Usulan Menhan Dirikan Pangkalan Militer di Natuna Dinilai Logis
Rabu, 7 Oktober 2015JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya menilai usulan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk membangun pangkalan militer di Natuna merupakan rencana yang logis. Termasuk melatih masyarakat di sana untuk bela negara.
Kemarin, rencana ini dipaparkan Menhan saat rapat tertutup di Komisi I DPR. Salah satu pertimbangannya adalah situasi di Laut China Selatan yang mulai panas. Menhan berpendapat Indonesia harus siap menjaga wilayah kedaulatan NKRI yang berhadapan dengan Laut China Selatan ketika terjadi konflik.
“Itu upaya antisipatif kalau di wilayah itu terjadi konflik. Karena ada pendapat ahli, wilayah yang berpotensi terjadi kerusuhan dunia di Laut China Selatan ketika China bentrok dengan negara lain seperti Amerika. Itu berada di beranda kita. Kita harus siap,” kata Tantowi di gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/9)
Politikus Golkar ini berpendapat apa yang diusulkan Menhan sebenarnya masih jauh dari kategori ideal dalam rangka mempertahankan keamanan wilayah NKRI. Namun pihaknya menilai usulan Menhan sudah sesuai dengan kemampuan APBN.
“Kita tidak melihat ini upaya povokatif, tapi defense. Prioritas kita kan di poros maritim. Membangun pangkalan membutuhkan beberapa alat perang, kemudian juga kalau penjelasan dari Kemenhan kemarin itu kan soal pelatihan rakyat yang ada di situ dalam rangka bela negara, tapi itu harus ada payung hukumnya,” ujar Tantowi.
Tapi secara prinsip, Tantowi menilai logis usulan Menhan, termasuk memberdayakan masyarakat melalui program bela negara. Apalagi Natuna dan sekitar berada jauh dari jangkauan sehingga harus ada yang siaga di sana.
“Penjelasan Menhan logis, karena wilayah itu jauh sekali. Kalau ada apa-apa perlu waktu kasih bantuan ke sana, maka butuh orang di sana. Payung hukumnya nanti UU Bela Negara,” tambahnya.
Sumber : http://www.jpnn.com/
.
Tantowi Dukung Usul Menhan Bangun Pangkalan Militer di Laut Cina Selatan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai usul Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bagi pembangunan pangkalan militer dan pelatihan rakyat bela negara demi mengantisipasi ketegangan di Laut Cina Selatan merupakan hal yang logis.
“Penjelasan Menhan logis, karena wilayah itu (perbatasan Laut Cina Selatan) jauh sekali. Kalau ada apa-apa disana perlu waktu memberikan bantuan ke sana, maka butuh orang disana yang siap,” kata Tantowi di Jakarta, Selasa (22/9).
Tantowi menyatakan apa yang disampaikan Menhan merupakan upaya antisipatif jika di wilayah Laut Cina Selatan terjadi konflik yang mengganggu kedaulatan serta tidak menguntungkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terlebih, kata Tantowi, ada pendapat ahli bahwa wilayah Laut Cina Selatan berpotensi menimbulkan kerusuhan tingkat dunia jika Cina berbenturan dengan negara-negara musuhnya. “Apa yang diusulkan Menhan jauh dari kategori ideal dalam rangka pertahanan keamanan bangsa, tapi itu sesuai dengan kemampuan APBN kita,” jelas Tantowi.
Tantowi menilai usul tentang pembangunan pangkalan militer di Kepulauan Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan pelatihan rakyat bela negara di wilayah poros maritim, bukanlah wujud tindakan provokatif Indonesia terhadap asing, namun sebagai wujud peningkatan pertahanan bangsa.
Ada pun terkait pelatihan rakyat di wilayah perbatasan guna membela nwgara, diperlukan sebuah payung hukum yang menurut Tantowi bisa dimasukkan dalam undang-undang tentang bela negara.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizad Ryacudu mengatakan pihaknya menunda pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) di tahun 2016, namun mengalokasikan dana untuk perbaikan infrastruktur militer di Pulau Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.
.
DPR dukung Menhan bangun pangkalan militer di Laut China Selatan
Merdeka.com – Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya mendukung langkah Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang memprioritaskan Anggaran tahun 2016 untuk pembangunan landasan pesawat di pulau terluar sekitar Laut China Selatan. Pembangunan tersebut, kata dia, diperlukan guna memudahkan mobilitas TNI untuk menjaga wilayah yang disebut rawan konflik itu.
“Itu upaya antisipatif kalau diwilayah itu terjadi konflik yang tidak diuntungkan kita. Karena ada pendapat ahli bahwa wilayah yang berpotensi terjadi kerusuhan dunia di Laut Cina Selatan ketika Tiongkok bentrok dengan negara lain seperti Amerika misalnya. Itu berada di beranda kita. Kita harus siap,” kata Tantowi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/9).
Dalam RAPBN tahun 2016 Kemenhan yang semula berjumlah Rp 102 triliun kini turun menjadi sekitar Rp 90 Triliun itu juga akan diperuntukkan untuk membangun pangkalan militer. Namun, anggaran tersebut, kata Tantowi, sesungguhnya jauh dari kata ideal.
“Apa yang diusulkan Kemenhan jauh dari kategori ideal dalam rangka pertahankan keamanan, tapi sesuai kemampuan APBN,” ujarnya.
Apalagi, Politikus Golkar ini menilai usulan pembangunan pangkalan militer di Kepulauan Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan bukanlah sebuah upaya provokatif terhadap negara lain. Namun, sebagai wujud peningkatan menjaga pertahanan negara.
“Kemudian juga kalau penjelasan dari penjelasan Kemenhan kemarin itu kan soal pelatihan rakyat yang ada di situ dalam rangka bela negara, tapi itu harus ada payung hukumnya. Tapi penjelasan Menhan logis, karena wilayah itu jauh sekali. Payung hukumnya nanti UU bela negara,” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut anggaran pihaknya untuk tahun 2016 akan diprioritaskan untuk membangun landasan pesawat terbang di Pulau terluar sekitar Laut China Selatan. Pembangunan landasan tersebut, kata dia, guna memudahkan mobilitas TNI menjaga daerah tersebut yang ia sebut rawan terjadi konflik.
“Kita perlu landasan baru. Penting. Landasan yang sudah ada perlu diperbaiki,” kata Ryamizard usai rapa tertutup dengan Komisi I DPR, Senin (21/9).
Anggaran tang diperuntukkan untuk Kementerian Pertahanan, lanjut dia, juga akan digunakan untuk membeli alutsista yang baru. Di antaranya untuk pembelian kapal selam dan juga pesawat sukhoi.
“Sukhoi kita akan ganti, sudah 45 tahun sesuai dengan perintah Presiden. Perintah presiden beli juga beli baru kapal selam. Kita sudah jajaki sebelum beli, kapal selam Rusia itu paling lama menyelam, paling dalam selamnya dan bisa tembak dari dalam laut,” ujarnya.