Badrodin Akui Latihan Perang TNI Permudah Pengejaran Teroris
Rabu, 8 April 2015PALU, KOMPAS.com- Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti mengemukakan, latihan perang TNI sejak 1 April 2015 di Kabupaten Poso mempermudah Polri mengejar kelompok teroris pimpinan Santoso dan Daeng Koro.
Badrodin Haiti kepada wartawan di Palu, Sabtu (4/4/2015) malam, mengatakan bahwa latihan perang yang melibatkan 3.000-an anggota TNI tersebut membuat kelompok teroris yang dipimpin Santoso dan Daeng Koro menghindar ke tempat yang lebih aman.
Latihan perang TNI tersebut dilakukan di sekitar Gunung Biru, Kabupaten Poso. Lokasi itu selama ini dikenal sebagai lokasi persembunyian kelompok sipil bersenjata. Saat latihan perang, TNI meluncurkan beberapa roket ke arah Gunung Biru.
Badrodin mengaku, Polri sudah mengantisipasi menyingkirnya kelompok teroris. Polri kemudian melakukan penyekatan di beberapa lokasi di Kabupaten Poso dan wilayah perbatasan. “Ini terbukti berhasil, dan telah menangkap dua terduga teroris,” kata mantan Kepala Polda Sulawesi Tengah ini.
Dia juga berterima kasih kepada TNI selama menggelar latihan perang di Kabupaten Poso sehingga tugas Polri lebih ringan. Menurut Badrodin, Polri dan TNI terus berkoordinasi dalam menumpas gerakan radikal di Kabupaten Poso dan sekitarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan latihan perang TNI itu adalah kegiatan rutin tahunan yang lokasinya bisa di mana saja. (Baca: Panglima TNI Imbau Santoso Menyerahkan Diri jika Tidak Ingin Mati)
“Latihan ini tidak untuk menangkap kelompok teroris. Tapi kalau ketemu mereka, ya, diminta menyerah atau ditembak,” kata Moeldoko saat berkunjung ke Palu.
.
Wakapolri: Latihan TNI di Poso Pukul Mundur Teroris
REPUBLIKA.CO.ID, PALU — Wakil Kepala Polri Komjen Pol Badrodin Haiti mengemukakan latihan perang TNI sejak 1 April 2015 di Kabupaten Poso mempermudah Polri mengejar kelompok teroris pimpinan Santoso dan Daeng Koro. Badrodin Haiti kepada wartawan di Palu, Sabtu (4/4) malam mengatakan, latihan perang yang melibatkan 3.000-an anggota TNI tersebut membuat kelompok teroris yang dipimpin Santoso dan Daeng Koro menghindar ke tempat yang lebih aman.
Latihan perang TNI tersebut dilakukan di sekitar Gunung Biru, Kabupaten Poso, yang dikenal sebagai lokasi persembunyian kelompok sipil brrsenjata. Saat latihan perang, TNI meluncurkan beberapa roket ke arah Gunung Biru.
Badrodin mengaku Polri sudah mengantisipasi menyingkirnya kelompok teroris. Hal itu dilakukan dengan melakukan penyekatan di beberapa lokasi di Kabupaten Poso dan wilayah perbatasan.
“Ini terbukti berhasil, dan telah menangkap dua terduga teroris,” kata mantan Kepala Polda Sulawesi Tengah ini.
Dia juga berterima kasih kepada TNI selama menggelar latihan perang di Kabupaten Poso sehingga tugas Polri lebih ringan. Dia mengatakan, Polri dan TNI terus berkoordinasi saat menumpas gerakan radikal di Kabupaten Poso dan sekitarnya.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan latihan perang TNI itu adalah kegiatan rutin tahunan yang lokasinya bisa di mana saja. “Latihan ini tidak untuk menangkap kelompok teroris, tapi kalau ketemu mereka, ya, diminta menyerah atau ditembak,” katanya saat berkunjung ke Palu.
.
Badrodin Haiti: Daeng Koro, Pecatan TNI AD yang Berpengalaman
Jakarta, CNN Indonesia — Terduga teroris Daeng Koro diguga kuat tewas dalam baku tembak antara Densus 88 dengan kelompok dia pada Jumat (3/4) kemarin. Daeng Koro ini dinilai Polri salah satu tokoh penting dalam jejaring teror di Indonesia. Lebih penting dari pada Santoso yang kini masih dalam pengejaran.
Soal siapa Daeng Koro, masih belum banyak dikupas. CNN Indonesia melalui sambungan telepon dengan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti Minggu (5/4) berhasil sedikit menguak siapa Daeng Koro itu.
Ada yang menyebut Daeng Koro ini mantan anggota pasukan khusus. Benar begitu?
Saya tidak tahu persis. Yang saya tahu, Daeng Koro ini pecatan dari TNI.
Dari matra mana dan tahun berapa?
Dia pecatan dari salah satu kesatuan di Angkatan Darat (AD) yang ada di Makassar. Tahun berapanya saya lupa. Saya juga tak mau berkomentar apakah itu pasukan khusus atau tidak.
Bagaimana Daeng Koro bisa bergabung dengan Kelompok Santoso?
Sebenarnya dia (Daeng Koro) lebih senior dan lebih berpengalaman dari pada Santoso. Daeng Koro ini yang banyak terlibat dalam kerusuhan Poso yang awal-awal. (Kerusuhan Poso terjadi dalam tiga bagian. Akhir 1998, pertengahan April 2000 dan pertengahan Mei hingga Juni 2000). Baru setelah itu, mereka lalu bergabung dan memproklamirkan apa yang mereka sebut sebagai Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Ada hubungannya dengan ISIS tidak?
Santoso dalam beberapa kesempatan menyebut Mujahidin Indonesia Timur (MIT) ini bagian dari ISIS. Mereka mendukung ISIS.
Dari mana suplai senjata dan amunisi Daeng Koro? Banyak menyebut dari Mindanao Filipina Selatan?
Saya masih belum berani menyebut dari mana mereka mendapatkan suplai senjata dan amunisi mereka. Kami masih melakukan penyelidikan atas itu. Setelah nanti sudah lengkap hasilnya, kami pasti akan sampaikan.
Bagaimana dengan suplai logistik?
Sejauh hasil penyelidikan kami, dukungan logistik mereka ini, terutama bahan makanan, mereka dapatkan dari para pendukung atau simpatisan mereka yang berada di sekitar base camp mereka. Ada juga yang merupakan hasil jual beli saja.
Sudah ada rencana teror yang mau mereka buat?
Ini yang sedang kita dalami. Tetapi, melihat jauhnya base camp mereka yaitu di Parigi Mautong, itu sekitar 80 km sampai 90 km dari Poso, sepertinya mereka belum ada persiapan untuk aksi teror yang terbaru.