu menyebarluaskan bela negara di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian akan terwujud kesadaran bela negara sebagai bentuk revolusi mental.
“Pembentukan kader bela negara buka wajib militer atau militerisasi dan juga bukan bentuk pembelaan negara secara fisik dari ancaman militer,” tuturnya.
Akan tetapi, lanjut Ryamizard, upaya kesadaran bangsa guna menjamin kesadaran hidup negara dalam menghadapi ancaman multidimensi. Sebab, ancaman ke depan bukanlah dalam bentuk fisik namun berbagai bentuk ancaman nirmiliter yang dapat membahayakan keutuhan NKRI.
“Bagaimana rakyat dilatih untuk menghadapi segala bentuk kejahatan kemanusiaan, melawan kemiskinan, kebodohan, narkoba, dan lain sebagainya. Hal ini seharusnya dimengerti seluruh rakyat. Karena lewat kemajuan teknologi dan informasi, paradigma ancaman berubah,” katanya.
Ryamizard melanjutkan, bela negara merupakan bentuk dan upaya membangun kekuatan untuk kepentingan pembangunan nasional. Kesadaran bela negara penting untuk ditanamkan sebagai bentuk revolusi mental, membangun ketahanan nasional, dan dapat memberikan efek deterence bagi negara lain yang ingin coba mengganggu keutuhan bangsa dan negara.
“Bela negara menjadi penentu kemajuan bangsa, kepribadian, dan kebudayaan, dan sejajar dengan negara maju di dunia,” ucapnya.
Oleh karena itu, setiap warga negara apa pun profesinya mulai dari petani hingga mereka yang duduk di parlemen dan pemerintahan agar dapat mewujudkan bela negara sebagai bentuk kecintaan terhadap bangsa dan negara.
.
Menhan: Bela Negara Berikan Efek ‘Getar’ untuk Negara Lain
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, bela negara berbeda dengan wajib militer. Di mana wajib militer asosiasinya akan berperang dengan menggunakan peralatan utama sistem senjata (alutsista) alias hard power.
“Bela negara ini soft power. Beda dengan hard power yang berperang dengan alutista. Ini kekuatan nonfisik, bukan dengan alutsista,” ujar Ryamizard di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat), Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
Menurut Ryamizard, jika berperang dengan menggunakan alutsista, maka lawan? akan mencari celah untuk menyerang balik. Sementara berperang dengan nonfisik tak akan bisa dideteksi oleh lawan, bahkan oleh intelijen.
“Kalau 100 juta orang bela negara, mereka jadi militan. Tidak terlihat. Intelijen lawan jadi bingung,” kata dia.
Karenanya, lanjut Ryamizard, dampak dari bela negara bisa luar biasa. Maksudnya, bisa membuat efek ‘getar’ kepada negara-negara lain. Ini yang diharapkan dari bela negara. Sebab, di zaman yang semakin canggih, perang sesungguhnya bukan lagi perang fisik dan terbuka, tetapi perang menggunakan otak.
“Jadi soft power, bela negara itu memberikan efek getar. Agar negara-negara lain tidak main-main dengan Indonesia,” ujar dia.
Ryamizard menjelaskan, para kader bela negara akan mengikuti pendidikan dan pelatihan selama 1 bulan?. Selama 30 hari itu, para kader akan mengenyam pendidikan layaknya belajar di sekolah dan diselingi pelatihan fisik.
“70 persen itu pendidikan, 30 persen pelatihan fisik.? Pendidikan, mereka diajar tentang pengetahuan bangsa. Pembangunan karakter. Kemudian fisiknya seperti baris berbaris untuk membangun kebersamaan,” kata Ryamizard.
.
Menhan: Kurikulum Bela Negara Prioritas Soal Kebangsaan
[JAKARTA] Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, kurikulum yang dibentuk dalam program bela negara, yakni paling banyak pendidikan soal kebangsaan, yang sebagian besar berada di kelas.
“Kurikulum yang dibentuk yakni banyak pendidikan mengenai masalah kebangsaan yang ditanamkan sejak sekolah dasar. Pendidikan yang bangga dengan Indonesia dengan kekayaan alamnya. Dia kerja keras untuk bangsanya bila perlu jiwa dan raganya dikorbankan,” kata Menhan, saat jumpa pers, di kantor Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kemhan, Jakarta, Kamis (22/10).
Kementerian Pertahanan pun mengajak Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dalam membentuk kurikulum yang diajarkan dalam konsep bela negara.
Menhan mengatakan, pada dasarnya konsep bela negara akan lebih mengedepankan diskusi soal kenegaraan dan pemecahan masalah yang terjadi di lingkungannya masing-masing.
“Bagaimana menghadapi ancaman masyarakat. Jadi ada yang kuliah, ada yang dilapangan. Kelas 70 persen dan 30 persen di lapangan seperti latihan baris berbaris, hormat, latihan P3K, penanggulangan bencana dan upacara bendera,” ujarnya.
Menhan menegaskan program bela negara semacam ini sudah berjalan sejak 12 tahun. Saat dirinya masih bergabung di kesatuan TNI, dia mengaku pernah ke pelosok untuk menanamkan konsep bela negara.
“Bela negara harus digencarkan supaya semua warga tahu,” ujarnya.
Dirjen Potensi Pertahanan Kemenhan, Timbul Siahaan mengatakan, kurikulum yang akan diberikan yakni 70 persen pengetahuan kebangsaan yang akan membangun karakter setiap orang untuk mencintai bangsa dan negaranya. Sementara 30 persen olah fisik lebih kepada membangun “leader ship”.
“Jadi wawasan mereka kita bangun. Memberikan pengetahuan dan tumbuh kembangkan dalam diri supaya keluar karakternya dan membangkitkan karakter dari dalam jiwa dan bangsa,” ucapnya.
Mewujudkan ketahanan pangan, kata dia, merupakan bela negara, guru di perbatasan juga bela negara, olah raga internasional dan menjaga kelestarian budaya, lingkungan serta tidak bakar hutan itu semua wujud sikap bela negara.
Kabadiklat Kemhan Mayjen TNI Hartind Asrin menjelaskan kurikulum Bela Negara terbagi dalam tiga hal yakni dasar, inti dan tambahan. Kurikulum dasar terkait kebangsaan seperti sejarah kebangsaan dan kepemimpinan.
“Juga ada simulasi semisal terjadi sebuah perampokan bagaimana melaporkan 5W+1H itu akan disampaikan oleh pembina. Jadi tidak membosankan, tidak seperti materi di kelas,” kata Hartind.
Materi di dalam kelas juga diisi dengan berbagai diskusi umum. Pengetahuan Sistem Pertahanan dan Keamanan (Sishankam) juga akan dimasukkan dalam materi kelas.
“Secara umum materinya sama dengan TNI tapi cara metodenya berbeda, sesuai dengan peserta didik yang akan dibina,” ujarnya.
Kemudian untuk kurikulum inti, ada lima nilai yang diajarkan dan dapat diaplikasikan sesuai dengan lingkungan, pekerjaan dan pendidikan masing-masing, seperti cinta tanah air, rela berkorban terhadap bangsa dan negara, dan yakin pada ideologi negara.
Para kader bela negara juga diajarkan untuk terus disiplin. Kedisiplinan ini dimulai dari hal-hal kecil seperti rajin bangun pagi dan tepat waktu dalam melaksanakan aktivitas berikutnya. Kemudian untuk kurikulum tambahan disesuaikan dengan kearifan lokal.
Sumber : http://sp.beritasatu.com/home