TRANSLATE

Hari Bhakti TNI AU, Sekilas Mengenal Tiga Perintis AURI

Jumat, 31 Juli 2015

Hari Bhakti TNI AU, Sekilas Mengenal Tiga Perintis AURI

DUKA tiada tara ditelan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia, kini TNI AU), tak lama setelah euforia sempat melanda berkat keberhasilan operasi pertama, pemboman Semarang, Salatiga dan Ambarawa pada 29 Juli 1947.

Betapa tidak? Tak sampai sehari kabar operasi pertama AURI dengan tiga pesawat tua peninggalan Jepang itu sukses, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Soerjadi Soerjadarma serta sejumlah kadet AURI lainnya, melihat dengan mata kepala sendiri ketika pesawat angkut Dakota VT-CLA yang membawa sejumlah perwira AURI, ditembak dua pesawat pemburu Belanda.

Tiga perwira itu bukan sekadar perwira AURI biasa, melainkan tiga dari sejumlah perintis AURI di masa revolusi, yakni Komodor Udara Abdulrachman Saleh, Komodor Udara Agustinus Adisutjipto, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo.

Saat hampir mendarat di Pangkalan Maguwo, Yogyakarta, pesawat yang dipiloti warga Australia, Alexander Constantine ditemani Kopilot asal Inggris, Roy Hazlehurst, ditembaki dua pesawat pemburu Belanda, P40D Kittihawk, tepatnya di Desa Ngoto, Bantul.

Padahal pesawat itu dalam misi berpulang dari misi kemanusiaan ke India, Pakistan dan Singapura dengan membawa sejumlah sumbangan obat-obatan. Gugurnya tiga perintis AURI itu di kemudian hari, selalu diperingati sebagai Hari Bhakti TNI AU setiap tanggal 29 Juli.

Tidak lengkap jika tak mengenal sedikit lebih dekat dengan tiga bunga bangsa ini, jika mengungkit lagi kebiadaban Belanda pada Tragedi Dakota VT-CLA itu. Ketiganya gugur dalam usia yang sangat muda dan punya potensi besar membangun AURI lebih “mengangkasa” lagi.

Sekilas mengenal Abdulrachman Saleh, figur yang biasa dijuluki “Karbol” ini punya sederetan gelar akademis, bahkan hingga profesor di bidang kesehatan. Sosok asli Betawi kelahiran Jakarta 1 Juli 1909 itu, tak hanya dikenal sebagai pahlawan TNI AU, tapi juga tokoh Radio Republik Indonesia (RRI) dan juga dikenal sebagai bapak ilmu fisiologi.

Abdulrachman sejak muda sudah mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middlebare School), hingga ke STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen).

Tapi pendidikannya di STOVIA tak sampai selesai dan putra dari Mohammad Saleh ini, pilih meneruskan memburu ilmu ke GHS (Geneeskundige Hoge School). Semasa jadi mahasiswa, Abdulrachman sudah aktif di organisasi kepemudaan Jong Java, Indonesia Muda dan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).

Keterkaitannya dengan dunia kedirgantaraan, Abdulrachman mengawalinya dengan kegemarannya pada dunia aviasi, hingga bisa punya surat izin terbang. Ketika KSAU Soerjadi mencari sejumlah figur untuk membangun AURI, Abdulrachman tak pikir panjang untuk bergabung, hingga menduduki jabatan Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946.

Sementara soal selayang pandang tentang Adisutjipto, tamatan GHS itu langsung menjurukan pendidikannya ke sekolah penerbang Belanda, Militaire Luchtvaart di Kalijati, Subang, Jawa Barat.

Sosok kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 3 Juli 1916 itu juga jadi pribumi pertama hyang mendirikan sekolah penerbang di Yogyakarta, yang kemudian berubah nama menjadi Landasan Udara Maguwo, pada 15 November 1945.

Sementara tak banyak kelengkapan biodata yang bisa ditemukan tentang sosok Adisumarmo. Pendiri sekolah Radio Telegrafis Udara kelahiran 31 Maret 1921 itu sedianya punya peran besar, terhadap perkembangan radio udara di lingkungan AURI.

Adisumarmo ikut misi kemanusiaan dengan Abdulrachman Saleh dan Adisutjipto, sebagai operator radio Pesawat Dakota VT-CLA yang pada 29 Juli 68 tahun silam, jatuh di persawahan Desa Ngoto, Bantul, akibat diberondong tembakan pesawat pemburu Belanda.

Adisumarmo gugur dalam usia 26 tahun dan dikebumikan di Pemakaman (kini Taman Makam Pahlawan) Semaki, Yogyakarta. Gelar Pahlawan Nasional disematkan pada pada 9 November 1974 dengan Kepres No.071/TK/1074. Namanya diabadikan di Bandara Solo yang kini bernama Bandara Internasional Adisumarmo.

Sedangkan Abdulrachman Saleh yang saat gugur berusia 38 tahun, dikuburkan di Pemakaman Kuncen dan pada 14 Juli 2000, dipindah ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU, Bantul, Yogyakarta.

Gelar Pahlawan Nasional juga disematkan padanya via Kepres yang sama, dan namanya diabadikan sebagai nama Bandara Abdulrachman Saleh di Malang, Jawa Timur. Kepres yang sama pula juga diresmikan untuk menetapkan Adisutjipto sebagai pahlawan nasional.

Pemakamannya di Kuncen I, turut dipindahkan berbarengan dengan makam Abdulrachman Saleh ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU di Bantul. Adisutjipto tak ketinggalan diabadikan, untuk menggantikan nama Lanud Maguwo, menjadi Bandara Adisutjipto.

Sumber : http://news.okezone.com/

.
Sebelum Lakukan Baksos, TNI AU Menyurvei Setiap Lokasi

Metrotvnews.com, Jakarta: TNI Angkatan Udara (AU) melakukan berbagai kegiatan dalam memperingati hari Bakti ke-68, salah satu kegiatannya adalah melakukan bakti sosial di beberapa daerah.

Seperti di daerah Lebak, Banten beberapa waktu lalu. Anggota TNI AU melakukan kegiatan sunat massal yang dihadiri oleh ribuan warga.

Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengatakan, sebelum melakukan baksos, anggotanya terlebih dahulu melakukan survei ke beberapa wilayah yang benar-benar membutuhkan.

“Sebulan sebelumnya kami melakukan bakti sosial. Para perwira kami mengkaji Provinsi, lalu Kabupaten yang paling membutuhkan, setelah itu kecamatan mana yang paling membutuhkan di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur,” kata Agus di Lanud Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu (29/7/2015).

?Hari Bakti tersebut, dikatakan Agus, merupakan sesuatu kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap tahun?. Selain melakukan kegiatan baksos, setiap tahunnya juga dilakukan wisuda Purnawira Pejabat Tinggi (Pati) TNI AU.

“?Kegiatan wisudawan, suatu benang merah hubungan senior junior. Mereka sudah bertugas di TNI AU lebih dari 32 tahun dan sekarang purnawira,” tandasnya.

.
TNI AU Napak Tilas Operasi Militer Pertama pada 29 Juli

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — TNI AU menggelar napak tilas peristiwa operasi militer udara pertama Indonesia, 29 Juli 1947, sebagai bagian dari acara peringatan Hari Bakti Ke-68. Napak tilas dilakukan dengan menerbangkan tiga pesawat Grob 120-TP buatan Jerman dengan tahun pembuatan 2014 dari Landasan Udara Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu (29/7) sekitar pukul 05.30 WIB.

Kolonel Penerbang Komandan Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto Azhar Aditama selaku koordinator penerbangan tersebut, mengatakan tidak ada latihan khusus untuk penerbangan terkait dengan peringatan itu. “Seperti latihan penerbangan reguler saja. Untuk peringatan ini pesawat hanya terbang memutari kawasan lanud,” ucapnya.

Selain itu, ia menjelaskan mengenai hal yang melatarbelakangi peristiwa serangan 29 Juli 1947, yang merupakan operasi militer udara pertama di Indonesia. Dia mengatakan bahwa saat operasi militer pada zaman setelah kemerdekaan tersebut, merupakan pembalasan terhadap serangan pesawat militer Belanda pada 21 Juli 1947 atas wilayah Indonesia.
“Pada saat itu semua pangkalan AU dibom kecuali lapangan udara Maguwo karena berkabut tebal. Lanud lain di Surakarta, Jakarta, Bandung hancur,” katanya.
TNI AU berdasarkan perintah Kasau pertama Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma melaksanakan operasi serangan udara ke tangsi polisi militer Belanda di tiga wilayah di Jawa Tengah, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.

Ketika itu, TNI AU menerbangkan tiga pesawat, yaitu satu pesawat Guntai yang dengan pilot Kadet Udara I Mulyono serta dua pesawat Cureng yang dengan pilot Kadet Udara I Sutardjo Sigit dan Kadet Udara I Suharnoko Harbani.

“Perjalanannya melewati Magelang melalui sisi barat Gunung Merapi dan Merbabu. Bom dipangku kemudian dilempar,” katanya.

Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama Imran Baiduris memimpin upacara untuk mengawali acara tradisi napak tilas rute operasi udara. Dia berharap napak tilas tersebut mampu memperkuat jiwa patriotisme dan nasionalisme yang kemudian diimplementasikan dalam fungsi dan tugas masing-masing.

“Peristiwa 29 Juli 1947 merupakan fakta sejarah yang patut dikenang sebagai motivasi untuk menghadapi tantangan ke depan,” katanya.

TNI AU setiap tahun memperingati Hari Bakti dengan latar belakang dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari, yaitu pada 29 Juli 1947. Peristiwa pertama adalah penyerangan kubu-kubu pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa dan peristiwa kedua adalah jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA yang mengakibatkan tiga perintis TNI AU, yaitu Agustinus Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, dan Adi Soemarmo Wirjokusumo, gugur.

.
Kuatkan Pertahanan, TNI AU Tingkatkan Status Lanud

Metrotvnews.com, Jakarta: TNI Angkatan Udara (AU) berencana melakukan penguatan pertahanan udara, terutama di wilayah timur Indonesia. Penguatan ini telah dilakukan dengan peningkatan status sejumlah Pangkalan Udara (Lanud), termasuk Lanud Leo Watimena, Morotai, Maluku Utara.

Penguatan pertahanan udara dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran wilayah udara dari arah utara, khususnya yang masuk dari wilayah utara Maluku. TNI AU pun sudah menyiapkan berbagai langkah untuk mengantisipasi hal tersebut. Salah satunya dengan peningkatan status Lanud Leo Wattimena dari tipe C menjadi tipe B.

”Artinya kekuatan Lanud sudah ditingkatkan,” kata Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU, Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto, di Monumen Perjuangan TNI AU, di Ngoto, Bantul, Yogyakarta, Selasa (28/7/2015).

Tidak hanya itu, peningkatan status Lanud tersebut juga akan diikuti dengan peningkatan kekuatan penangkis serangan udara (PSU). Namun, Dwi menyebutkan, peningkatan kekuatan penangkis serangan udara itu akan sangat bergantung dengan kekuatan pesawat yang dimiliki TNI.

“Kalau kekuatan pesawat kami sudah dipenuhi oleh pemerintah, kami makin percaya diri untuk menjaga wilayah dirgantara kita,” ungkapnya.

Selain itu, Dwi menyatakan, pihaknya juga masih melakukan perencanaan terkait penempatan jet-jet tempur di sejumlah Lanud yang berada di wilayah-wilayah perbatasan, termasuk di Morotai.

Namun, Dwi mengungkapkan, Lanud-lanud tersebut memang akan menjadi titik-titik operasi pengamanan wilayah udara.

“Mungkin tidak hanya di Morotai, di Tarakan, dan di daerah-daerah lain yang juga dianggap rawan,” tandasnya.

.
28 Pati TNI AU Pensiun pada Hari Bakti ke-68

Metrotvnews.com, Yogyakarta: TNI Angkatan Udara (AU) melepas puluhan perwira tinggi (pati) yang memasuki masa pensiun. Pelapasan bertepatan dengan Hari Bakti ke-68 TNI AU.

Pelepasan diperingati dalam wisuda Purnawira Pati TNI AU 2015? di Gedung Handrawina, Landasan Udara (Lanud) Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu (29/7/2015). Wisuda dipimpin Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna. Agus juga turut memberikan piagam dalam wisuda tersebut.

Dalam wisuda di Hari Bakti ke-68 ini, ada total 28 Pati yang menyelesaikan masa baktinya untuk TNI AU. Berikut 28 Pati yang diwisuda pada Rabu (29/7/2015) siang:

? 1. Marsekal TNI Purn I.D. Putu Dunia
2. Marsdya TNI Purn Sunaryo
3. Marsda TNI Purn B. Eddy Poerwanto
4. Marsda TNI Purn Sunarbowo Sandi
5. Marsda TNI Purn Edy Sunarwondo
6. Marsda TNI Purn Johnny F.P. Sitompul
7. Marsda TNI Purn Djoko Setiono
8. Marsda TNI Purn Madar Sahib
9. Marsda TNI Purn Karibiyama
10. Marsda TNI Purn M. Harpin Ondeh
11. Marsda TNI Purn Polter Gultom
12. Marsda TNI Purn Bambang Agus Margono
13. Marsda TNI Purn B. Eddy Poerwanto
14. Marsda TNI Purn Amarullah
15. Marsda TNI Purn Hasan Londang
16. Marsma TNI Purn Djodi Suprayitno
17. Marsma TNI Purn Bob Hardian
18. Marsma TNI Purn Koestinarto
19. Marsma TNI Purn Teddy Sutedjo
20. Marsma TNI Purn Modjo Basuki
21. Marsma TNI Purn Sutedjo
22. Marsma TNI Purn Zainal Arifin
23. Marsma TNI Purn Amiruddin Akhmad
24. Marsma TNI Purn Hartono
25. Marsma TNI Purn M. Akbar Linggaprana
26. Marsma TNI Purn Djoko Parijanto
27. Marsma TNI Purn Mukhtar Lutfi
28. Marsma TNI Purn R.B. Hendro?




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia