Seminar Memperingati Hari lahirnya Pancasila di Unair Surabaya
Kamis, 2 Juni 2016“Pancasila, Indonesia. Indonesia, Pancasila!”
Rabu (1/6), Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan, Mahkamah Konstitusi, dan Klinik Pancasila menggelar Seminar memperingati hari lahirnya pancasila. Seminar dengan tingkat nasional ini digelar di Aula Boedi Soesetyo FH Unair dan diikuti para mahasiswa dari berbagai universitas di Surabaya dan juga siswa-siswa SMA di Surabaya.
Tak cukup hanya di Surabaya, seminar yang didukung oleh fitur video conference ini juga terhubung langsung dengan beberapa Fakultas Hukum universitas-universitas yang bekerja sama dengan MK RI seperti Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Jember, Universitas Trunojoyo, dan beberapa universitas lainnya yang tampaknya sepi peminat karena tidak terlihat peserta pada layar video conference. Turut hadir pula rombongan dari Kementerian Pertahanan yang mengenakan rompi biru bercorak tentara bertuliskan “bela negara” yang apik dipadankan dengan syal merah-putih.
Seminar dengan judul “Pemantapan Nilai dan Pemupukan Amal Perbuatan Pancasila sebagai Modal Utama Bela Negara” dibuka oleh Nurul Barizah, S. H., L.LM., P.hd. selaku Pelaksana Tugas Dekan FH Unair. Beliau menitikberatkan sambutannya dengan ajakan untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk pada masyarakat dengan mengimplementasikan Pancasila, sehingga dapat terwujud janji-janji kemerdekaan yang tertuang pada preambule UUD NRI 1945.
Dimoderatori oleh Radian Salman, S.H., L.LLM, seminar dimulai dengan pembicara pertama yaitu Bennyta Suryo Septanto sebagai perwakilan Kementerian Pertahanan RI. Materi berjudul “Semarak Bela Negara di Darat, Udara, dan Laut dalam Rangka Meperingati Pidato Bung Karno” disampaikan beliau dengan penuh semangat. Pencapaian nawa cita dalam program revolusi mental yang digadang-gadang oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadi fokus utama program bela negara yang dipromotori oleh Kementerian Pertahanan RI. “Dosa besar jika Pemerintah tidak mewadahi masyarakat untuk bela negara” kata beliau perihal peran aktif dan turut serta dari masyarakat yang sangat diharapkan dalam bela negara. Kaitannya dengan Pancasila sendiri adalah, Pancasila sebagai dasar yang rasa cinta kepada Indonesia dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. “Pancasila relevan sampai kapanpun” tambah Bennyta Suryo Septanto tentang keberadaan Pancasila sebagai dasar bela negara.
Beranjak ke pembicara kedua, Direktur Klinik Pancasila, Dodi Susanto, mengawalinya dengan mengajak tiga mahasiswa dan dua siswa SMA untuk maju untuk dipasangkan jas dokter dan pin Klinik Pancasila oleh Profesor Mahfud M. D. Tidak banyak yang disampaikan beliau, hanya pesan singkat dan padat akan pentingnya menjaga eksistensi Pancasila yang semakin terkikis jaman. Dengan munculnnya konotasi yang memberi kesan negative terhadap ciptaan Tuhan, seperti kiasan “penjahat kelas kakap”, menurutnya sebagai contoh kandasnya nilai sila pertama pada Pancasila. Beliau juga memaparkan beberapa akronim dan singkatan yang menjadi program Klinik Pancasila dengan mengadakan kuis interaktif dengan peserta seminar dengan hadiah uang tunai sebesar Rp 100.000. Dengan mengajak sleuruh peserta untuk berslogan “Pancasila, Indoensia. Indonesia, Pancasila” Pak Dodi mengakhiri materinya.
Pembicara ketiga adalah pembicara yang mungkin paling ditunggu, Prof. Dr. Moh. Mahfud M.H., S.H. yang kini menjadi guru besar Hukum Tata Negara FH Universitas Islam Indonesia. Berbekal paper dengan judul yang sama dengan judul seminar, Prof. Mahfud menitikberatkan materinya dalam persatuan Indonesia dan penegakan hukum. Ikatan primordial yaitu agama, ras, suku, kedaerahan, dan bahasa yang biasanya dapat menghancurkan suatu negara, dapat diatasi dengan adanya Pancasila dengan implementasi yang demokratis. Tantangan yang dihadapi masa kini, menurut beliau, bukanlah serangan fisik tetapi ketidakadilan, kesenjangan sosial, merajalelanya korupsi yang semuanya merupakan keadaan yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam kelangsungan Indonesia. Maka dari itu, Prof. Mahfud menganjurkan adar pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan haruslah diselenggarakan di semua jenjang dan bidang. Penanaman dasar ideologi, wawasan kebangsaan, pedoman hidup berbangsa, dan sebagainya dipandang lebih penting daripada harus menerapkan pelatihan perang untuk penegakan Pancasila dalam membela negara.
Datang dari Fakultas Hukum Unair sendiri, H. Suparto Wijoyo selaku dosen mata kuliah Filsafat Pancasila juga berkesempatan menyampaikan materinya. Berjudul “Pancasila Modal Utama Keunggulan Bangsa” beliau Nampak sangat bersemangat menyampaikan dengan guyonan khasnya. Indonesia dengan segala keunggulannya menjadi fokus utama beliau dalam penyampaian materinya. Meneguhkan karakter bangsa menjadi salah satu cara dalam memperkuat eksistensi dan implementasi Pancasila. Materi pun ditutup dengan menyanyikan bersama lagu Indonesia Pusaka.
Ketika ditanya tentang perlunya peguatan agama dalam peghidupan kembali nilai pancasila, para pembicara sepakat menjawab perlu. “Pendalaman agama sama dengan pendalaman Pancasila” jawab Prof. Mahfud dengan mantab. Beliau pun berpesan bahwa tetap ada persamaan dalam perbedaan dan konsekwensi yang tetap bisa dijalani tanpa mengesampingkan toleransi pada perbedaan. Sementara itu, Pak Dodi dengan program Sekolah Toleransi yang dijalankannya selama tiga tahun terakhir mengajarkan bahwa menentang toleransi berarti menentang Pancasila. Lagi, revolusi mental dapat ditekankan pula dalam aspek toleransi berbangsa dan bernegara. “Ajarkan Pancasila dalam setiap perilakumu” imbuh Pak Parto. ©