Reinkarnasi Bunker di Kota Berlin
Rabu, 29 Mei 2013Ibukota Jerman, Berlin, tampaknya tidak kekurangan museum. Bunker-bunker yang dibangun sebagai tempat perlindungan di masa Perang Dunia ke II juga merupakan bangunan saksi sejarah.
Di kota Berlin, Nazi telah membangun sejumlah gedung yang bagi sebagian orang masih mengingatkan pada kekejaman masa Nazi. Di banyak sudut kota Berlin dapat dijumpai monumen atau tugu peringatan menandai peristiwa mengerikan yang pernah terjadi: pembunuhan etnik, penghancuran sinagoga, pembakaran buku dan deportasi ke kamp-kamp kematian.
Kita juga dapat menemukan gedung-gedung yang temboknya memiliki banyak lubang akibat hujaman peluru. Dan para pekerja perbaikan jalan kadang menemukan bom atau ranjau sisa perang. Semuanya ini menyadarkan kita, bahwa kota metropolitan Berlin yang damai dan megah pernah menghadapi masalah yang lebih berat daripada soal taman yang kotor akibat sampah yang ditinggalkan mereka yang berpiknik di akhir pekan.
Saksi Sejarah
Peninggalan Perang Dunia II yang paling menonjol adalah bunker-bunker. Jumlahnya hampir mencapai 1.000, mulai dari bunker pribadi Hitler, bunker yang penuh dekorasi, sampai bunker yang mampu menampung ribuan orang. Setiap kisah dari bunker ini merupakan bagian yang unik dari mosaik besar – kedua elemen ini memeberikan kesaksian sejarah Berlin di masa dan pasca perang.
Misalnya, satu bunker di area taman di wilayah Schöneberg, yang menjadi rute joging bagi banyak warga. Di tahun 1930 an, taman yang dimanfaatkan warga untuk menanam buah-buahan dan berkebun, disita oleh militer. Tanaman yang tumbuh di taman dibongkar, lubang digali dan di bawah tanah dibangun bunker untuk menyimpan senjata berat dan amunusi. Ketika perang berakhir, warga ramai-ramai mengambil besi tua yang ditinggalkan dan bercocok tanam untuk bertahan hidup: bunker dijarah, dipereteli bagian-bagiannya dan dilupakan.
Namun tidak ada seorangpun yang ingin menanam kentang atau kubis tepat di atas bunker. Yang ada adalah sebuah kios kecil dan rumah makan yang bernama Zum Bunker, nama yang sesuai dengan lokasinnya.
Bunker yang dibangun di masa Perang Dunia II, diubah rezim Jerman Timur untuk menjadi gedung pusat kendali dan berlindung jika terjadi serangan nuklir.
Kelahiran Kembali yang Kreatif
Bunker yang dibangun di atas tanah tidak dapat diabaikan begitu saja dari pandangan. Meskipun bunker semacam ini relatif sedikit jumlahnya, pemerintah kota beranggapan bahwa akan terlalu mahal untuk menghancurkan dan membersihkannya. Jadinya, warga tidak punya pilihan lain selain menerima benda kenangan perang kolosal ini.
Dan dengan inovatif khas yang dimiliki Berlin, bunker-bunker di atas tanah disulap menjadi laboratorium sains, kuil musik techno, galeri seni, situs wisata sejarah dan bahkan rumah yang menyeramkan.
Kebanyakan orang tidak menyadari, bahwa gedung yang hampir setiap hari mereka lewati adalah bekas bunker. Struktur dan wajah bunker yang kokoh terbuat dari beton selaras dengan bangunan-bangunan baru, kompleks perumahan murah, di sekitarnya. Kompleks perumahan ini sendiri tidaklah indah, sehingga kedua jenis bangunan tersebut terlihat cocok saling berdampingan.
Gabungan kedua gedung yang merusak pemandangan ini paling tidak memiliki satu keindahan tersendiri. Tumbuhan menjalar menyelimuti bagian luar bunker, mengubah permuakaan menjadi ruang hijau yang asri.
Nasib bunker di sudut lain kota Berlin mungkin bisa dikatakan lebih baik. Terjepit di antara gedung universitas dan kafe kelas atas di Mitte, wilayah paling eksklusif di Berlin, sebuah bunker besar telah dirombak menjada sebuah showroom pribadi, memajang koleksi seni modern. Tahun 2003. Christian Boros, seorang kolektor seni, dengan satu keberanian dan sedikit modal membeli bunker ini dengan harga sangat murah.
Setelah sekitar empat tahun renovasi yang sulit dan rumit, bunker ini berubah menjadi gedung lima lantai yang megah, yang bukan saja menampilkan koleksi seni modern kelas dunia, tapi juga menampilkan kebanggan arsitekturnya sendiri. Atap datar bunker menjadi permukaan yang sempurna untuk membangun penthouse mewah dari kaca seluas 250 meter.
Kontributor : Mayor Rafiq P./Subpok Jerman