TRANSLATE

WNI Disandera, Luhut Gelar Rapat dengan Panglima TNI-Kapolri

Kamis, 17 September 2015

WNI Disandera, Luhut Gelar Rapat dengan Panglima TNI-Kapolri

Jakarta, CNN Indonesia — Sejumlah pejabat tinggi negara mendatangi Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Rabu (16/9). Di antara mereka ialah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Mereka menggelar rapat dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan terkait penyanderaan dua warga negara Indonesia oleh Organisasi Papua Merdeka di Papua Nugini.

Hingga saat ini nasib kedua sandera OPM itu belum jelas. Kabar terakhir menyebut negosiasi telah dilakukan dengan pemerintah Papua Nugini bertindak sebagai mediator. Namun belakangan pemerintah RI menyebut tak ada kompromi dengan penyandera.

“Ya, bicara OPM,” ujar Mendagri singkat. Dia, Panglima TNI, dan Kapolri langsung masuk ke Kemenkopolhukam.

Pagi tadi saat menghadiri The Indonesian Navy 2nd International Maritime Security Symposium di Hotel Borobudur, Jakarta, Luhut kembali menegaskan tak bakal melakukan barter dengan pihak penyandera.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang Sodik mengatakan para penyandera meminta agar dua WNI ditukar dengan rekan mereka yang ditahan di Polres Keerom, Papua, karena terlibat kasus ganja.

“Pemerintah Indonesia tidak pernah mengenal barter,” kata Luhut yang dahulu lama menghabiskan karier militernya di Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.

Luhut semalam telah melaporkan kepada Presiden Jokowi mengenai strategi yang disiapkan dalam membebaskan sandera.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR TB Hasanudin berharap pemerintah RI tak tunduk pada tuntutan OPM meski negosiasi mandek. “Sebaiknya serahkan kepada pemerintah Papua Nugini untuk mengatasinya. Kalau tidak bisa, kita minta izin masuk untuk menyerbu,” ujar Hasanudin.

Lulusan Akademi Militer berpangkat Mayor Jenderal TNI itu menganggap permintaan izin menyerbu amat mungkin direalisasikan.

Dia mencontohkan dan membandingkan kasus saat ini dengan upaya pembebasan sandera pembajakan pesawat Garuda di Thailand dalam Operasi Woyla tahun 1981.

“Kita tidak butuh perjanjian untuk membebaskan sandera. Kewajiban PNG adalah melindungi warga negara asing di wilayah teritorinya. Kalau tak mampu ya wajib bekerja sama,” ujar Hasanudin.

Saat ini TNI telah menyiagakan pasukan dari berbagai kesatuan, mulai dari Kopassus, Paskhas, Denjaka, dan Denbravo, untuk membantu operasi pembebasan sandera bila izin turun dari pemerintah PNG.

Kopassus atau Komando Pasukan Khusus ialah bagian dari komando utama tempur milik TNI Angkatan Darat yang punya kemampuan antiteror, Denjaka atau Detasemen Jala Mengkara ialah satuan antiteror TNI Angkatan Laut, sedangkan Denbravo Kopaskhas atau Korps Pasukan Khas ialah satuan elite TNI Angkatan Udara setara Kopassus. Satuan-satuan ini merupakan yang terbaik yang dimiliki TNI.

Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw menyatakan militer Papua Nugini pun saat ini telah menghimpun kekuatan besar dari ibu kotanya, Port Moresby, untuk dikirim ke Vanimo, lokasi penyanderaan, dalam rangka operasi pembebasan.

.
Menkopolhukam Panggil Kapolri dan Panglima TNI Bahas Penyaderaan OPM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, mengumpulkan otoritas terkait guna membahas penanganan penyaderaan dua warga Indonesia yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka di Papua Nugini.

Rapat sendiri juga dihadiri oleh Kapolri, Badrodin Haiti, Panglima TNI Gatot Nurmantyo?, dan Mendagri Tjahjo Kumolo, di kantor Kemenkopolhukam, Rabu (16/9/2015).

“Iya nanti akan dibicarakan Pak Menkopolhukam. Masalah penyanderaan di PGN,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo saat dikonfirmasi ketika hendak masuk ke dalam ruang rapat di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat.
?Seperti diketahui, para penyadera meminta agar diadakan barter antara kerabatnya yang ditahan oleh Polsek Kirom, Papua Barat.

Namun Menkopolhukam menegaskan bahwa pemerintah memandang tindakan anggota OPM dengan melakukan pene?mbakan dan penyaderaan sudah masuk ranah kriminal. Pemerintah Indonesia juga menegaskan tidak akan melakukan barter sebagaimana diminta para penyadera.
?
“Pemerintah Indonesia tidak pernah mengenal barter dalam hal ini. Kami sudah menyiapkan langkah-langkah apa yang akan kami lakukan,” kata Luhut.?

.
Luhut Panjaitan Panggil Kapolri, Panglima TNI dan Mendagri Bahas Dua WNI yang Disandera

RMOL. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, melakukan rapat terbatas untuk membahas penanganan penyaderaan dua warga negara Indonesia (WNI) yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua New Gini (PNG).

Rapat sendiri juga dihadiri oleh Kapolri Badrodin Haiti, Panglima TNI Gatot Nurmantyo?, dan Mendagri Tjahjo Kumolo. Rapat dilakukan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (16/9)

“Iya nanti akan dibicarakan Pak Menkopolhukam. Masalah penyanderaan di PGN,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo ketika hendak masuk ke dalam ruang rapat di kantor Kemenkopolhukam

?Seperti diketahui, para penyadera meminta agar diadakan barter antara kerabatnya yang ditahan oleh Polsek Kirom, Papua Barat.

Namun Menkopolhukam menegaskan bahwa pemerintah memandang tindakan anggota OPM dengan melakukan pene?mbakan dan penyaderaan sudah masuk ranah kriminal. Pemerintah Indonesia juga menegaskan tidak akan melakukan barter sebagaimana diminta para penyadera.
?
“Pemerintah Indonesia tidak pernah mengenal barter dalam hal ini. Kami sudah menyiapkan langkah-langkah apa yang akan kami lakukan,” demikian Luhut.?

.
Ini Pasukan Elite TNI yang Siap Bebaskan WNI di Papua Nugini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terkait upaya pembebasan sandera WNI di Papua Nugini (PNG), TNI masih akan menunggu hasil negosiasi yang dilakukan pemerintah PNG dengan para pelaku penyanderaan, yang diduga dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata pimpinan Jeffrey Pagawak.

Menurut Kapuspen TNI Mayjen Endang Sodik, tenggat yang diberikan untuk bisa mencapai kata sepakat dalam negosiasi itu adalah pada pukul 12.00 siang waktu setempat, hari ini. Jika dirasa gagal, tentara PNG akan melakukan upaya-upaya pembebasan sandera.

Namun, Kapuspen menyebutkan, TNI selalu siap jika sewaktu-waktu diminta untuk terjun langsung dalam upaya pembebasan sandera WNI tersebut. Berbagai satuan di pasukan-pasukan elite TNI, seperti di Kopassus TNI AD, Detasemen Bravo (Denbravo) Pasukan Khas TNI AU, dan Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Kopaska TNI AL siap untuk operasi-operasi pembebasan sandera.

“Semua pasukan kami siap, pasukan pembebasan sandera, apa pun bentuknya, kami siap. Jadi dont worry, pokoknya siap,” ujar Endang.

Bahkan, Kapuspen mengungkapkan, sebenarnya dalam melakukan operasi penumpasan kelompok bersenjata, pasukan-pasukan elite tersebut bisa menyelesaikannya dalam hitungan menit. Terlebih jika melihat pelakunya yang diketahui hanya berjumlah empat orang.

Namun, ada beberapa faktor yang membuat TNI harus berhati-hati, seperti faktor keselamatan sandera dari WNI dan lokasi penyanderaan yang berada di wilayah kedaulatan Papua Nugini. Prajurit TNI juga tidak bisa begitu saja langsung turun. TNI masih akan menunggu koordinasi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah PNG.

“Tidak bisa dong (langsung), ini kerja sama Army to Army. Jadi harus Goverment to Goverment (G to G), pemerintah dengan pemerintah. Kalau sudah oke, baru TNI bisa masuk. Ini kan lintas negara,” tutur Kapuspen.

Endang menambahkan, untuk lokasi penyanderaan, pihak tentara PNG sudah melakukan pemetaan dan mengetahui lokasi penyanderaan tersebut, yang letaknya di sekitar wilayah Keerom, Papua Nugini.

Sebelumnya, dua WNI, yaitu Sudirman dan Badar disandera kelompok bersenjata di Papua Nugini. Pelaku penyanderaan diketahui bernama Jeffrey Pagawak, yang memang sudah masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) Kepolisian sejak 2006 dan diduga kuat terlibat dalam insiden Abepura Berdarah pada 2012 silam.

.
TB Hasanuddin: Kalau Papua Niugini Tak Bisa, Minta Izin agar TNI Bebaskan WNI yang Disandera

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin meminta pemerintah tak tunduk dengan keinginan kelompok sipil bersenjata yang menyandera dua warga negara Indonesia di Papua Niugini. Sebaliknya, pemerintah perlu berkoordinasi dengan pemerintah Papua Niugini untuk segera membebaskan para sandera.

“Sebaiknya serahkan kepada Pemerintah PNG untuk mengatasinya. Kalau tidak bisa, kita minta izin masuk untuk menyerbu,” kata Hasanuddin, saat dihubungi awak media, Rabu (16/9/2015).

Menurut dia, pemerintah dapat memerintahkan TNI untuk menyerang kelompok sipil bersenjata guna menyelamatkan WNI yang menjadi sandera di negara lain. Hal serupa pernah dilakukan ketika Kopassus melakukan operasi penyelamatan sandera dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia di Bangkok, Thailand, tahun 1981.

Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, pemerintah tak perlu membuat suatu perjanjian tertentu dengan Papua Niugini untuk membebaskan para sandera. Ia mengatakan, sudah menjadi kewajiban Papua Niugini melindugi warga negara asing yang berada di wilayah teritorialnya jika terjadi sesuatu.

“Kalau tak mampu, ya wajib bekerja sama,” ujarnya.

Dua WNI, Sudirman (28) dan Badar (20) disandera kelompok sipil bersenjata di Papua Niugini. Mereka merupakan penebang di perusahaan penebangan kayu di Skofro, Distrik Keerom, Papua Niugini. Selain menyandera Sudirman dan Badar, kelompok bersenjata itu juga menembak warga sipil lainnya, yakni Kuba. Pada saat kejadian, Kuba sedang memotong kayu di Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom. Ia mengalami luka tembak serta panah dan masih dirawat di RS Bhayangkari.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti sebelumnya menolak tawaran barter dua WNI dengan dua tahanan narkoba. Menurut Badrodin, pembebasan WNI yang disandera oleh kelompok bersenjata di Papua Niugini tersebut masih menunggu hasil negosiasi antara perwakilan Indonesia di negara tersebut dan Pemerintah Papua Niugini.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia